Bab 2 : Manusia Jelmaan Genduruwo

466 26 1
                                    

-SELAMAT MEMBACA-

BAB 2

Setelah menahan Kimi untuk pulang bersamanya, Ghaaziy terus saja tersenyum-senyum sepanjang perjalanan pulang dari kediaman Kimi. Si supir tampak menahan geli karena si boss tumbenan bahagia sampai senyumnya menyamai joker. Tapi karena hal itulah, si supir tak dimarahi walaupun jemputnya lumayan lama ke kantor.

"Pak Car, kira-kira perempuan itu suka apa?" tanya Ghaaziy.

"Suka uang," jawab Carli—si supir Ghaaziy yang usianya lebih tua.

Ghaaziy berpikir sejenak kemudian menggeleng. "Dia sepertinya sudah kaya, jadi uang apalah gunanya?" gumamnya yang didengar oleh Carli.

"Menurut putri saya, perempuan itu masing-masing kepribadiannya. Nak Ghaaziy bisa tanyakan langsung pada Nona Kimi perihal love language," ujar Carli.

Ghaaziy menyetujui usulan Carli. Ia akan bertanya esok ketika Kimi berada di rumahnya. Ia betulan tak sabar menanti hari-harinya yang akan dibantu oleh Kimi. Gadis rambut pink gelombang sudah menarik Ghaaziy dalam pesona cantiknya. Dan Ghaaziy siap menarik ulur Kimi untuk siap masuk dalam jeratannya.

"Kimimela Maureen? Namanya sangat cantik seperti sosoknya."

****

Kimi menyeret tubuhnya yang lelah menuju kamar yang berada di lantai 2. Dia ingin berendam untuk merilekskan tubuhnya yang pegal-pegal. Baru saja ingin membuka pintu, ia dikejutkan dengan suara dari belakang tubuhnya.

"Kimi," sebut orang itu, lembut.

Kimi menoleh lalu mengangguk. "Mama pulang kapan?" tanyanya sambil menyalami Mamanya yang sudah lama tak jumpa.

"Tadi saat kalian upacara kelulusan, sayang." Clara mengusap bahu anak bungsunya yang semakin kurus menurutnya.

"Kamu kurusan, Nak?" tanya Clara. Ia begitu lembut memperlakukan anak bungsunya yang jarang mendapat perhatian dari kakak-kakaknya.

"Enggak. Ini diet, Mama." Kimi menjawab singkat. Ia menghargai Clara yang selalu memerhatikan dia walaupun tidak ada ikatan darah. Clara memang Ibu Tiri yang usianya masih terbilang cukup muda yaitu 35 tahun.

Clara tersenyum tipis. Ia mengusap pipi Kimi yang seketika sang empu memejamkan mata. "Sehat-sehat terus ya, Nak. Mama sebentar lagi tidak bisa mendengar kamu bercerita karena Mama ingin menggugat Papa."

Meski agak terkejut, Kimi tahu hal itu. "Mama enggak mau bertahan lagi sampai Mama sehat? Mama itu sudah Kimi anggap Ibu peri yang baik hati. Mama selalu tersenyum walaupun Kimi bikin nakal sama kakak-kakak demi perhatian mereka."

Clara menarik tangan Kimi ke sebuah sofa panjang. Mereka duduk, lalu Clara menatap sendu Kimi. "Mama perempuan miskin, Kimi. Jika Mama bertahan demi kesehatan Mama, Mama akan merepotkan Papa."

Kimi menggeleng tegas. "Enggak! Papa kaya! Harta Papa banyak! Dipakai untuk terapi Mama enggak akan habis! Jika Papa pelit akan Kimi bayar pakai uang Kimi!" Ia beranjak masuk kamar. Kimi berniat pergi ke kediaman Ghaaziy malam ini juga bukan pukul 3 pagi seperti yang dipinta Ghaaziy.

Kimi memasukkan pakaian formal dan non-formal serta masing-masing 2 set saja. Ia bahkan tak menggunakan koper tapi tas cangklong yang biasa ia gunakan untuk bersekolah. Tas hitam yang digunakannya sejak menduduki bangku SMP sampai sekarang masih terlihat awet meski beberapa kulitnya mengelupas.

Sebelum benar-benar pergi ke kediaman Ghaaziy, Kimi mandi terlebih dahulu supaya tubuhnya kembali siap mengayuh sepeda sejauh entah berapa kilometer. Yang pasti Kimi menyediakan 2 botol air mineral masing-masing ukuran 2 liter untuk persediaan di jalan.

