Part 1

1K 85 2
                                    

Garin tidak tau apa yang harus dia lakukan.

Saat pertama kali bertemu dengan Polisi itu, yang sang kepala keluarga sebut seorang relasi, ia hanya ingin menggodanya.

"Pak Marcell, do you want a gift?",

"Eee, no thank you"

Dan dari setiap reaksi yang dia lakukan, selalu membuat Garin semakin ingin menjahili Polisi tersebut.
.
.
.
.
.
Terkadang ketika Garin sedang senggang, ia selalu berkeliling kota berharap bertemu dengan Polisi favoritnya.

Menggodanya, sampai si Polisi tersebut menelfon sang kepala keluarga untuk menjemput anak kodoknya.
.
.
.
.
.
Awalnya, Garin melakukan ini karena dia bosan, ia butuh teman. Bukan seperti Echi yang selalu menjadi partner in crime nya, ataupun Krow maupun Jaki yang selalu mengajaknya berkeliling kota sambil menjahili penduduk lain.

Ia hanya ingin seseorang yang selalu memperhatikannya, berbicara dengannya dengan nada yang berbeda, meresponnya dengan banyak gerakan, dan juga menatapnya dengan berbagai ekspresi.

Ia senang dengan keluarganya, ia senang dengan tatapan bangga dari Rion, suara tegas dari sang kepala keluarga, dan juga sikap dari seorang ayah.

Ia senang dengan tatapan sendu Caine, suara lembut dari sang wakil ketua, dan juga perhatian yang seperti seorang ibu.

Ia senang dengan anggota keluarga lainnya, mereka selalu menganggapnya seorang adik yang perlu di lindungi maupun kakak yang selalu dapat diajak bercanda.

Tetapi terkadang ia juga lelah, Lelah dengan semuanya.

Ia lelah ketika keluarga nya tidak memandang serius dirinya, ia lelah ketika tidak ada yang mendengarkannya.

Ia selalu membuat orang lain tersenyum dan tertawa, tetapi apa ada yang bisa membuatnya tertawa juga?

Ia butuh sesuatu yang berbeda, dan perbedaan itu ia dapatkan dari Polisi favoritnya.
.
.
.
.
.
Garin sangat penakut, dia tidak berani bertemu ataupun bertatapan dengan Polisi tersebut secara langsung, ia selalu mencuri kesempatan ketika Polisi favoritnya sedang di panggil oleh sang kepala keluarga, ataupun saat pertukaran informasi, itu adalah waktu terbaiknya.

Awalnya Garin tidak tau perasaan apa yang ada di dirinya, ia selalu bersemangat ketika waktu untuk bertemu dengan Polisi favoritnya itu tiba, jantungnya selalu berdetak dengan kencang bahkan mungkin bisa melompat keluar dari dadanya, perutnya seperti teraduk hingga ia hampir muntah, ia selalu merasa pusing dengan keadaan sekitarnya, tangannya tidak bisa diam, dan telapak kakinya terasa basah.

Hingga akhirnya, sang wakil ketua memperhatikan gerak-geriknya, "Garin, are you okay?" Suara lembut itu bertanya padanya.

"I'm okay Mami, don't worry about me"

Dan sikapnya itu pun tak luput dari perhatian sang kepala keluarga.

"Kalo ada apa-apa bilang, jangan di pendam sendiri" ucapnya pelan sambil menepuk kepala Garin.

Dan Garin hanya mengangguk sambil tersenyum kecil.

"Yes Papi"
.
.
.
.
.
Lagi dan lagi ia terluka.

Lagi dan lagi perang tidak dapat di hindarkan.

Saat ini Garin berada cukup jauh dari lokasi perang dengan luka tembak tepat di paha kanannya dan juga bahu kirinya, ia beruntung timah panas tersebut tidak mengenai dada nya, jika lawannya tersebut tidak meleset, mungkin saat ini jantungnya yang sudah tidak berdetak.

Garin berbaring lemah sambil memandang langit, meresapi rasa sakit yang perlahan menjadi mati rasa di daerah yang terluka, Dihiraukannya darah yang terus keluar.

Our Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang