Senja dengan cepat membanting tubuhnya ke kasur, tidak peduli dengan beberapa bagian yang basah. Menatap lamgit-langit kamar yang dihiasi benda langit. Senyumnya tidak dapat ditahan sama sekali. Wajah Senja tampak memerah.
Setelah Bintang berlalu, Senja memutuskan untuk berlari pulang. Melewati pinggir jalan raya, padahal sudah jelas cipratan dari pengendara kendaraan bermotor akan mengenainya. Senja tidak peduli sama sekali. Ia hanya ingin segera pulang ke rumah.
Ada sensasi aneh yang menjalari dada. Membuat senyum Senja tidak dapat luntur sama sekali. Ibu yang sedang memasak pun terkejut karena mendengar langkah kaki Senja yang berderap menaiki tangga. Hampir menyusul, tetapi memutuskan untuk menyelesaikan masakannya.
Senja tidak pernah merasakan perasaan semacam ini seumur hidup. Rasa takut yang bercampur dengan kebahagiaan ... Senja bahkan tidak dapat mendeskripsikan rasanya. Masih ada pikiran yang mengganggu, hanya saja tersamarkan oleh denyutan jantung yang mendadak lebih cepat.
Apa ... begini rasanya mempunyai teman?
Pintu yang terbuka tidak langsung Senja sadari. Lalu, kasur yang sedikit berguncang lantas membuat Senja membalik tubuh. Menatap ibunya yang sudah duduk di sana. Sambil tersenyum, Senja bangkit.
Ada apa?
Dari sekian banyak orang yang ada di sekitar Senja, hanya ibu yang bisa menggunakan bahasa isyarat. Oleh karena itu, sejauh ini, satu-satunya teman mengobrol yang Senja miliki hanyalah ibu. Hingga lama-kelamaan membuat Senja berpikir; jika ibu tidak ada, apa yang akan terjadi pada Senja? Satu-satunya orang yang mengerti dirinya ... tidak akan ada lagi.
Teman kamu lagi? Mereka ngapain? Ganggu kamu lagi? Maaf, ya—
Senja meraih tangan ibu, membuatnya berhenti bergerak. Untuk pertama kalinya di hidup Senja, sekolah terasa begitu menyenangkan. Teman baru yang tidak pernah ia sangka rasanya membawa perubahan yang signifikan.
Aku punya teman baru.
Singkat, padat, dan membuat ibu terkejut. Meski kemudian, senyumnya kembali mengembang.
Dia baik sama kamu?
Senja mengalihkan pandangan dan mengangguk. Wajahnya tampak bersemu merah. Ia tidak berani menatap ibu sama sekali. Merasa sedikit malu karena Senja tidak pernah merasakan perasaan semacam itu.
Perlahan, ibu menggenggam jemari Senja, menarik perhatiannya.
Ibu senang karena ada orang yang baik sama kamu.
Binar terlihat menari di kedua manik mata ibu. Senyum yang begitu hangat terlihat. Senyum penuh kelegaan yang ingin Senja lihat di hidupnya, setidaknya ... sebelum waktunya berakhir.
Lagi-lagi, Senja hanya mengangguk. Ia bahkan tidak bisa tahu apa Bintang benar-benar baik padanya atau tidak. Karena selama ini ... apa ada orang yang mau berteman dengan Senja tanpa ada niat lain di baliknya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang di Penghujung Senja
Teen FictionSenja seharusnya bersyukur akan ketidakmampuannya mendengar suara. Tidak harus ia mendengar ejekan yang dilayangkan di belakang, tidak juga mendengar bagaimana kedua orang tuanya saling berteriak-hingga berakhir dengan lemparan barang atau bantingan...