"Semoga Mama menemukan jalan yang benar, amiiin." Kimi meninggalkan rumah di pukul 8 malam dengan menaruh secarik note yang diselipkan pintu kamar. Ia yakin ketiga kakaknya belum pulang karena sudah kebiasaan sejak remaja jika hari-hari biasa fokus dengan usaha masing-masing.

Dear Mama Clara, Ibu Peri
Kimi sayang Mama.
Kimi enggak mau Mama pisah sama Papa.
Kimi janji akan sekolah sampai tinggi kalau Mama Clara mau sembuh.
Love you, Mama!

****

Tidur Ghaaziy terusik karena mendengar ketukan pintu kamarnya. Ia beranjak untuk mengecek siapa gerangan. Ternyata Carli yang belum tidur dengan raut khawatir. "Ada apa, Pak?"

"Ayo, ikuti saya saja!" Carli berjalan lebih dulu diikuti Ghaaziy yang masih kebingungan.

Ghaaziy terkejut begitu mendapati Kimi yang tengkurap sambil menangis. Ia mempersilahkan Carli pergi sebelum menyamperi Kimi yang mengoceh. Dia menggeleng dibuat kelakuan unik Kimi.

"Hua, Papa! Rumahnya jauh banget! Kaki Kimi mau copot Papa! Hiks hiks hiks... Kenapa kamu enggak tetanggaan aja, sih?!" Kimi menangis dengan menutup kedua matanya.

"Kalau kita tetanggaan, nanti aku enggak bisa antar jemput kamu," sahut Ghaaziy.

Deg! Kimi terdiam mendengar kalimat itu. Ia merasa dejavu. Tangisnya mulai mereda menyisakan kekosongan otak yang seakan mati suri.

"Kenapa Kakak enggak tetanggaan sama rumah Kimi, sih! Jauh tahu kalau harus bolak-balik main sama Kimi!"

"Hahaha, tentu tidak jauh kalau hati kita sudah dekat. Lagipula kalau kita tetanggaan, nanti aku enggak ada usaha supaya bisa jemput kamu."

"Bangun! Kalau mau berenang ke kolam renang!" ucap Ghaaziy.

Kimi kembali sadar. Ia mendongak untuk melihat wajah si pelaku. "Hua, Papa! Disini ada manusia jelmaan genduruwo! Gede bangeett," Ia kembali menangis.

"Heh?!" Ghaaziy langsung memelotot. Ia menyambar tas cangklong milik Kimi lalu ia bawa ke dapur. Merasa tidak ada yang mengikut, Ghaaziy kembali ke ruang tamu untuk menjemput Kimi.

"Kimimela, mau jalan sendiri atau bopong?" tawaran Ghaaziy sontak membuat Kimi melirik sinis.

Kimi membalikkan badan menjadi telentang. Lalu tangannya disatukan ke atas. "Kaki saya masih terasa jelly," ucapnya.

"Terus?"

"Maunya digeret," rengek Kimi.

Ghaaziy mengulum senyum. Ia meraih dua tangan Kimi yang menyatu lalu menuruti keinginan Kimi yang tampak pasrah digeret olehnya.

Kimi mengedarkan pandangan ke sekeliling rumah besar milik Ghaaziy. Lalu Kimi sangat yakin bahwa Ghaaziy ialah sosok yang telah mengisi hatinya sejak belia. "Haduh! Pelan-pelan dong, Sir! Kerudung mahal saya hampir kecantol kaki meja," celetuk Kimi. Karena fokus membatin ia sampai betulan pasrah.

Ghaaziy lagi-lagi menurut. Ada yang berbeda dari Kimi malam ini yaitu mengenakan abaya warna mocca dengan hijab pashmina yang senada. Cantiknya beribu muncul walaupun baru saja menangis.

"Menangis saja cantik. Apalagi kalau ketawa?" gumam Ghaaziy seraya tersenyum kecil.

"Sir! Kenapa yang dibawa hanya sarung tangan saya?! Sayanya ketinggalan!"

Tbc.

S E E Y O U N E X T C H A P T E R•

V O T E

C O M M E N T

S H A R E

F O L L O W

.。⁠*⁠♡ T H A N K S ♡*。⁠.

A Naughty Little Butterfly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang