Zavina menjaga adik-adik agar tetap aman. Di dalam ruangan ini terdapat sembilan sel, semua sel itu berisi anak-anak yang akan mereka tumbal kan. Untung saja Zavina dan Zavin berada di sel yang sama dengan para anak-anak inti bradiz lainnya.
Walaupun hari sudah semakin malam, Zavina tidak bisa menutup kedua matanya. Zavina khawatir jika ia tertidur bagaimana nasib anak-anak yang akan mereka bawa sebagai korban selanjutnya, karena Zavina sadar jika ia sudah menutup matanya mau dunia berguncang pun Zavina tidak akan bangun.
"Dek, lu nggak tidur?" tanya Zavin yang sudah mulai ngantuk.
"Lu tidur duluan aja, Bang, gue belum ngantuk."
"Jangan bohong, Na, mata lu udah keliatan sayu."
Zavina menghembuskan nafasnya pelan. "Gue cuma mau jagain anak-anak, Bang."
"Mereka aman sama kita."
"Mau sampai kapan kita disini?"
"Gue juga nggak tahu, gue nggak bisa apa-apa, Na. Apalagi kita di dalam sel, gimana caranya kita keluar?" Zavin juga cemas. Pasalnya mereka terkunci di balik jeruji besi, mau pakai tenaga dalam pun Zavin tidak akan bisa mematahkan atau bahkan menembusnya.
"Gue juga kasihan sama Braga, dia masih balita."
"Kita jagain mereka sama-sama, ya?" Zavin memeluk adiknya yang sedang menggendong Braga.
Para penculik sialan, kenapa mereka harus menculik balita yang belum bisa berjalan? Itu akan membuat nya kesulitan. Apalagi di umur Braga yang menginjak sembilan bulan pasti sangat membutuhkan konsumsi yang cukup untuk perkembangannya.
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka lebar, suara gaduh yang begitu kencang berhasil membangunkan sebagian anak-anak yang tadinya sudah tertidur lelap.
"Masuk!"
"Tolong, Pak, lepasin saya..."
"Masuk!"
"Saya mau pulang..."
Broto menampar anak laki-laki itu sampai tersungkur ketakutan, ia segera memaksanya masuk ke dalam sel yang sama dengan Zavina. Anak laki-laki itu terus menangis dan meminta di keluarkan.
Zavin sedikit menatapnya intens, sampai akhirnya Zavin mengenal anak laki-laki itu yang sama menjadi korban seperti dirinya. "Ozi?"
Merasa terpanggil Ozi pun menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya dia bertemu dengan Zavin di dalam satu ruangan yang sama. "Zavin?"
Ozi langsung menghampiri Zavin dan memohon kepadanya untuk meminta pertolongan. "Vin, bantuin gue keluar dari sini. Gue nggak mau disini, Vin, bantu gue keluar..."
"Nggak usah di bantuin, Bang." ucap Zavina judes.
Setelah menidurkan Braga sampai anak itu tenang, Zavina menaruhnya di sebelah Arva yang sedang tertidur lalu menghampiri Ozi sambil mencengkram kerah bajunya kesal. Zavina memukul pipi kanan dan kiri Ozi saat mengingat perlakuan tidak sopan nya kepada Tara. "Sialan, jadi tumbal aja lu setelah ini!"
"Berani-beraninya lu ngatain nyokap gue!"
"Gue sakit hati gara-gara lu, brengsek!"
Zavina terus memukulnya tanpa ampun. Zavin berusaha menahan tubuh adiknya dan sedikit menjauhkannya dari Ozi yang semakin ketakutan. "Dek, udah, lu bisa bunuh anak orang!"
"Biarin aja, biarin mati sekalian!"
"Gue bakal bunuh orang yang udah nyakitin Mama!"
"Lu boleh nyakitin gue, tapi jangan pernah lu nyakitin nyokap gue!" meskipun ucapan Zavina sedikit di pelan kan, namun setiap kalimat yang keluar dari mulutnya penuh dengan penekanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOODYCLASS 3 : THE LAST WAR
Fiksi Remaja10 tahun kemudian... "Zavin, malu punya Mama cacat!" Setelah saling berpencar, dan hidup bersama keluarga kecilnya masing-masing, seluruh pasukan inti mulai dari Bradiz Boy, Bradiz Girl, Katradoz dan Amorvoz kembali bersatu karena insiden yang telah...