31

107 16 14
                                    

"Kalau bahagia lo dengan cara hancurin hubungan orang lain, tentu gue nggak akan ngasih celah untuk lo nikmatin itu."

***

Serena tersenyum sumringah menatap
langit sore sembari meneguk segelas teh hangat favoritnya. Tangan kirinya yang bebas ia gunakan mengetuk-ngetuk pegangan kursi. "Hah ini sore yang sangat menyenangkan. Nggak pernah gue sebahagia ini."

"Kira-kira Lavelyn beneran akan ninggalin Astalian nggak ya? Secara dia bucin banget. Tetapi, harusnya sih sadar diri. Apalagi udah di bohongin. Kalau gue jadi Lavelyn, malu banget memilih bertahan. Lebih baik Asta buat gue yang udah terjamin 100% tulus,"gumam Serena.

Ansel yang duduk di samping Serena seketika tertawa. Ia lirik Serena yang mencebikkan bibir. "Jangan terlalu berharap. Nggak mungkin Lavelyn akan ninggalin Asta gitu aja. Kekuatan cinta mereka tuh nggak akan bisa di hancurkan. Daripada lo minta Lavelyn sadar diri, kenap nggak lo aja? Secara, lo paham Asta cintanya sama siapa. Eh, malah lo kejar-kejar."

"Gue nggak paham kenapa lo nggak pernah ngasih celah untuk gue bahagia dikit aja. Lo bilang cinta sama gue. Tetapi, omongan lo jahat tahu nggak,"ucap Serena melirik sinis pada Ansel.

Ansel menghela nafas dan meletakkan cangkir teh di meja. "Gini ya, Serena. Gue memang cinta sama lo. Tetapi, bukan berarti gue nggak mau lo bahagia. Lo bisa bahagia sebanyak yang lo mau. Kalau bahagia lo dengan cara hancurin hubungan orang lain, tentu gue nggak akan ngasih celah untuk lo nikmatin itu."

"Males banget gue ngajak lo nikmatin tea time. Mending lo keluar dari apartemen gue,"usir Serena mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Ansel terkekeh ringan dan menopang kedua tangannya di dagu. "Serius lo mau ngusir gue? Nggak mau nungguin kejutan yang gue buat?"

"Kejutan apa?"tanya Serena penasaran. Akan tetapi, pandangannya tetap ke arah lain.

Ansel menarik tangan kiri Serena untuk mendekat dan dengan cepat ia kecup pipi kirinya. "Anggap aja bayaran atas kejutan yang sebentar lagi akan terjadi."

"Wow gue lihat-lihat lo makin kurang ajar. Kenapa? Lo terpesona bisa lihat gue setiap hari? Punya pikiran apa lo tentang gue?"

Ansel menggeleng. "Nggak ada. Gue hanya mau merebut hati lo. Anggap saja tindakan gue tadi sebagai awal mula kita dekat lebih dari sahabat."

"Ogah,"tolak Serena.

Ansel mengusap puncak kepala Serena. "Jangan gitu. Lo nggak boleh nolak seseorang yang udah ngasih banyak waktunya untuk lo. Cuma gue yang ada di sisi lo, Serena. Jadi, kapanpun lo mau membuka hati. Gue siap dan akan selalu di sini. Lo nggak akan ngerasain sakit kok."

"Jangan berharap sama gue terlalu jauh, Ansel. Gue sukanya sama Asta. Lo mau berusaha keras dan melewati batas pun, itu nggak akan merubah pikiran gue untuk bisa suka sama lo. Simpen aja semua usaha lo itu. Gue nggak akan menganggap lo lebih dari sekedar sahabat,"ucap Serena segera bangkit dari duduknya.

Saat ia akan berjalan menuju dapur untuk meletakkan cangkir teh, bel apartemennya berbunyi. Ia lirik Ansel yang memberikan senyuman simpulnya. Serena mendengus kesal dan meletakkan asal cangkir tehnya kemudian berjalan menuju pintu apartemen.

Saat pintu apartemen dibuka, ia terkejut dengan kehadiran Lavelyn dengan mata yang sudah bengkak dan hidungnya yang merah. Ia memundurkan langkah di saat Lavelyn berjalan maju mendekatinya dengan tergesa-gesa. Reflek, punggungnya menabrak meja makan yang membuat Serena meringis.

"Itu nggak seberapa dengan apa yang gue rasain,"ujar Lavelyn dengan wajah datarnya.

Serena tersenyum sinis kemudian melipat kedua tangan di dada. "Gue nggak peduli sama rasa sakit yang lo punya. Menurut gue, itu sepadan dengan apa yang gue rasain selama ini. Lo ngambil cowok yang gue suka. Ya, wajar sekarang lo alamin kesakitan. Jangan adu nasib sama gue, Lavelyn."

"Selamat lo berhasil ngancurin hubungan gue dan ya Asta bisa segera lo milikin,"ungkap Lavelyn.

Serena mengangguk. "Baguslah akhirnya lo sadar juga. Harusnya dari dulu lo gitu. Gue kasian banget sama lo. Di bohongin sama Asta dan nggak dianggap sama sekali. Makanya, lo jangan terlalu geer Asta akan cinta sama lo. Dia cuma kasihan sama lo. Suka sama orang sewajarnya aja Lavelyn. Nggak usah menggebu-gebu. Tingkah lo tuh kayak cewek gampangan."

Plak

"Lavelyn!"

Ansel berteriak ketika Lavelyn berhasil menampar kedua pipi Serena sehingga menimbulkan bekas merah. Emosi Serena meledak dan hendak melayangkan balasan tamparan, namun Ansel segera menahannya. Lavelyn tersenyum mengejek.

"Lepasin gue, Ansel!"teriak Serena dengan mata menyalang.

Ansel menggeleng. "Nggak akan gue lepasin. Lo berhak dapat tamparan itu Serena."

"Lo sebenarnya ada di pihak gue atau Lavelyn sih?!"

Lavelyn menepuk pundak kanan Serena. "Lo nggak usah mendominasi hidup Ansel. Dia emang suka sama lo. Tetapi, bukan berarti Ansel harus belain lo terus. Sesekali lo perlu sadar diri Serena atas tindakan lo ini. Gue memang nggak pernah rasain sakit di siksa sama orang tua. Tetapi, lo nggak boleh lampiasin rasa sakit itu dengan menghancurkan hubungan orang lain."

"Gue paham lo berusaha menjaga dengan baik rahasia Asta. Gue salut sama usaha lo untuk lepas dari belenggu orang tua. Setidaknya tolong jangan manfaatin rasa bersalah Asta. Dia cuma lelaki rapuh yang masih berjuang atas rasa traumanya, Serena. Lo nggak bisa mendominasi hidup seseorang agar semua hal sesuai dengan apa yang lo mau. Seakan-akan dalam hidup, cuma lo orang yang paling tersakiti. Semuanya pernah rasain sakit. Tetapi, nggak seberisik lo. Maaf kalau omongan gue keterlaluan. Maaf gue nggak bermaksud untuk menggurui bahkan meremehkan rasa sakit lo. Setidaknya tolong lo sadar atas apa yang sudah lo perbuat."

"Gue nggak masalah lo minta apapun sama Asta. Nggak papa Serena. Tetapi, jangan hancurin hidup dia dengan kehilangan orang yang di sayangi. Gue mohon berhenti. Jangan lagi ngasih tekanan ke Asta untuk ikutin semua mau lo. Jangan lagi pengaruhi Asta untuk selalu merasa bersalah. Tolong Serena. Tolongg. Setidaknya ini permintaan terakhir gue,"lirih Lavelyn seketika bersimpuh di kakinya.

Ansel berjongkok dan mengguncang tubuh Lavelyn. "Maksud lo apa ngomong kayak gitu Lavelyn?"

"Gue udah lepasin Asta. Terserah kalau Serena masih bersikeras deketin Asta. Tetapi, tolong jangan jadi luka untuk hidup dia. Gue sayang sama Asta. Gue mau dia sembuh dari rasa traumanya. Gue mau ada seseorang baru yang nggak akan ninggalin dia dalam keadaan apapun. Tolong Serena. Setidaknya ini permintaan terakhir gue."

Ansel mendongakkan kepala, menggelengkan kepala ke arah Serena yang terdiam. Seakan memberi isyarat agar menolak keinginan Lavelyn. Tetapi, yang namanya Serena tidak akan semudah itu luluh.

"Gue memang berniat untuk berhenti manfaatin Asta kok. Jadi gue harap lo bisa janji untuk pergi dari hidup Asta. Kalau bisa, pergi sejauh mungkin sampai Asta nggak punya celah untuk ketemu lo. Bisa?"

Ansel meremas kuat kedua tangannya. "Serena, jangan gila!"

Saat Lavelyn akan membuka suara, tiba-tiba...

"Permisi, paket."

...

Halo aku update lagi

Siapa yang penasaran sama part selanjutnya?

Hehe tenang yaa sebentar lagi konfliknya akan selesai kok

Jangan lupa like dan komennya.

* Published on June 1st, 2024.

Cinta Cowok Idaman!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang