Prolog

346 153 80
                                    

Seorang wanita berlari di koridor kampus, tak hiraukan guyuran air hujan yang membasahi seluruh badannya, tidak lupa tergesa-gesa karena berlari cukup kencang ditambah air mata yang tidak hentinya mengalir di pelupuk mata bercampur dengan air hujan.

Perempuan itu berhenti sejenak untuk menetralkan gemuruh ombak yang dia tahan sedari tadi, napasnya memburu, sesak yang dia rasa, air matanya tidak berhenti keluar membasahi seluruh pipi nya, matanya sembab, tangannya bergetar, tubuh yang sedari tadi dia tahan agar tidak tumbang seketika tumbang beserta luka yang dia tampung, perempuan itu jatuh ke lantai koridor kampus, entah bagaimana sekarang kondisinya, akan tetapi perempuan itu seperti tidak ada lagi gairah untuk hidup, perempuan itu hancur.

Banyaknya luka yang selama ini ia dapatkan, hari ini adalah puncaknya, sekuat apapun ia melawan kesakitan, kekecewaan, luka dari berbagai arah tetap saja ia sudah menyerah

"ARGHHHHHH" teriak wanita itu yang tidak lain adalah Falidzah Adzana Drakhana  "KENAPA SEMUA INI TERJADI SAMA GUE, KENAPA? Hiks" teriaknya tidak lupa air matanya mengalir begitu deras.

Di sisi lain seorang pria berlari dengan muka panik, dengan mata yang merah seperti habis menangis berlari dengan tergesa-gesa. Tiba-tiba dia mendengar teriakan wanita tidak jauh dari koridor tersebut "Itu suara Ana" ucap nya sambil mencari letak suara tangisan itu "ANA KAMU DI MANA?" teriaknya, setelah mencari-cari beberapa saat dilihatnya seorang wanita sudah terduduk di lantai koridor kampus tidak lupa dengan air mata yang masih terus mengalir

Fiki menghampiri Ana sambil berjongkok dan menatap nanar wanita didepannya itu
"Ana, kamu gak boleh kayak gini, please Na" ucapnya dengan suara yang amat sedih sambil  memegang pundak Ana untuk menenangkan wanita tersebut

Ana menatap Fiki yang sudah berjongkok didepannya, melihatnya yang tidak kalah kacau seperti dengannya. "plak" satu tamparan mendarat di pipi kiri Fiki kala Ana sudah berdiri. Fiki memegang pipi kirinya yang di tampar itu, rasanya tidak sakit di bandingkan harus berpisah dengan orang tercinta

"Pergi Lo, gak usah sentuh gue" mendorong dada Fiki menjauh ke belakang kala pria itu sudah berdiri

"Na Please ini bisa di bicarakan baik-baik, aku minta maaf, Aku ga bisa tanpa kamu Na" ucap Fiki maju lagi kedepan untuk lebih dekat dengan Ana dan ingin meraih tangan Ana, akan tetapi langsung di tepis oleh Ana.

"Gue capek Fik, gue pengen Lo bahagia, gue capek setiap hari ada aja masalah dihubungan kita, gue benar-benar udah capek, gue nyerah" Ujarnya sambil terisak

"Aku bakal tanggung semuanya Na, apapun asal kita bisa bersama terus" ucapnya Fiki tidak lupa memegang pipi Ana, dan mata mereka saling pandang untuk beberapa saat sebelum Ana melepas kasar tangan Fiki di pipinya

"Kita tidak akan bisa bersama Fik, kalaupun kita bersama hanya akan menimbulkan kekecewaan antara kita berdua hiks, gue sayang sama Lo tapi gue gak mau Lo menderita, kita akhiri sampai disini, gue harap Lo hargai keputusan gue hiks" dengan suara yang bergetar Ana mengucapkan kalimat itu.

"Aku udah janji sama diri aku sendiri bakal ada di samping kamu sampai kapan pun, aku gak bisa jauh dari kamu sayang" Ucap Fiki dengan nada frustasi
"Sama kamu memang sakit Na, tapi gak sama kamu jauh lebih sakit, gimana aku kedepannya, aku gak cinta sama dia, aku gak suka sama dia, apapun akan aku lakukan buat batalin pernikahan itu Na" sambungnya dengan suara yang serak

Air mata Ana keluar bertambah deras, dada nya sakit,tubuh nya bergtar hebat, mungkin ini sudah takdir bahwa mereka sampai kapan pun tidak akan pernah bisa bersama

"Gue mohon Fik, Lo harus nikahin Flora, dia sayang sama Lo, dia juga udah baik sama keluarga Lo, dia juga yang udah bantu di saat perusahaan keluarga lo diambang kebangkrutan " ucap Ana menahan Isak tangisannya

"Tapi Na-"Fiki ingin membatah akan tetapi Ana langsung menepisnya

"Lo sayang kan sama gue? Tanya Ana kepada Fiki dan Fiki mengangguk mengiyakan pertanyaan itu sembari memegang tangan Ana

"Karena Lo sayang sama gue, terima perjodohan itu, dan karena gue sayang sama Lo Fik-" ucapnya menjeda kalimatnya sebelum melanjutkan kalimatnya lagi "Karena gue sayang sama Lo, gue bakal ngelepasin Lo, gue udah ikhlas dengan perjodohan Lo itu" sambungnya lagi membuat Fiki diam seribu bahasa tidak bisa berkata apa-apa lagi, hanya kekecewaan yang ia terima, bagai di tusuk seribu duri di dadanya, sesak? Oh tentu iya

"PERGI LO DARI HIDUP GUE, MENJAUH SEJAUH MUNGKIN DARI HIDUP GUE" Ana berteriak melontarkan kalimat itu tepat didepan Fiki

Mendengar itu Fiki tidak bisa membendung air matanya, deruh napasnya tidak bisa iya kontrol, tangan nya terangkat ingin mengusap air mata Ana akan tetapi Ana menepisnya dengan sangat kasar. Sebisa mungkin Fiki harus menerima takdir ini, walaupun rasanya dia tidak ingin hidup lagi ketika harus berpisah dengan Ana, dia berusaha menenangkan dirinya akan tetapi suara tangisan Ana membuatnya semakin sakit, dia tahu betul perempuan itu masih sangat mencintainya, tetapi iya juga sadar ketika dilanjutkan hanya akan menambah luka untuk Ana

"Aku hargai keputusan kamu Na, dan kamu juga harus hargai keputusan yang kamu ambil"

Mereka berdua sudah sama-sama kacau, hal yang tidak ingin mereka terjadi di hidupnya hari itu harus mereka rasakan dan dilihat sendiri, dilanjutkan pun hanya akan berdampak di kehidupan mereka

"I love you and always love you" ucap kalimat terakhir Ana dan langsung berlari pergi meninggalkan Fiki di bawah guyuran air hujan

"Dan aku pun sama, akan terus mencintai kamu, walaupun kita tidak bersama lagi" setelah mengatakan itu Fiki berjalan keluar dari kampus itu dengan sangat terpuruk.






















"Gue sayang sama Lo, tapi gue gak mau Lo menderita"

FALIDZAH ADZANA DRAKHANA

"Sama kamu memang sakit Na, tapi gak sama kamu jauh lebih sakit"

FIKI ERLANGGA SALMAN

(ANA) Maaf Atas Luka Ini Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang