24 : Cerita ini mau dibawa kemana?

367 65 9
                                    

"Gawat!" Christy tiba-tiba menggenggam bahu Jessi erat.

"Kenapa?" tanya Jessi heran.

"Authornya kebanyakan make member aktif di di Rotasi Berat, buat geng-geng lainnya ga kepikiran!" Christy wajahnya khawatir.

"Jadi, tokohnya habis?" Jessi dahinya mengkerut.

"Iyaaaaaa" Christy frustasi.

"Pake ex member ajaaa" Jessi memberi usul.

"Tapi kalo wota tiktok emang tau dia siapa? Shalza? Milen? Lala?" tanya Christy lagi.

"Ya gapapa, pake aja udahhhh!" Jessi kekeuh.

"Terus hubungan intra dan ekstra personalnya gimana? Walaupun ini Semesta Alternatif, Authornya kan tetep mau ngambil kedekatan antar member, seperting Kherisma dengan Cangcorang, Jaya dengan Flora, Fiony dengan Ara dan Iroy, kalau asal ambil member gimana?" Christy masih tidak yakin.

"Ya jangan asal, kayak Bronx kan bisa kak Zarot sama Bang Hasykil, mereka kakak adik kan? cari-cari aja, asal jangan terlalu dibuat-buat" Jessi kembari memberi usul.

"Oke deh kalau gitu, gue kabarin authornya dulu!" Christy berlari keluar rumahnya dan tiba-tiba ketabrak truk.

=-=

"ASTAGFIRULLAH, TUHAN YESUS!" Christy terkaget bangun dari tidurnya, sampai menyebut 2 tuhan yang berbeda. Mimpinya aneh sekali, seakan-akan dia bisa menembus dinding ke-empat dari suatu dimensi.

"Kenapa Njel?" Jessi yang sudah beberapa malam menginap di kamar Christy terbangun. Sedang Flora yang ada di tengah-tengah mereka malah masih tidur santai sembari memeluk guling, tidak terganggu.

"Gapapa, mimpi buruk" ucap Christy.

"Soal Rava?" tanya Jessi.

"Bukan" sentak Christy "Ga ada hubunganya sama dia"

"Santai bosh" kekeh Jessi "masih denial aja"

Christy menatap Jessi malas. Jujur, sudah beberapa hari ini bayang-bayang Ashel menggendang Rava, Jinan merangkul Rava, Fiony dan Jinan mengecup Rava, terus membayangi kepalanya. Apa betul dia sudah jatuh cinta pada orang yang sudah ia anggap sahabat sendiri? Sumpah, rasanya aneh sekali.

=-=

"Fiony, please jangan begitu lagi!" Ara geleng-geleng kepalanya.

"Udah sukses kok Ra, ga bakal gitu lagi hehe" kekeh Fiony.

Malam itu, Ara dan Iroy baru saja di beri tahu Kherisma, Fiony beberapa hari lalu baru saja mengambil paket penuh Glue sendirian. Dia menyusup dengan memanfaatkan member Bronx yang ternyata fansnya.

"Yang jadi masalah, sekarang pasti kamu bakal dikejar-kejar sama anak-anak Bronx, jumlah barang yang kamu ambil nilainya lebih dari 20juta tau" Ara geleng-geleng kepala. "Kamu harus mikir-mikir lagi kalau mau pindah ke kubu Rava, kamu sekarang butuh perlindungan di bawah kak Feni"

Fiony tersenyum "Kenapa aku harus takut? Aku punya kalian, aku juga bisa jaga diri sendiri, lagian aku udah bertekad keluar dari Apocalypse kok, meskipun ga masuk kubu manapun"

Ara mendengus malas, sedang Iroy terkekeh dan menepuk-nepuk bahu Ara, memberikan kekuatan.

"Terserah kamu deh Fio, aku ikut aja, Lu gimana?" tanya Ara pada Iroy.

Iroy menunjukan tinjunya "10, 20, 30? Maju sini haha, musuh kalian, musuh gue" kekeh Iroy.

Fiony tersenyum dan memeluk kedua sahabat yang sudah ia anggap keluarga tersebut.

=-=

Suatu Malam, di Markas Apocalpyse

"Sedikit jahat, tapi ini keputusan yang terbaik" ucap Feni.

"Kalau mereka malah mati gimana?" Kekeh Kherisma.

"Ga akan, dua orang itu, ga akan mati cepet" ucap Feni yakin "Aku ke Rava, kamu ke Martin ya!"

"Hahaha sulit juga, tapi oke!" Kherisma lantas keluar dari Markas, pergi mencari Martin.

=-=

 Di sudut gang gelap, Martin berjalan, dia heran mengapa pria itu ingin bertemu. Namun yang jelas dia harus menanyai langsung orang itu, pesan yang orang itu bilang adalah.

"Hari itu, bukan cuma Jesslyn yang pergi"

Sosok itu sedang menghisap rokoknya dalam, sembari bersender di tembok bangunan tua yang ada di gang itu. Seperti di film-film saja.

"Jadi?" Martin langsung to the point "Gimana lu bisa kenal kakak gue?"

"Dia temen gue, temen Dey, Temen Gita juga" jelas Kherisma "Lebih deket sama Dey dan Gita sebenarnya" Kherisma menghisap rokoknya dalam.

"Waktu almarhum pergi, karena kejebak tawuran antar geng waktu itu, pelakunya, yang---" Kherisma tidak tega menyebutkan kata itu, Martin wajahnya sudah mengerasa, jelas sedang menahan segala emosinya "-- intinya, pelaku yang sama, dia juga yang ngebuat Adik gue, Koma di Rumah sakit, dari setahun lalu, kondisinya masih sama"

"Kenapa lu cerita ini ke gue?" tanya Martin.

"Karena, kakaknya udah berhasil gue masukin penjara" ucap Kherisma "Tapi bukannya kapok, dia sekarang nunjuk adiknya buat gantiin posisi dia di Bronx"

"Jadi elu yang udah menjarain bangsat itu?" Martin kaget.

Kherisma mengangguk "Adiknya, gue ga bisa nyentuh dia, karena posisi gue yang sekarang sulit, tapi si pembunuh, bukannya tobat di penjara, dia ngendaliin pasar narkoba di daerahnya melalui adeknya, lu ga mau kan orang yang ngebunuh Jesslyn, keluar dari penjara, malah disambut kekayaan dari barang haram?"

Martin mendengus kasar "Gue paham arah bicara lo"

Kherisma terkekeh "Rava, dia juga kayaknya bakal ngincer mereka, mending kalian kerjasama"

Martin pun mengangguk lalu memutar badannya, pergi dari situ. Sesaat dia menengok dan berkata "Thanks, kalau Hasykil ga elu penjara, gue yang udah di penjara karena bunuh dia"

=-=

"Fiony kemarin dikejar-kejar karena bawa Narkoba punya mereka dan dia ngelakuin itu karena kakak ngasih syarat itu kalau mau keluar dari Apocalypse dan gabung sama circle aku?" Rava mengulangi cerita Feni.

Feni mengangguk "Dan kemungkinan mereka sekarang bakal ngejar Fiony, apapun caranya" jelas Feni.

"Kamu jangan nekat Rav, kalau emang mau ngejaga Fiony dari mereka, coba ajak Martin, dia punya masalalu sama kakak ketuanya Bronx" ucap Feni lagi.

Rava mengangguk paham, dia tidak bodoh, jelas Feni ingin menghindari konflik langsung Bronx dengan Apocalypse dengan memanfaatkan dirinya dan Martin, untuk menghabisi geng itu. Tapi dia juga tahu, ingin di taruh mana mukanya, saat Fiony rela bertarung nyawa hanya untuk membuktikan keseriusan dirinya menjadi teman, dia malah diam saja?

=-=

Martin dan Rava saat ini sedang bersiap, kabar dari Feni, tiap malam minggu anggota Bronx akan berkumpul di markas mereka, berpesta. Tapi karena mereka habis kecolongan, besar kemungkinan, malam minggu ini akan jadi malam evaluasi. Martin mengambil keling, tinjunya tidak sekuat kakinya, ia butuh senjata tambahan.

"Bawa senjata apa rav?" tanya Martin.

"Tongkat baseball" ucap Rava menunjuk tongkat yang ia pinjam dari Sisca.

"Sangar" kekeh Martin.

"Kalian paham kan kalau kalian cuma jadi kambing hitam, biar bronx fokus sama kalian daripada ngincer Apocalypse?" Jaya yang sedang menyiapkan batonnya, dia memaksa ikut saat mendengar kabar Rava dan Martin akan menyerang Bronx berdua.

"Tau" jawab Rava dan Martin dengan tampang tengilnya.

"Dua manusia goblok" kelas Jaya "terus kenapa tetep lanjut?"

"Karena gue cowok sejati" ucap Rava ambigu.

"Karena seperti rindu, dendam juga harus dibayar tuntas" ucap Martin.

"WALAH BOCAH EDAN KABEH" Jaya masih kesal, jujur dia tidak suka teman-temannya dimanfaatkan seperti itu. Maka dari itu dia memaksa ikut untuk bisa menjaga mereka, padahal Jaya yang paling lemah.

"Ayo, kita hajar mereka terus lapor BNN!" kekeh Rava.

Bersambung!


RAMAI SEPI BERSAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang