Part 2

655 76 4
                                    

Hanya butuh waktu 10 menit bagi Marcell untuk sampai ke rumah sakit, dengan panik Marcell menggendong Garin menuju ruang IGD.

Melihat adanya pasien gawat darurat para perawat yang menjaga IGD langsung menyuruh Marcell meletakkan Garin di salah satu bangsal di ruangan tersebut, dengan cepat mereka mengecek keadaan Garin hingga di putuskan bahwa Garin harus segera di operasi.

Marcell terus mengikuti bangsal Garin menuju ruang operasi, hingga akhirnya ia di tahan oleh salah satu dokter agar tidak masuk ke ruang operasi.

Marcell menunggu, ia takut, entah mengapa saat ini ia sangat panik, takut, tidak dapat berfikir. Di hiraukan nya panggilan telepon yang entah dari siapa itu yang terus menerus menelponnya, ia hanya tidak perduli.

Di sandarkan punggungnya pada tembok rumah sakit, kakinya lemas, ia langsung jatuh terduduk di lantai rumah sakit.

Entah mengapa ia seperti ini, biasanya ia tidak seperti ini jika terjadi perang. Kenapa ia takut?, Apa yang ia takutkan?.

Selang beberapa menit akhirnya Rion dan Caine sampai, tidak hanya mereka saja, tetapi anak-anak mereka yang lain juga ikut, mereka terlihat panik.

"Gimana anak gua?" Adalah kata pertama yang Rion katakan ketika dia sudah di depan Marcell.

Menghela nafas, Marcell mencoba berdiri, kakinya entah mengapa terasa lemas, dengan tangan bergetar dia menyalakan sebatang rokok.

"Lagi di operasi, keadaannya gak terlalu bagus, dia udah kehilangan banyak darah, pas di bawa dia udah gak sadarkan diri"

Semua yang mendengar penjelasan Marcell hanya terdiam, tidak biasanya Garin mendapatkan luka yang lebih parah daripada yang lain.

Akhir-akhir ini, Garin memang lebih banyak diam, dia tidak akan keluar rumah jika tidak di ajak oleh Echi, ataupun yang lain.

Ia hanya akan diam di kamarnya, berbicara seadanya jika di tanya, bahkan melamun di belakang rumah. Mereka yakin, Garin terluka karena dia tidak fokus.

Butuh waktu 2 jam lamanya untuk Garin di operasi, dan itu tergolong operasi yang lama.

Anak-anak yang lain sudah Rion suruh  pulang untuk istirahat di rumah, awalnya mereka menolak, apalagi Echi, Mia, Krow dan Jaki yang lebih keras kepala tidak ingin pulang karena ingin terus menunggu Garin.

Tetapi akhirnya mereka menyerah ketika Caine yang menyuruh mereka pulang.

Tinggal Rion, Caine dan juga Marcell yang menunggu di depan ruang operasi.

Sebenarnya Marcell sudah Rion suruh untuk pulang, tetapi Marcell tolak, ia ingin melihat keadaan Garin.

Lampu ruang operasi akhirnya mati, pintu ruang operasi pun akhirnya terbuka dan seorang dokter pun keluar.

"Dengan keluarga pasien?" Tanya nya.

"Iya itu saya" Rion maju ke depan.

"Sekarang pasien sedang masa observasi dulu, jika keadaannya stabil akan langsung di bawa ke ruang rawat inap, untuk luka tembak bagian paha tembus ke belakang, sedangkan bagian bahu sedikit mengarah ke dada sehingga organ dalamnya mengalami luka juga, jadi tidak heran pasien mengalami kehilangan banyak darah, saat ini pasien sudah menggunakan satu kantong darah, untuk selanjutnya tinggal menunggu keadaan pasien saja" jelas Dokter tersebut.

Rion dan Caine mendengarkan penjelasan dokter tersebut, sedangkan Marcell berdiri di belakang mereka berdua sambil mendengarkan juga, ia masih merasa marah pada dirinya sendiri, jika saja ia langsung membawa Garin ke rumah sakit, mungkin keadaannya tidak separah sekarang.

Tidak lama setelah dokter tersebut pergi, Garin pun keluar dengan kondisi masih tidak sadarkan diri, bangsal yang di tempati Garin pun di dorong menuju ruang rawat inap nya.

Terlihat lengang sebelah kiri di pasangi selang transfusi darah sedangkan lengan kanannya di pasangi selang infus, kedua cairan tersebut menetes dengan pelan menuju Vena Garin.

Hanya kesunyian yang memenuhi ruangan tersebut, Marcell terus memperhatikan Garin, mungkin saja Garin akan langsung membuka matanya, lalu menggodanya lagi.

Ia hanya berharap.

"Marcell, mending lu balik lagi aja ke kanpol, makasih udah bawa anak gua ke rumah sakit" ucap Rion memecah kesunyian.

Marcell yang namanya di sebut, menolehkan pandangannya ke Rion, "Kalo gitu gua balik lagi yah, kalo ada apa-apa bilang aja ke gua" tanpa menunggu jawaban lainnya, Marcell pun keluar dari ruangan Garin.

Setiap langkahnya terasa berat, ia tidak ingin meninggalkan rumah sakit, ia ingin memastikan bahwa Garin akan bangun, iya kan?

Marcell merasa seperti melayang, pikiran nya seperti berada di tempat lain, ia tidak ingin pergi.

Jika di ingat-ingat, ini adalah kali pertama Marcell dan Garin bertemu lagi setelah sekian lama mereka tidak bertemu, dua bulan lamanya.

Garin yang biasanya akan menjahilinya, berceloteh padanya, menunggunya di depan kanpol, bahkan sengaja tertangkap hanya untuk bertemu dengannya, seketika berhenti begitu saja.

Marcell bahkan hapal waktu-waktu tertentu bagi Garin untuk bertemu dengannya.

Namun seketika, Marcell tidak tau jam-jam itu.

Awal bertemu dengan Garin, Marcell merasa risih.

Marcell akan terus menghindar ketika Garin berada di sekitarnya, bahkan ia tidak segan menghubungi sang kepala keluarga agar menjemput si bungsu nomor tiga nya ini.

Ketika Garin sedang berbicara, berceloteh di dekatnya, Marcell hanya akan diam tidak menanggapi berharap dengan diam nya dia, Garin akan berhenti.

Marcell bahkan selalu berjalan mengendap-endap disaat ia akan keluar kanpol, memutar menuju pintu belakang, berharap tidak bertemu dengan Garin.

Meskipun itu terkadang tidak berguna, karena Garin yang entah bagaimana tetap bisa menemukannya.

Hari demi hari di lalui dengan banyaknya kejadian, pertemuan, dan celotehan, dan entah bagaimana Marcell memiliki hobi baru, ia akan selalu melihat jam sambil menunggu.

Dan jam tersebut menjadi kacau sejak berhentinya Garin di dekatnya dua bulan lalu.

Keluar dari rumah sakit, Marcell mengecek ponselnya dan menemukan sepuluh Miss call dari orang yang ia kenal, tidak ingin menambah khawatir orang tersebut, Marcell langsung menelpon balik.

"Halo" ucap Marcell sambil berjalan menuju mobilnya.

"Oh my god, Marcell!" Jawab orang tersebut.

"Iya kenapa?"

"Kamu kemana aja?, Aku udah nelpon ke kamu sepuluh kali tapi gak di angkat"

Menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Marcell menjawab, "Aku minta maaf, aku tadi lagi tugas dan mengantar korban ke rumah sakit" jelasnya.

"Huft, yaudah kita malam ini jadi dinner kan?"

Mendengar pertanyaan tersebut, Marcell merasa kepalanya berputar, ia memiliki janji, tetapi ia juga ingin ke rumah sakit untuk melihat Garin.

Marcell pun menjawab "Iya jadi, di tempat biasa kan?"

Terdengar seruan di sebrang telpon menandakan lawan bicaranya tersebut sedang bahagia, "Iya di tempat biasa, aku  langsung booking yah"

"Oke" dan panggilan pun di tutup, mengusap wajahnya kasar, Marcell pun langsung pergi dari rumah sakit menuju kanpol. Ia masih memiliki tugas.
.
.
.
.
.

Our Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang