BOOK I - CHAPTER FOUR

503 63 0
                                    

"Gue bisa pulang sendiri kok!"

Risa bilang begitu saat mereka hampir mencapai halte bus, membuat Basil refleks menoleh padanya. Mata mereka bertemu. Hanya sebentar, karena Risa langsung buang muka. Menatap Basil lama-lama membuatnya salah tingkah sendiri.

"Jujur, gue juga malas sih ngantar lo balik!"

Astaga, dia nih nggak bisa basa-basi dikit apa ya?!

Risa masih cemberut ketika ujung kakinya terantuk batu berukuran cukup besar yang berada di tengah trotoar. Pencahayaan yang minim membuatnya tidak melihat batu tersebut. Risa tersandung, tapi untungnya tidak sampai tersungkur jatuh.

"Awas jatuh!" Basil berseru jail.

Risa mendelik sewot. "Telat!"

"Lah, kok malah ngamuk?"

"Nggak ngamuk!" Cengiran Basil membuat Risa makin jengkel. "Yaudah! Kalau lo emang malas ngantar gue balik, sana balik duluan! Gue bisa balik sendiri! Selama ini, gue juga selalu ke mana-mana sendiri!"

"Pengennya gue sih gitu, tapi sayangnya nggak bisa. Nedia udah kasih perintah. Gue harus ngantar lo sampai rumah. Titik."

"Gue nggak akan bilang-bilang Nedia. Dia nggak akan tahu kalau gue pulang sendiri."

"Nggak bisa! Pokoknya gue harus antar lo sampai rumah!"

"Nurut amat. Apa jangan-jangan... lo takut sama dia karena dia sakti mandraguna ya?"

Basil tertawa keras. "Kalau menurut standar manusia... Nedia emang bisa masuk kriteria sakti mandraguna sih. Tapi gue nggak takut sama dia. Gue setia. Dan gue respect dia."

Susah bagi Risa untuk percaya kalau pemuda setengil Basil bisa punya rasa hormat pada orang lain.

"Respect atau... sebenarnya lo suka sama Nedia?"

Basil mengangkat bahu. "Not in that way."

"In what way?"

"Dalam cara yang romantis. Pasti itu yang lo pikirin kan?" Basil menjawab. "Kami masuk ke akademi pertama kali berbarengan. Di satu angkatan yang sama. Nedia lulus dua tahun yang lalu. Di angkatan kami, cuma kami berdua yang punya elemen Cahaya. Nggak heran, dia jadi lulusan terbaik."

"Dia pintar banget ya?"

Basil mengangguk. "Pintar dan kuat. Meski awalnya, orang-orang mandang Nedia lemah. Memperlakukan dia kayak guci mahal yang harus dipegang secara hati-hati. Tapi setelah dia ngalahin Luka dalam duel satu lawan satu, nggak ada yang berani meragukannya. Yah, sempat ada selentingan rumor yang bilang kalau Luka sengaja mengalah ke sepupunya, tapi gue nggak percaya. Kalau Luka beneran ngalah, dia nggak akan menghabiskan waktu empat hari penuh untuk memulihkan diri dari cedera."

Mendengar nama Luka kembali disebut, Risa jadi penasaran akan lelaki itu.

Seperti apa tampangnya dan apa yang sudah dia lakukan sehingga Basil dan Nedia bicara tentangnya seakan-akan dia adalah legenda hidup?

"Kayak yang tadi sudah dibilang Nedia, Cahaya itu elemen penting buat Dunia Bayangan. Elemen sakral yang lebih tinggi dari keempat elemen lainnya. Cahaya adalah penentu bayang-bayang. Gelap-terang ditentukan sama ada nggak adanya Cahaya. Dan berdasar legenda, bangsa Serpent bermula dari Serpentine. Salah satu malaikat dari Dunia Gelap yang tercipta dari cahaya." Basil meneruskan ucapannya. "Serpent yang punya elemen Cahaya dipandang sebagai sosok-sosok ajaib. Ditakdirkan untuk kejayaan. So far, semuanya emang begitu. Kecuali gue."

"... kenapa?"

"Soalnya gue payah. Gue bahkan belum pernah masuk ke Arx gue sendiri. Gue nggak bisa menggunakan energi magis. Wajar kalau seisi akademi menganggap gue nista. Semuanya menjauhi gue. Cuma Nedia yang baik sama gue. Makanya, gue benar-benar menghormati dia. Kalau Nedia nyuruh gue lompat ke jurang, pasti bakal gue lakuin tanpa banyak tanya. Walau yah, Nedia nggak akan begitu sih."

NOCEUR: A TRILOGY ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang