FINAL BOOK - CHAPTER TWO

286 23 0
                                    

Desa Arati tidak berubah banyak sejak kali terakhir Risa berkunjung ke sana di pekan tenang sebelum ujian tengah semester.

Meski sudah pasti, tempat itu memberikan kesan dan suasana yang berbeda di siang hari. Jika di malam hari Desa Arati penuh oleh cahaya kebiruan dari hewan-hewan bioluminescent yang hidup di kanal-kanal serta pendar jingga lentera-lentera kertas yang digantung di mana-mana, Desa Arati di siang hari didominasi warna hijau pepohonan yang berpadu harmonis dengan deretan bangunan yang mayoritas terbuat dari kayu berpelitur. Sama-sama indah, dalam cara yang tak serupa.

Berada di tengah keramaian, Risa tersadar kalau dirinya jadi pusat perhatian. Mereka yang mengenalinya kebanyakan hanya punya dua reaksi; entah menatapnya penuh penasaran bercampur rasa kagum, atau buru-buru memalingkan muka seraya menjauhinya seakan-akan dirinya membawa wabah penyakit.

"Jangan terlalu dipikirkan." Denzel berkata.

"Apanya?"

"Tatapan orang-orang saat melihatmu." Denzel membalas. "Cuma orang yang hidup di bawah batu yang nggak tahu tentang kamu. Mereka tahu kamu membunuh Milena Triloka. Mereka tahu kalau kamu adalah anak haram Shiloh Wiranata. Mereka tahu Alka melakukan segalanya untuk melindungi kamu sampai akhir. Mereka tahu kalau Luka mengkhianati ayahnya sendiri demi kamu. Ada yang menganggapmu hebat, tapi ada juga yang menganggapmu mengerikan. Bahkan ada yang percaya kalau kamu itu semacam tukang sihir yang sudah mempengaruhi Luka Diwangka dengan kuasa jahat."

"Oh." Risa tidak terkesan. "Santai aja. Gue nggak kepikiran sama sekali. Sebelum gue kenal dunia ini pun, gue udah sering dipandang sebelah mata sama orang-orang di sekitar gue. Ini sih bukan apa-apa."

Denzel nyengir. "Bengkel perhiasannya ada di ujung jembatan itu. Kita bakal sampai sebentar lagi."

"Bagus deh!"

Bengkel perhiasan yang Denzel maksud adalah sebuah toko mungil yang tertata rapi. Seorang gadis berambut hitam pekat yang dipotong sebahu menyambut mereka sopan. Dari gesturnya, Risa menyimpulkan kalau gadis itu mengenal Denzel. Gadis itu juga sempat mengangguk hormat padanya, yang Risa balas dengan senyum canggung.

"Aku mau custom liontin." Risa memulai seraya mengeluarkan vial kaca berisi abu dari saku celananya. "Mungkin dalam bentuk vial kayak gini. Yang bisa menampung abu di dalamnya. Kalau bisa yang kesegel permanen, jadi abunya nggak bakal tumpah. Tapi ukurannya lebih kecil dari vial ini, biar cocok dijadiin liontin kalung. Bisa nggak?"

Denzel melirik sepintas pada vial yang Risa taruh di atas meja kaca. Tanpa bertanya, dia sudah tahu abu milik siapa yang tersimpan di sana.

"Tentu bisa. Apa anda menginginkan liontin dalam bentuk khusus?"

"Bentuk khusus gimana maksudnya?"

"Misalnya dalam bentuk bunga atau hewan tertentu. Untuk liontin semacam ini, kami biasanya membuat rangka bentuk menggunakan logam, lalu bagian liontin yang menyimpan abu akan ditempatkan di tengahnya. Seperti semacam pengganti batu permata."

"Oh, bisa dibikin kayak gitu ya?"

"Bisa."

Risa berpikir sejenak. "Hm, bagusnya dibentuk jadi apa ya..."

"Menurutku, lotus cocok untukmu." Denzel mengusulkan. "Lotus adalah simbol kekuatan, lambang kelahiran kembali. Dia tumbuh dari lumpur tapi bersih dari noda."

Risa berdecak. "Kedengaran kayak omong kosong, tapi okelah. Berhubung gue lagi malas mikir, dibikin bentuk lotus aja kalau gitu."

"Memangnya kapan kamu nggak malas mikir—argh! Riri, sejak kapan kamu jadi sekasar ini sih?!"

NOCEUR: A TRILOGY ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang