بسم الله الرحمن الرحيم
•••
"Cinta memang indah, tapi hanya berlaku jika takdir membuat cinta itu bersatu. Takdir juga indah, tapi hanya berlaku jika cinta ada di dalam takdir itu. Dan kedua hal itu tak berlaku dalam hidupku. Malah justru, aku terjebak diantara kedua hal itu."
-Rangga Zaydani Al-Fathir-
~•Happy Reading•~
*****
Semilir angin senja menerpa kulit. Sejuk dan menenangkan jiwa. Namun, hawa indah itu tak mampu menghilangkan kegundahan sepasang anak Adam itu.
Keduanya kini tak lagi berada pada atap yang sama. Pertikaian tadi membuat mereka harus terpisah jarak untuk sementara waktu. Sementara waktu yang belum tentu. Sementara waktu yang entah akan berakhir atau justru terus berlanjut seumur hidup.
Di atas ketinggian balkon, Rangga menatap langit. Hamparan awan dengan background jingga kekuningan sedikit menenangkan raganya, tetapi tidak dengan hati dan pikirannya yang sedari tadi terus berperang.
"Argh!..." Pekiknya.
"Kenapa malah jadi gini sih?" Tanya-nya menyesali apa yang terjadi.
Ia menunduk lesu, menempatkan kepalanya di atas pagar balkon. Setetes air mata jatuh tanpa diminta. Apakah ini kali pertama ia menangis? Tidak, ia sering menangis dalam kesendirian. Di tengah-tengah kesedihannya, sang ibu datang mengusap punggungnya. Wanita paruh baya itu seolah tahu jika sang putra saat ini sedang membutuhkan tempat untuk bersandar, yakni ibu.
Rangga menghentikan tangisannya merasakan hangatnya usapan itu. Ia membalikkan badannya menatap sang ibu.
"Mama." Ucapnya kemudian menghapus jejak air mata di wajahnya.
Ia kembali tegar, walau kenyataannya tidak. Namun, ia berusaha melakukan itu agar terlihat baik-baik saja. Bukankah itu hobi manusia?
"Ada apa Ma?" Tanya Rangga sambil memaksakan sebuah senyuman kecil.
Raisa membalas senyuman itu. Ia paham, bahkan sangat paham posisi Rangga saat ini. Naluri seorang ibu yang cukup kuat membuat ia ikut merasakan kesedihan Rangga. Di tatapnya lamat-lamat wajah putranya itu. Jelas masih terlihat kesedihan di sana.
"Nggak usah di tahan. Kalo kamu kamu mau nangis, nangis aja. Laki-laki juga manusia." Ucap Raisa.
Rangga terdiam menunduk kepala menatap lantai dan kembali menumpahkan air mata. Raisa langsung memeluk Rangga, membiarkannya menangis sampai reda.
"Ma, Rangga bodoh, Rangga jahat, Rangga..." Ucap Rangga ditengah tangisnya.
"Nggak, kamu nggak bodoh, kamu nggak jahat. Jangan tanya gitu lagi ya?" Ucap Raisa tak suka dengan ucapan Rangga.
"Semua ini salah Rangga Ma. Andai aja Rangga bisa nerima Rania dari awal, andai aja Rangga nggak janjiin apapun ke Nayla, andai aja Rangga bisa ngontrol emosi Rangga. Semua ini nggak akan terjadi Ma. Ini salah Rangga, Rangga yang salah. Rangga emang bodoh Ma." Ucap Rangga menyesali semua kebodohannya.
"Nggak Rangga nggak. Kamu nggak bodoh. Ini juga bukan sepenuhnya salah kamu." Ucap Raisa.
Rangga melepas pelukan sang ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta [END]
Roman d'amourCinta yang terhalang oleh takdir? Apa jadinya ketika kita tidak bisa bersatu dengan orang yang kita cintai? Dan justru, malah harus bersatu dengan orang yang tidak kita cintai. Begitulah kisah Rania & Rangga. Rangga Zaydani Al-Fathir, seorang putra...