"Nang, emange kudu pisan tah sekolah ning jakarta? Ning parek kene ya bisa"
(Nak, emang harus banget sekolah di jakarta? di deket sini juga bisa)Ucap seorang Ibu paruh baya kepada anaknya dalam bahasa Jawa Indramayu yang cukup kental. Malam itu di dalam kamar yang terbilang cukup luas, seorang remaja tanggung berumur 15 tahun sedang memastikan barang-barang yang ia akan bawa tidak akan tertinggal. Ibunya masih terlihat enggan melepaskan anaknya bersekolah di ibukota.
"Rava wis gede Mi, wis jamane golek pengalaman, engko baka wis sukses kan kanggo Mimi ongkoh"
(Rava sudah besar bu, sudah jamannya cari pengalaman, nanti kalau sukses kan buat Ibu juga)Remaja laki-laki itu tersenyum kepada Ibunya, lantas mencium tangannya. Seakan-akan meyakinkan bahwa anak laki-laki satunya itu pasti akan menjadi kebanggan di Ibukota nanti. Ibunya hanya bisa menghela nafas pasrah. Sejak suaminya yang juragan tambak meninggal dunia dan menyisakan banyak harta, dia pikir anaknya akan jadi lebih melunak dan manja. Sialnya sang Ibu salah. Anaknya malah makin ingin segera mandiri dan menantang kerasnya Jakarta.
"Baka wis ning kana, kabari Mimi terus ya, manut karo mamange, aja badeg, aja kakean gelut, sing sabar baka ana apa-apa"
(Kalau sudah disana, kabari Ibu terus ya, nurut sama Paman, jangan nakal, jangan kebanyakan berantem, kalau ada apa-apa sabar)Nasehat sang Ibu, menutup percakapan mereka malam itu. Rava Fadel Kuncoro, Remaja pria yang besok akan ikut pamannya bersekolah di Jakarta, akan memulai lembaran kisah baru. Tekadnya sudah bulat, dia harus bisa meninggal masa lalunya yang cukup keras disini. Meninggalkan Gengnya, bahkan meninggalkan Cinta pertamanya juga, yah meskipun bertepuk sebelah tangan juga sih. Di Jakarta nanti, Reva bertekad akan menjadi murid terbaik dan membanggakan Ibunya, setelah itu akan kuliah di UI, menikmati Taman Korea di FISIP sambil selfie-selfie. Sedang asyik membayangkan memakai Jaket Kuning, tiba-tiba Ibunya kembali masuk dan memberitahukan bahwa ada tamu di depan.
"Siapa bertamu malem-malem gini?" Decak Rava kesal, namun aura kesal langsung sirna saat melihat kawan-kawan terdekatnya yang ternyata datang.
"Wis ora bala tah, sekolahe adoh pisan?" (Sudah tidak berkawankah, kenapa sekolahnya jauh sekali?)
Tanya Robby, salahsatu teman dekat Rava yang sudah ia anggap saudara sendiri."Tetap baturan brok, tenang bae sih, sira kayak ora weruh kita bae!" (Tetap temenan dong bro, kamu kayak ga tau aku aja!)
Rava terkekeh, lalu memiting dan mejitak kepala Robby dengan penuh cinta."Kalau nanti sira jadi orang gede di sana, jangan sampe lupa kita-kita loh!" ucap Nunu sembari menyodorkan segelas minuman beraroma tape.
"Kirik, kita ora minum ciu bro!" (Anjir, gue ga minum ciu bro!) Rava menolak dengan tegas minuman berwarna kuning muda yang sahabatnya sodorkan.
"Yaelah, perpisahan, seteguk mah gapapa" goda Robby. Padahal pria itu paling tidak kuat mabuk, setengah sloki saja sudah bisa membuat Robby teler.
"Ora bae gah!, lagian katanya pada mau tobat, gimana deh?" tanya Rava pada teman-temannya.
"ini khusus nganter sira Rav, jadi anak rantau!" kekeh Nunu, lalu menegak gelas yang tadi ia tawarkan pada Rava.
"Jakarta emang ga terlalu jauh sih, tapikan tetep aja ga bakal sedeket dulu Rav" ucap seorang gadis yang daritadi lebih banyak diam.
"Iya sih Shel, tapi kan jaman udah canggih, bisa VC atau Telfon kalau kangen" nada bicara Rava selalu melembut setiap berhadap dengan gadis yang sudah menjadi sahabat dari kecilnya itu.
"Kirain kita bakal terus berangkat sekolah bareng Rav" Gadis bernama Ashel itu makin menunduk, seperti sedang menahan tangis.
"Iya sih, tapikan sekarang udah ada pacar kamu yang gantiin aku, siap nganter jemput" kekeh Rava sembari mengacak rambut Ashel.
"Iya Shel, santai bae, nanti kalau sira kangen, kita samperin ini bocah ke Jakarta!" ucap Nunu menyemangati Ashel. Logat Indramayu yang dipaksaan menggunakan bahasa Indonesia terdengar lucu.
"Tetep beda Rava" Ashel memalingkan muka, pria yang sudah dekat dengannya ini sungguh tidak peka, pacarnya saat ini hanyalah pelarian saja karena Rava yang tidak peka-peka untuk memulai hubungan lebih dulu. Dan lihatlah sekarang, pria ini malah ingin pergi jauh.
"Aku janji bakal sering-sering ngabarin kok Shel" ucap Rava.
"Janji ya!" ucap Ashel sembari menyerahkan kelingkingnya.
"Iyaa janji" kekeh Rava menyambut kelingking Ashel, yang Ashel tidak tahu, salahsatu alasan Rava pergi adalah karena dirinya tidak kuat melihat Ashel bahagia dengan pria lain. Perasaan yang ia pendam dari kecil, akhirnya musnah begitu saja.
Obrolan terus berlanjut tak berhenti, Malam itu, ruang Tamu Rava ramai dengan canda tawa.
===
"Enjel, Enjel, ga bosen tiap malem kesini terus?" Tanya seorang gadis yang dari looks-nya sudah terlihat sangat oriental sekali.
"Gimana mau bosen Jess, di rumah gue Sepi terus, percuma rumah gede tapi kaga ada orangnya" ucap gadis yang dipanggil Enjel, setelah itu dia menghisap Pod-nya dalam-dalam, dan menghembuskannya asap berwangi pisang itu.
Tempat itu dipenuhi oleh musik EDM dan muda-muda yang asyik bergoyang. Kedua gadis itu sebenarnya belum cukup umur untuk masuk, namun di negara ini tidak ada yang tidak bisa dilakukan dengan uang. Sedikit membayar lebih kepada bouncer dan berjanji tidak akan memesan alkohol, kedua gadis itu dipersilahkan masuk.
"Tipsy tipis-tipis yuk Jess" Ajak gadis yang tadi dipanggil Enjel. Nama asli gadis itu Angelia Christy. Seorang Remaja tanggung yang tinggal menunggu hari untuk masuk ke dunia SMA.
"Ga mau, mau di usir lu dan besok-besok ga boleh kesini lagi?" ucap gadis yang dipanggil Jess dengan nada galak. Nama panjang gadis oriental itu adalah Jessica Sandra.
"Ga asik lu!" Christy mencibir sahabat sejak kecilnya itu.
"Hi Ladies, berdua aja nih, sini join table Koko di sana!" tiba-tiba Christy dan Jessi dihampiri pria umur 30 tahunan, dari perawakannya sepertinya masih ketuturnan Cina.
"Koko, Koko, baju muslim lu?" tanya Christy galak "Ga usah macem-macem pak, kita berdua masih di bawah umur"
"Yeee, sok jual mahal!" cibir pria itu lantas berlalu, mencari mangsa yang lain.
"Balik aja yuk, males mood gue jadi ilang" ucap Christy dengan nada tegas. Jessi yang aslinya memang malas dengan tempat itu dengan semangat langsung mengiyakan.
"Mampir dulu ga Jess?" tanya Christy, berharap jawaban Iya dari sahabatnya. Mereka saat ini sudah sampai depan rumah Christy.
"Besok-besok aja deh, ini gue udah terlanjut ngabarin otw balik ke nyokap" jawab Jessi dengan nada sesal.
"Hmm, yaudah, see you soon ya!" ucap Christy lesu, ia berbalik badan, masuk ke rumah megahnya yang sepi. Tanpa menunggu, Bik Sukem, asisten rumah tangganya untuk membukakan pintu, Christy membuka pintu rumahnya dengan kunci cadangan. Ia langsung naik ke atas, menuju kamarnya.
Sesampai di kamar Chirsty langsung membuka bajunya dan bebersih di kamar mandi. Setelah merasa tubuhnya jauh lebih segar, Christy turun, ia melihat di meja makan yang besar masih ada lauk dan nasi buatan Bik Sukem. Christy mengambil piring dan mulai menyantap makan malamnya yang cukup terlambat itu. Sendirian, hanya ada denting sendok dan garpu, terasa begitu sepi.
To Be Continued
===
Siapa sangka, dua orang dari dua dunia yang berbeda itu akan dipertemukan dalam situasi yang wattpad banget, bosen ga sih tema begini? Hahaha, tentu tidak, karena author akan membuat cerita yang wadidiididiwiw. Tunggu di Next chapter ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
RAMAI SEPI BERSAMA
FanfictionRava Fadel Kuncoro tidak pernah menyangka kepindahannya ke salah satu sekolah swasta di Jakarta akan mempertemukannya dengan kisah-kisah yang akan membentuk masa remajanya. Kisah ini hadir dalam balutan Aksi-Komedi, Slice of Life dan pastinya Romans...