7. We Can't Be Friends

215 29 3
                                    

LANDO POV

Aku tahu aku harus melakukannya.

"Help me." desakku pada Lily putus asa. "Aku tidak ingin membuatnya bingung."

"Apa yang kamu bicarakan, Lando? Jangan melantur." protes Lily.

Kemudian aku melakukan suatu aksi bodoh, memeluknya erat, dan menciumnya tepat di bibir di depan semua orang.

Di seberang lantai dansa, Alison melihatku dengan tatapan jijiknya, seolah aku adalah pria paling berengsek di muka bumi ini. Dia kemudian pergi meninggalkan tempat.

Lily melihatku bingung. "Kamu berhutang sebuah penjelasan padaku, Lando."

Aku tidak berniat untuk menceritakan segalanya kepada Lily. Aku hanya mengatakan sebagian detail tentang bagaimana aku tidak ingin membuat Alison bingung dengan aksiku yang hampir menciumnya.

"Kamu menyukainya." cetus Lily. "You care too much, Lando. Jika kamu tidak memiliki perasaan apapun, aku yakin, sangat yakin bahwa kamu akan langsung menciumnya saat itu juga."

"Tapi karena kamu terlalu peduli kepadanya, kamu memilih untuk menghindarinya."

"Itu tidak benar. Dia adalah seorang teman, Lily, hanya teman."

"Right! Karena trauma masa lalu? Itulah kenapa kamu tidak pernah berkomitmen kepada hanya 1 gadis? Dan semua gadis pada dasarnya adalah temanmu?" tanyanya sinis.

"Jangan bohongi dirimu sendiri, Lando Norris."

Lily berbicara terlalu banyak. Aku perlu menghentikannya sebelum kepalaku pecah mendengar omelannya, "You know what? I think that's all. Thankyou for helping. Good bye, Lily." pamitku memeluknya.

Beberapa waktu berlalu, aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Semua itu nyata. Kami hampir berciuman. Lalu, aku tiba-tiba menghindarinya seolah tidak terjadi apa-apa. Ditambah, dia melihatku mencium orang lain setelah itu. Dia pasti merasa sangat buruk. Dan semuanya karena aku.

Aku kemudian mengirimkan pesan teks esok harinya untuk memastikan keadaannya.

Lando
Hey.
Aku mencarimu kemarin malam untuk mengantarmu pulang, tapi kamu sudah tidak ada.
Kamu pulang sendiri?

Alison
Iya, kemarin aku terlalu capek.
Maaf aku lupa memberitahumu, Lando.

Dan kemudian aku tersadar, setelah kejadian itu kita tidak akan pernah bisa menjadi teman. We can't be friends.

•••

ALISON POV

Aku melanjutkan hari-hariku seperti hari normal biasanya. Beberapa minggu ini aku dibuat sibuk dengan jadwal photoshoot, wawancara, dan beberapa acara fashion. Aku sempat bertemu Charles pada event Daisy & Buchanon kemarin malam, melihatnya membuatku teringat akan sahabatnya itu.

"Apa agendaku besok, Erin? Bolehkah aku mengambil hari libur?"

"Kenapa? Apa kamu sakit, Allie?"

"Tidak. Hanya sedikit capek."

"Are you sure? Kamu terlihat... Nevermind."

"Apa, Erin? Jangan membuatku penasaran."

"Sejak pulang dari Singapore, kamu terlihat..  capek. Tidak hanya secara fisik, tapi emosional juga."

"Aku hanya perlu istirahat sebentar saja." jawabku menenangkan Erin. Aku cukup beruntung Erin tidak melihat Lando mencium Lily kala itu. Atau dia akan mengomeliku nonstop soal bagaimana cara mengatasi patah hati. Erin terlalu sibuk bermesraan dengan pria berambut pirang bernama Christian kala itu, yang tidak berhenti dibahas dalam obrolan kami sehari-harinya.

Esok harinya, Erin memberitahuku untuk mengambil hari libur. Tak lama kemudian, secara mengejutkan seseorang meneleponku. Itu adalah Lando. Setelah 16 hari tepatnya, akhirnya interaksi kami berlanjut.

Dia mengabari bahwa dia sedang berada New York dan mengajakku untuk makan malam, dan aku pun menolaknya. Aku tidak ingin dibuat bingung olehnya lagi. Aku harus menetapkan batasanku dengan sangat jelas.

Aku tidak ingin dijangkit oleh emosi belaka bernama "cinta" ini. Aku tidak memiliki waktu untuk ini.

Sampai kemudian, dia berada di depan pintu apartment-ku. Tampak begitu menawan dan God, sesungguhnya aku merindukannya.

"Apakah kamu sedang menghindariku, Alison Brown?" tanyanya santai sambil tersenyum nakal. Aku tidak percaya dia bisa sesantai ini setelah apa yang terjadi.

"Tentu tidak. Hanya saja.. aku tidak mengerti kenapa aku harus makan malam denganmu."

Lando terlihat kaget dan bingung dengan jawabanku.

"Temanmu merindukanmu, Alison. Come on! Let's hang out! Aku sangat bosan."

"Teman?" Lando terdiam beku. "Are we friends, Lando? Karena aku benar-benar tidak tahu apa yang kita lakukan sekarang. Tindakanmu itu membuatku sangat bingung."

Dia lalu menghela nafasnya panjang,

"Alison...You're right. We can never be friends. Ciuman itu.. Maksudku.. saat itu ketika kita hampir berciuman membuatku sangat gila. Momen itu selalu ada di kepalaku. Setiap. Waktu."

Dia mendekat dan memegang kedua tanganku.
"Bisakah kita melanjutkan apa yang belum kita selesaikan, Allie?"

Aku sudah sangat dekat untuk membiarkannya menciumku, tapi aku tahu bahwa aku tidak boleh kalah kali ini.

"Bisakah kita kembali menjadi orang asing, Lando? Please. Aku akan berpura-pura bahwa aku tidak pernah mendengar ini sebelumnya."

Lagi-lagi, ekspresi Lando membeku.

"My dreams are important, Lando. Karirku adalah prioritas utamaku. Sebuah hubungan rumit dengan seorang pembalap formula 1 yang playboy.. aku rasa aku tidak bisa melakukannya saat ini."

"Of course.. Aku seharusnya mendengarkan nasihat Daniel. Perempuan sepertimu tidaklah cocok denganku."

"Excuse me? Perempuan sepertiku?" tanyaku marah. Harus kukatakan, aku cukup tersinggung.

"Iya. Perempuan yang egois. Yang merasa bahwa karirnya adalah yang terpenting dan orang lain hanyalah sebuah halangan besar baginya. Iya kurasa kamu adalah orang seperti itu, Alison. Aku dapat melihatnya sekarang."

Itu cukup kejam.
Aku tidak tahu bahwa Lando bisa sekejam itu.
Kata-katanya menusuk tepat di dadaku. Rasanya sakit dan menyesakkan.

"Aku juga memiliki mimpi, Alison. Bukan hanya kamu saja. Hal yang benar adalah dengan mendukung satu sama lain. Tapi denganmu.. aku ragu itu akan terjadi. Karena mimpimu adalah yang terpenting dari segalanya, bukan?"

Air mata turun dari wajahku. Mendengarnya membuatku merasakan berbagai macam hal. Fakta bahwa apa yang dikatakan Lando mungkin benar membuatku bahkan merasa lebih buruk lagi. Aku memanglah perempuan egois. Impianku sangatlah penting, dan aku tidak mau orang lain merusaknya.

"Akan kukabulkan permintaanmu, Alison jangan khawatir. Kita adalah orang asing setelah ini."

Lalu dia pergi begitu saja.

Hal terakhir yang kulihat darinya adalah tatapan dinginnya itu.

Formula of Dreams Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang