Bab 1 : Jantung Berdangdut Ria

808 37 2
                                    

- SELAMAT MEMBACA -

BAB 1

Siang di tengah hari Senin Kimi benar-benar mendatangi tempat yang tertulis di kartu nama dari Pria waktu itu. Dengan sepeda klasik warna putihnya yang setia menemani Kimi, Kimi pun sampai di gedung tinggi pencakar langit. Dahinya penuh berkeringat lantaran cuaca sangat terik sekali hari ini.

Kimi berganti pakaian di toilet dikantor tersebut. Ia tak peduli dengan tatapan heran para pekerja saat mereka bersamaan membasuh tangan. Usai itu Kimi keluar dari toilet dengan penampilannya yang berubah 360°. Dari yang tadi mengenakan seragam putih abu-abu berubah kemeja croptop dengan celana cubrai serta perpaduan warna keduanya yang pintar membuat Kimi tampak lebih elegan dan dewasa.

"Tuan!" Kimi menyebut pria kemarin dengan suara keras sampai beberapa karyawan memandangnya risih. Tapi yang namanya Kimimela Maureen tidak akan acuh pada hal-hal tersebut. Ia malah menyamperi pria yang berhenti menunggu dirinya.

Ghaaziy—nama sosok pria kemarin yang meminta Kimi datang langsung merasakan kebahagiaan membuncah begitu Kimi betulan datang ke perusahaan. Meski bahagia, Ghaaziy tetap bertahan diraut wajahnya yang dingin dan rahang tegasnya. Jika ada yang memerhatikan, Ghaaziy tetaplah manusia normal yang mewujudkan kebahagiaannya dengan mata yang lebih cerah dan gestur tubuhnya yang setia menunggu setiap langkah Kimi.

"Tuan?" sebut Ocean, asisten Ghaaziy yang hendak makan siang bersama.

Ghaaziy mengisyaratkan Ocean untuk pergi. Lalu ia menatap Kimi yang tersenyum tipis kearahnya. "Ikuti saya!" ajaknya.

Kimi menahan lengan Ghaaziy yang tertuju pintu keluar kantor. "No! Disini saja!" Kimi tampak diam saja tak melangkah.

"Oke. Kita ke kantin." Ghaaziy mengambil jalan lebih dulu lalu diikuti Kimi yang masih merangkul tas punggung dan beberapa paper bag.

Ghaaziy dan Kimi duduk sebelahan di sofa makan paling pojok. Mereka memesan makanan nasi padang dan air putih. Kebetulan jiwa Vlog Blogger Kimi keluar saat melihat jajaran makanan tradisional di kantin kantor ini. Mereka sama-sama menyukai makanan berat tapi tubuh masih terjaga.

"Kamu graduation?" Ghaaziy bertanya karena melihat puluhan gift mini memenuhi paper bag Kimi.

Kimi merasa aneh dengan sifat Ghaaziy yang bertanya. Apalagi saat mengingat kemarin kejadian di Mel's Caffe dan disitu Ghaaziy seperti pria dingin tak berperasaan. Ia tak sengaja melihat telapak tangan Ghaaziy yang merah lalu ia meringis. Tapi itu belum seberapa dengan Kimi yang sering kena letupan minyak panas, batin Kimi sambil menepis perasaan bersalah terus menerus.

"Hanya upacara kelulusan saja belum perpisahan," jawab Kimi.

Ghaaziy hanya diam menanggapi.

"Perihal tanggung jawab saya harus apa? Apa bisa ditebus dengan uang pengobatan luka Anda?" Kimi meminta negosiasi karena malas berurusan dengan pria asing disampingnya.

"Tidak. Uangku sudah banyak," jawab Ghaaziy datar dan terkesan mengejek ditelinga Kimi.

Rasa-rasanya Kimi ingin mengumpat saja. Tapi terlanjur pesanan mereka datang sebelum Ia mengeluarkan sifat jeleknya.

Mereka pun makan dengan tenang. Keduanya dapat mengundang atensi para karyawan yang berada di kantin. Kata mereka yang suka gosip, "Tumben sekali Pak Boss bersama perempuan, modelan anak kecil lagi."

Kimi melirik sinis beberapa perempuan yang mengatai dirinya kecil. "Anak kecil begini seksi!" batinnya menjerit.

"Kantin disini buka umum enggak?" tanya Kimi penasaran.

Ghaaziy menggeleng. "Khusus karyawan itupun jumlahnya banyak. Jika dibuka umum aku tidak bisa membayangkan."

"Tapi saya bisa. Pasti para orang kaya kesini buat cicipi makanan khas daerah yang super duper enak banget. Apalagi dialas daun pisang. Saya kasih bintang seribu per sepuluh, sih!" Kimi seperti memberi review pada Ghaaziy yang jadi pendengar. Bagi Kimi ini nasi padang nomor 2 yang enak dan nikmat setelah milik Mang Yusuf—langganannya ketika SMP.

Ghaaziy mengangguk. Ia fokus memerhatikan bibir Kimi yang berceloteh yang ia anggap sangat menggemaskan. Ghaaziy dalam hati ingin menggigit pipi Kimi yang merona walaupun dalam keadaan tenang.

Merasa diperhatikan Kimi menoleh sekilas karena jantungnya mendadak berdangdut ria ketika menatap mata tajam Ghaaziy. Mulai sekarang bagi Kimi menghindari tatapan Ghaaziy suatu keharusan karena Kimi takut jatuh dalam pesona mata tajam yang menyimpan ratusan misterius.

"Cepat habiskan! Kita harus membahas pekerjaan kamu," Ghaaziy berkata dingin.

"Ck, iya!" Kimi berdecak kesal. Ghaaziy kembali mood dingin jika menyangkut pekerjaan lain hal diluar pekerjaan mungkin Ghaaziy akan bertanya suatu hal pada Kimi.

Usai itu, Ghaaziy berjalan berdampingan Kimi yang tingginya sampai hidung Ghaaziy. Hal ini dapat membungkam para manusia lambe turah yang tadi mengejek body Kimi. Nyatanya Kimi berkali lipat lebih mempesona. Tubuhnya yang tinggi 176cm dan termasuk jajaran body gitar spanyol.

"Kamu harus menjadi asisten rumah tangga dirumahku selama enam bulan," ucap Ghaaziy.

Dug! Kimi menendang kursi meja kerja Ghaaziy. Ia berdiri untuk menegakkan keadilan untuk dirinya sendiri. "Apa?! Gadis centil mempesona ini berani jadikan babu? Big No!" tanyanya dengan nada speechless.

"Tidak juga, lebih tepatnya teman satu atap." Ghaaziy menyahut tenang.

"Ck, sama aja! Berani banget kamu nyuruh seorang putri jelita ini jadi babu. Kalau saya laporkan ke Papa pasti beliau bisa marah besar!" Kimi dramatis sampai membuat wajahnya seolah-olah Papanya betulan marah besar.

Ghaaziy mengulum senyum melihatnya. "Oh, ya? Marahnya seperti apa, coba?"

"Seperti ini!" Kimi membuat wajahnya segarang mungkin disertai gerakan tangan yang dibuat layaknya amarah Papanya meletup-letup seperti air mendidih. Mulutnya juga membeo dengan berkata, "Wosh wosh wosh."

Ghaaziy tertawa kecil melihat antusias Kimi saat menjawab pertanyaannya.

Raut Kimi kembali datar begitu menyadari Ghaaziy yang tertawa dan sayangnya juga membuat ketampanan Ghaaziy 2 kali lipat. Kimi pura-pura membenarkan rambutnya lalu kembali duduk rapi seperti awal. Bisa gawat jika Ghaaziy menyadari Kimi yang terpesona dengan ketawanya.

"Aku tidak akan takut, Nona."

"O-oh ya sudah! Saya akan menerima tantangan dari Anda!" Kimi berseru tegas karena Ia tak ingin dianggap remeh hanya dimintai jadi asisten rumah tangga saja tidak mau.

"Oke, deal! Ceritakanlah sepuasmu pada Papamu, aku menunggu Papamu menemuiku." ucap Ghaaziy kembali mode datar.

Kimi menggeleng. "Tidak! Saya tidak sepayah itu untuk menceritakan hal-hal sepele kepada Papa. Memalukan." balasnya bikin Ghaaziy tersenyum sangat tipis mendengarnya.

Hari-hari Kimi yang selalu ceria dan bahagia akan dihadiri rasa tanggung jawab yang dianggap Kimi sebagai tantangan. Tantangan baik atau buruk, jika sudah keputusan maka Kimi akan menjalaninya. Dengan adanya ini batin Kimi bersyukur karena Ia akan terhindar dari masalah mendatang yang ditimbulkan oleh temannya. Kimi sangat yakin itu.

Tbc.

S E E  Y O U  N E X T  C H A P T E R

V O T E

C O M M E N T

S H A R E

F O L L O W

.。⁠*⁠♡ T H A N K S ♡*。⁠.

A Naughty Little Butterfly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang