Prolog

587 41 0
                                    

4 Tahun Yang Lalu
Bali

Aku payah, benar-benar payah. Sejak kecil aku hanya memiliki satu mimpi. Yaitu untuk membanggakan negara Indonesia dan menjadi aktris keturunan Indonesia pertama yang memenangkan perhargaan besar Oscar. Hanya satu, dan semuanya sudah sirna bahkan sebelum sempat dimulai. Aku adalah seorang aktris yang tidak dikenal. Aku bahkan tidak pantas disebut sebagai seorang aktris. Kamu memang dapat melihatku di layar lebar, tetapi ini sama sekali bukan seperti yang kamu bayangkan. Aku hanyalah seorang figuran. Bahkan tidak memiliki satupun kalimat dialog. Kadang aku hanyalah seorang teman dekat sang pemeran utama, aku juga adalah seorang dokter yang diperlukan untuk lewat dalam sebuah adegan, atau bahkan aku adalah seorang wanita pembersih toilet yang muncul di acara televisi favoritmu. Di pantai yang luas ini, aku bukanlah siapa-siapa. Hanyalah seorang gadis berusia 22 tahun yang sedah patah semangat, meragukan dirinya dan seluruh mimpi besarnya. Di titik ini, aku sudah menyerah. Tidak mungkin aku akan mencapai Hollywood, apalagi Oscar. 22 tahun, dan aku masih berada di titik paling awal, tidak memiliki pekerjaan tetap dan sedang memiliki krisis jati diri.

Lalu lihatlah dia!
Lando Norris.
Seluruh gadis remaja yang ada di beachclub ini sedang mengantri untuk bisa berfoto dengannya. Dari yang aku dengar, ia adalah seorang pembalap formula 1. Baru berusia 22 tahun (sama denganku), namun sudah memiliki segalanya. 180 derajat bedanya dariku. Ia adalah salah satu dari 20 orang di dunia yang mengemudikan mobil formula 1, menjadikannya salah satu dari yang terbaik. Ia terlihat begitu bahagia dengan teman-temannya sedang berpesta, sedangkan aku disini terpaksa harus meratapi nasibku dan melayaninya.

"2 Long Island Ice Tea, 1 Dry Martini, dan 3 Negroni," kataku sambil menaruh seluruh minuman yang mereka pesan di atas meja.

Mereka semua adalah VVIP di tempatku bekerja. Segerombolan selebriti, atlet, dan orang-orang kaya. Aku tidak seharusnya melayani mereka, karena aku hanyalah seorang anak magang sedangkan mereka semua adalah tamu-tamu penting. Tetapi karena beberapa keadaan yang mendesak, Jessica, teman kerjaku yang mendadak sakit perut membuatku harus menggantikannya. Alasan yang tepat untuk tidak melakukan satu kesalahan sedikitpun, Alison.

Alison Anindya, tolong tolong tolong, jangan berbuat hal konyol demi Tuhan. Dipecat adalah hal terakhir yang kamu inginkan saat ini. Baru 5 detik setelah aku meyakinkan diriku sendiri, pemuda dari Inggris itu tidak sengaja mendorongku, membuatku menumpahkan semua minumannya ke baju Lily Dupont. Iya kamu tidak salah membaca. THE Lily Dupont, seorang selebriti dan sosialita kaya raya asal Inggris yang dikenal semua orang. Lebih buruknya lagi, minumannya tidak hanya mengenai bajunya. Ia kebetulan sedang membawa koleksi tas Chanel limited edition-nya.

Lalu seperti yang bisa kuprediksi, Lily Dupont terlihat sangat marah, semua kerutan muncul di wajahnya, "Sialan! Kamu gila, ya? Gakbisa lebih hati-hati apa? Dasar gembel."

Disitu, aku hanya ingin menghilang dari muka bumi ini. Aku tidak mungkin melakukannya. Ini semua pasti mimpi. Aku ingin rasanya menampar diriku untuk membangungkanku dari semua mimpi buruk ini.

'Hey, hey, hey, relax, Lily. Gadis kecil ini pasti tidak bermaksud," hibur Lando sedang mengelap tas Lily dengan tissue. Tidak bermaksud? Kamu yang mendorongku, dasar gila. Pria ini sungguh tidak memiliki rasa malu. Namun aku tidak boleh membiarkan rasa amarahku mengontrolku. Karena bagaimanapun, aksiku akan menentukan bagaimana nasibku selanjutnya. Minta maaf lalu memohon kepada orang-orang kaya ini, atau dipecat. Yes, pilihan pertama terdengar jauh lebih baik.

"Saya minta maaf, Ms. Dupont. Saya tidak sengaja."

"Aku gakmau tahu! Mana managernya panggil kesini!" Lily berteriak sambil menangis meratapi tas Chanel-nya, membuat orang sekeliling memusatkan perhatian kepadanya,

Sial! Ok, ini tidak akan berakhir baik. Aku akan dipecat, aku akan dipecat, aku akan dipecat.

Aku dapat melihat Lando Norris sedang menenangkan Lily sambil menepuk pundaknya, pendengaranku mungkin salah, tapi Lando jelas sedang memberiku bantuan, "Sudahlah, Lils. Tidak apa-apa. Itu hanyalah tas Chanel. Kamu punya banyak sekali yang mirip dirumah. Let it go."

"Itu limited edition, for god's sake, Lando. Cuma ada 25 di dunia! Dan sekarang rusak! Aku gak bisa pakai lagi, Pokoknya ini waiter harus tanggung jawab!" teriak Lily.

"Oke, oke, tenangin diri kamu dulu, Lils. Aku janji akan mendapatkan tas itu buat kamu. Masih ada 24 lagi kan di dunia ini. Aku bakal cari sampe ujung dunia kalo perlu sampai ketemu. Kamu bisa pegang janjiku. Karena akulah yang tidak sengaja mendorong gadis ini dan menyebabkannya menumpahkan minumannya. Aku akan bertanggung jawab. Dia tidak salah apa-apa."

Ok, aku tarik semua ucapanku tadi. Lando Norris bukanlah seorang bajingan gila. Dia ternyata (cukup) baik. Aku kagum dengan apa yang dilakukannya karena dia bisa saja bersikap berengsek memilih untuk pura-pura tidak tahu dan juga ikut memojokkanku sebagai tersangkanya. Biasanya, itu yang orang-orang ini lakukan. Karena mungkin hal itu dapat menghibur mereka sesaat. Menyiksa orang-orang tak bersalah. Tetapi seperti yang seharusnya dilakukan, ia berkata jujur dan bertanggung jawab. He's a gentleman.

"Tapi——" protes Lily.

"Udah, udah. Udah ya. Jangan marah-marah lagi." goda Lando, "Senyum dong," Lily Dupont lalu dengan begitu saja seperti tersihir, tersenyum, dan menuruti perkataan Lando. Perempuan berambut pirang itu lalu kembali duduk ke tempatnya sebelum akhirnya memberiku tatapan kematian terakhir sebelum berpaling dan kembali mengobrol bersama teman-temannya.

"Maafin Lily ya. Maafin aku juga. Tadi benar-benar tidak sengaja. Beneran deh. Terimakasih atas pengertiannya,..." ia melihat papan nama yang ada di seragamku, "Alison," "Nama yang indah,"

"Sama-sama, Mr. Norris. Kalau begitu saya pamit. Terimakasih atas bantuannya." aku lalu pergi dari area VVIP terkutuk itu, berharap tidak pernah menginjakkan kaki ditempat itu lagi.

Dan ternyata memang benar. Aku tidak akan lagi menginjakkan kaki di tempat itu. Di area manapun. Karena aku sudah dipecat. Terimakasih kepada Lando dan Lily. Sesaat setelah kejadian itu, rumor rupanya sudah menyebar. Bahkan ada beberapa potongan foto dan video yang sampai kepada managerku. Ia lalu memecatku.

Entah apa yang kurasakan. Lega? Senang? Aku langsung diingatkan oleh tujuan awalku. Aku ingin menjadi aktris Hollywood pemenang Oscar. Aku memiliki mimpi yang besar. Dan aku akan mewujudkannya. Lihat saja nanti, bahkan seseorang seperti Lando Norris dan Lily Dupont, aku juga bisa menjadi teman mereka. Namun saat managerku memecatku, ada beberapa yang tidak aku mengerti, Ia berkata bahwa setelah semua kejadian itu, managerku pergi untuk minta maaf kepada Lando dan Lily. Namun Lando malah memohon balik kepada managerku untuk tidak memecatku. Kalimat managerku masih terngiang jelas di kepalaku.

"Aku gaktau ya darimana atau bagaimana kamu bisa kenal Lando Norris sampai-sampai dia memohon mati-matian untuk tidak memecatmu. Tapi aku harus melakukannya. Ini adalah aturan perusahaan. Karena kamu sudah mencoreng nama beachclub ini."

Lando Norris melakukannya?
Aku tidak mengerti.
Satu, Aku tidak mengenalnya secara personal.
Dua, Ia tidak perlu membelaku sampai seperti itu.
Tiga, kenapa? sederhana saja, Kenapa?
Apa itu karena rasa bersalah? atau rasa kasihan?

Dan hari itu adalah kali pertamanya aku bertemu dengan Lando.

Formula of Dreams Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang