Bab 7 : Percikan Cinta dalam Resep

307 17 2
                                    

-SELAMAT MEMBACA-

BAB 7

"Ya Allah, Sir!"

Pagi-pagi suasana di rumah Ghaaziy terlihat kacau balau. Lebih tepatnya berada di dapur yang dijadikan tempat bertarung Ghaaziy dengan tepung dan telur. Kimi yang terbangun hendak menunaikan solat tahajud pun harus rela turun ke lantai pertama demi menengok suara wadah stainless jatuh ke lantai. Kini, Kimi disuguhi pemandangan Pria yang sedang memindahkan kukusan bolu ke piring.

"Lagi-lagi gosong!" gumam Ghaaziy ketika memerhatikan penampilan bolu buatannya yang sedikit gelap.

Kimi mengamati pergerakan Ghaaziy yang sedang menghias bolu. Tangannya melipat didada sambil tubuhnya bersandar tembok. Pemandangan yang sangat menyegarkan mata, batin jomlo Kimi meronta-ronta. Tubuh atletis Ghaaziy terekspos sia-sia jika tidak menikmati pahatan sempurna itu.

"Kimimela, apa yang kamu lihat?"

Mata Kimi sontak berkedip, lucu. Ia menegakkan badan lalu pura-pura merapikan hijabnya. Sejak kemarin dijemput oleh Ghaaziy, Kimi memutuskan untuk memakai hijab terus untuk menjaga martabatnya. Ia tak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Saya hanya lihat keadaan dapur, Sir! Sumpah!" jawab Kimi. 2 jarinya keatas sambil digoyangkan.

Ghaaziy diam tak menanggapi. Sesekali ia melirik pergerakan Kimi yang sedang membersihkan dapur kacau karenanya.

"Telepon tempat Mel's Caffe dan pesan nasi goreng seafood untuk menu sarapan pagi Aku dan kamu," ujar Ghaaziy tiba-tiba.

"Mel's Caffe tidak menerima via delivery, Sir!" sahut Kimi yang masih mencuci tangan di sink.

"Bagaimanapun juga harus menerima!" jawab Ghaaziy, dingin.

Kimi mendekati Ghaaziy. Ia tampak tak suka dengan sifat Ghaaziy yang terkesan memaksa. "Loh? Jangan gitu dong, Sir! Tolong hargai peraturan pihak Mel's Caffe. Dasar, Tuan Pemaksa!" cibirnya, kesal.

Mata Ghaaziy menghunus dinetra almond milik Kimi. "My birthday's special. I just want seafood fried rice, Kimimela."

"Oke-oke, saya paham." Lalu Kimi beranjak keluar dapur untuk ke kamarnya. Azan subuh sebentar lagi akan berkumandang, jadi Kimi mau tidak mau harus menyudahi adu tatap dengan Ghaaziy yang dapat mendebarkan hatinya.

"So?" Suara berat Ghaaziy bikin Kimi berhenti melangkah.

"Saya akan memasak nasi goreng seafood permintaan Anda, Sir. Bersabarlah! Karena sekarang fajar mulai menyingsing," jelas Kimi.

Ghaaziy mengangguk singkat. Ia pun memindahkan bolu yang sudah dihias ketengah meja supaya tidak diserobot oleh manusia gila. Tak lupa diberi note tepat samping piring bolunya.

Bolu enak buatan Kimimela untuk Sir Ghaaziy.

Usai itu, Ghaaziy beranjak ke kamarnya untuk bebersih. Lalu menunaikan ibadah solat subuh di sebuah masjid terdekat.

Sedangkan Kimi, setelah solat subuh dan membaca ayat surat yasin, Ia langsung menuju dapur untuk memasak makanan permintaan Ghaaziy. Resep nasi goreng seafood di Caffe nya mudah namun membutuhkan waktu cukup lama. Tapi Kimi suka rela memasak tersebut demi hari lahir Ghaaziy.

Meskipun Ghaaziy belum ingat padanya, tapi Kimi yakin pelan-pelan ingatan Ghaaziy akan kembali. Ya, Kimi menanti hari itu. Dan Kimi selalu berusaha dan berdoa kepada Allah. Semoga percikan cinta dalam resep ini mampu membuat Ghaaziy minimal merasakan dejavu.

****

Disebuah rumah kayu berada di bukit terdapat seorang gadis yang sedang menghias sebuah gaun dengan benda kecil yang biasa disebut payet. Dari semalam Ia mengerjakan gaun itu untuk acara perpisahan adiknya yang diadakan besok pagi. Sinar mentari mulai muncul menandakan hari sudah pagi. Rencananya gaun itu harus dikirim hari ini juga.

"Hey, Mimora!" sebut seorang anak kecil yang muncul dari belakang tubuhnya.

"Halo, sayang!" Imora mengecup sekilas pipi putranya. Ia tersenyum tipis melihat Alvaro sudah wangi dipagi hari.

"Hari ini Al sarapan masakan Bibi, ya? Mimora mau menyelesaikan gaun ini untuk Aunty Kimi." Imora terkekeh kecil ketika Alvaro cemberut.

"Lagi-lagi Al harus makan masakan Bibi yang rasanya pahit. Al tidak mau, Mimora! Al mau mampir ke rumah Bibi Dona saja, oke?"

Imora mengangguk. "Jangan nakal dengan Lesya, Al! Jika Mimora dengar kamu bikin jahil sama Lesya, Mimora tidak akan masak nanti siang. Mengerti, sayang?"

"No! No! Eca itu lucu banget, Mim!"

"Alvaro," sebut Imora dingin. Ia melanjutkan kegiatannya dan membiarkan Alvaro yang pergi keluar rumah. Kemungkinan anak hasil temuannya ditong sampah itu meniru sifat ayah kandungnya dengan sifat tengilnya.

Tak lama kemudian, Imora telah menyelesaikan gaunnya. Sudah siap packaging tinggal diantar oleh supir yang sedang jalan keruangannya. Dia pun menyerahkan sambil berpesan singkat, "Tolong antarkan sebaik mungkin supaya gaun terlihat tetap aman dan rapi."

"Baik, Nona!"

Imora beranjak ke dapur untuk memasak menu makan siang bersama Alvaro. Ia berharap semoga kali ini gaunnya diterima oleh Kimi untuk acara perpisahan besok. Dalam hati ia sangat menyesali perlakuan dulu kepada adiknya yang sangat butuh kasih sayang dari sekitar. Belajar dari mengurus Alvaro, Imora tahu bahwa uang bukanlah segalanya.

Drrtt drrtt drrtt.

Ponsel Imora berbunyi, pun ia mengangkat panggilan dari supirnya yang ditugaskan untuk mengantarkan gaun Kimi. "Halo, Paman?"

"Sudah saya serahkan langsung pada Nona Kimi, Nona."

Imora tersenyum singkat mendengarnya. "Oke, Paman. Thanks," ucapnya lalu menutup sambungan telepon.

Senyuman haru muncul menghiasi wajah ayu Imora yang wajahnya 11 12 dengan Kimi. Ia memasak dengan hati gembira karena sebentar lagi ia bisa mendapatkan maaf dari Kimi dan mengobrol bersama. Namun, kebahagiaan itu tak lama setelah dia mengangkat sebuah telepon dari Kimi.

"Halo, Kakak! Ke-kenapa kakak mengirim sebuah gaun yang berlumuran darah kepada Kimi?"

Deg!

Tbc.

• S E E Y O U N E X T C H A P T E R •

V O T E

C O M M E N T

S H A R E

F O L L O W

.。⁠*⁠♡ T H A N K S ♡*。⁠.

A Naughty Little Butterfly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang