Gita memandangi halaman rumahnya yang tak begitu luas namun rindang dari teras. Di tangannya ada segelas cokelat hangat. Sore itu suasana terasa menenangkan. Gita tersenyum, teringat masa-masa ia kecil, saat masih bersenda gurau bersama ketiga temannya. Kherisma yang paling tinggi dan satu-satunya laki-laki diantara mereka, dia juga yang paling jahil namun paling perasa. Biasanya Kherisma datang bersama seorang gadis seumuran dengannya, dulu kacamata bulat selalu menghiasi wajahnya. Sekali lihat semua orang paham, bahwa gadis itu memiliki ke kaguman berlebihan pada Kherisma. Namun, masih ada satu orang lagi, gadis kecil yang begitu Gita rindukan setahun terakhir. Bocah galak, menyebalkan yang selalu paling terakhir jika lomba lari, si paling muda diantara mereka semua, gadis yang paling ceria diantara mereka berempat. Sayangnya, riang dan menyebalkan gadis itu tidak ada lagi, bersama bubarnya persahabatan mereka berempat. Kherisma dan gadis kacamata bulat itu sekarang di Mermaid Killer sekaligus Apocalypse, sedang Gita sekarang berada di OSIS, saling bermusuhan.
"Ngelamun aja" Suara tak asing tiba-tiba muncul di depan pintu gerbang rumah Gita.
Gita tersenyum getir, ternyata gadis itu, meskipun jalan mereka berseberangan, hanya dia yang sesekali masih mau datang untuk bercengkrama.
"Hi Dey, Eri mana?" tanya Gita.
"Biasalah dia mah batu" ucap Gadis bernama Dey, sudah tidak ada kacamata bulat lagi, karena sejak SMP dia memutuskan untuk memakai kontak lensa. Gadis itu duduk di kursi teras, bersebelah dengan Gita.
"Kamu warnain rambut, emang boleh?" tanya Gita saat Dey sudah duduk di sampingnya. Gita mengelus halus rambut bagian belakang Dey yang berwarna kecokelatan.
"Yah, boleh ga boleh, selama ini cuma di ingetin doang sama guru-guru" kekeh Dey.
"Aku bagian kedesiplinan Loh" Gita mendecak malas.
"Bodoamat git" kekeh Dey "Omong-omong, Kayaknya ini terakhir aku kesini deh" Dey menatap Gita lekat, nada bicaranya berubah.
"Kenapa?" tanya Gita.
"Entah, intinya mungkin bisa jadi ini terakhir kalinya kita duduk bareng gini, ngobrol as a friend" ucap Dey getir.
"Hmmm, masih ada waktu bu-"
"Ga ada Gita, waktu ga bisa balik lagi!" Dey berkata tegas "Muthe ga akan bangun lagi-" Dey begitu kuat menahan air matanya.
"Dey-" Gita berusaha mengelus punggung teman masa kecilnya yang penuh emosi itu.
"Maaf-" Dey menatap Gita, matanya basah "-Aku harus pergi"
Dey berdiri, menatap Gita lekat. Lantas dalam sepersekian detik dia melakukan hal itu, dan setelahnya kabur begitu saja sembari mengendarai motornya yang diparkirkan di gerbang depan. Meninggalkan Gita yang masih terkaget sembari memegangi bibirnya.
"Jadi, Dey selama ini?"
===
Malam Sabtu, Jaya, Azizi, Christy, Flora dan Arsha berkumpul di kontrakan sempit milik Mang Amir. Pria itu masih sibuk di warung. Namun Rava sudah mengabari bahwa akan banyak temannya yang datang. Mereka berbincang ditemani minuman soda ringan 3 Liter, Big Cola rasa Strawberry dan jajanan lainnya. Malam ini adalah malam menyusun siasat, untuk Azizi yang berhasil memuluskan langkahnya diundang Fiony ke pestanya setelah tadi sore mereka bertemu.
"Kita kalau dipikir-pikir kayak geng ga sih, kasih nama apa?" tanya Azizi tiba-tiba.
"Genggong aja?" ucap Rava asal.
Genggong adalah hewan sejenis kecoa yang sering ditemukan di Indramayu.
"Udah fokus, ini gue kabarin sama kak Windah, katanya kak Gita mau bantuin rencana elu Rav" ucap Jaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAMAI SEPI BERSAMA
Fiksi PenggemarRava Fadel Kuncoro tidak pernah menyangka kepindahannya ke salah satu sekolah swasta di Jakarta akan mempertemukannya dengan kisah-kisah yang akan membentuk masa remajanya. Kisah ini hadir dalam balutan Aksi-Komedi, Slice of Life dan pastinya Romans...