24. Gelang kayu

2 2 0
                                    

"Dulu aku juga sempet punya trauma sama Piano dan Mamah  kayak kamu sekarang ini, tapi perlahan aku bisa sembuh dengan bantuan Tante aku juga sih soalnya dia Psikiater." Ucap Dara.

"Kalau boleh tahu, apa penyeababnya?" Ucap William dengan nada yang rendah.

"Waktu itu usiaku 6 tahun..." Dara pun menceritakan kronologi saat Wanda berusaha untuk menghilangkan nyawanya dan berniat untuk bunuh diri.

"Terus sekarang Tante kamu dimana?" Ucap William.

"Sudah 8 tahun mereka tinggal di Jerman tapi udah beberapa minggu ini mereka balik ke Bandung, mereka yang memiliki Rumah Sakit ini dan bekerja di sini." Ucap Dara.

"Keren.." Ucap William.

"Mau ku kenalkan pada mereka?" Ucap Dara.

"Boleh?" Ucap William.

"Boleh." Ucap Dara.

***
Ceklek..

Suara pintu membuat Dara terbangun dari tidurnya.

Ya, Dara dan William tertidur setelah berbincang cukup lama.

"Eh Dara, bukannya kamu sudah pulang ya?" Ucap Meira.

"Eh Tante?" Ucap Dara seraya mengucek matanya.

Dara dan Meira pun berbincang di ruang tunggu agar tidak menganggu William yang sedang istirahat.

"Lagi ada masalah ya sayang?" Ucap Meira, Dara hanya tersenyum membalasnya.

"Gak papa cerita aja sama Tante, anggap aja Tante itu Ibu kamu sendiri!" Ucap Meira seraya mengelus rambut Dara lembut.

Dara menahan air matanya untuk tidak keluar, lidahnya terasa kelu, dan dadanya terasa sesak karena menahan amarah dan rasa sedihnya.

"Kenapa?" Ucap Meira seraya mengelus pundah Dara lembut.

Tangis Dara pecah saat itu juga, tubuhnya bergetar ia tak kuasa lagi menahan amarahnya.

Meira pun memeluknya, berusaha menenangkan.

"Nangis aja gak papa." Ucap Meira masih memeluk Dara.

Baru saja Dara ingin membuka suara namun air matanya terus keluar dan lidahnya terasa kelu.

Dara meleraikan pelukannya.

"Tan, kalau misalnya Tante di hadapkan sama suatu kenyataan yang mana itu menjawab semua pertanyaan yang ada di benak Tante tentang mengapa mereka begitu membenci dan tidak menginginkan Tante apa yang akan Tante lakuin?" Ucap Dara.

"Ya Tante akan intropeksi diri, meminta maaf atas kesalahan yang Tante lakuin dan belajar untuk terus menjadi orang yang lebih baik dari hari sebelumnya." Ucap Meira.

"Tapi ini berbeda Tan, bukan tentang kesalahan yang Dara perbuat." Ucap Dara.

"Lalu?" Ucap Meira, Dara menelan salivannya dan menitikkan air matanya lagi.

"Ini tentang kesalahan mereka di masa lalu yang membuat Dara lahir sebagai aib mereka." Ucap Dara.

Meira mengerti apa yang Dara maksud.

"Ya Allah sayang.." Ucap Meira merasa iba, ia menghapus air mata yang mengalir dari mata Dara dengan ibu jarinya.

Dara pun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarganya.

"Sayang.. Itu artinya kamu sudah Allah takdirkan untuk hidup, mau sebanyak apapun cara mereka untuk membuat kamu tidak lahir ke dunia ini jika Allah sudah mengatakan Kun pasti Fayakun." Ucap Meira.

"Tapi.." Ucap Dara yang terpotong.

"Dara, Allah memberikan kehidupan untuk kamu, agar orang-orang yang sudah berbuat kesalahan itu sadar atas apa yang mereka perbuat, jangan terus berkata demikian karena kamu adalah sebuah anugerah yang Allah beri untuk kita." Ucap Meira.

Day & NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang