Part 01.

2.2K 144 0
                                    

Arini terbangun dengan perasaan aneh. Seluruh tubuhnya terasa ringan, seolah-olah semua beban yang ia pikul selama ini lenyap begitu saja. Perlahan, ia membuka mata, dan yang ia lihat pertama kali membuatnya tersentak. Langit-langit kamar di atasnya bukanlah plafon kusam kost yang selama ini ia tinggali. Sebaliknya, yang tampak adalah langit-langit tinggi dengan ukiran indah dan lampu gantung yang megah.

"Ini... di mana?" bisik Arini, setengah terbangun.

Tangannya meraba sekelilingnya, merasakan kain sutra yang lembut di tempat tidur. Ini jelas bukan kamarnya. Kamar ini terlalu mewah, terlalu jauh dari kehidupannya yang penuh kesulitan. Seprai lembut, bantal empuk, dan aroma ruangan yang harum—semua terasa asing. Arini pun segera bangkit dari tempat tidur, mencoba memahami apa yang terjadi.

Namun, ketika ia melihat pantulan dirinya di cermin besar di sudut ruangan, ia terdiam. Itu bukan wajahnya. Wajah yang ia lihat lebih muda, lebih cantik, dengan rambut panjang yang terurai rapi. Pakaian yang ia kenakan pun lebih bersih dan terkesan mewah.

"Apa... ini? Siapa aku?" bisiknya, tubuhnya mulai gemetar. Ia tahu ini bukan mimpi. Ada sesuatu yang salah, sangat salah.

Saat itu juga, pintu kamar terbuka perlahan, memperlihatkan sosok pria tinggi, Rambutnya hitam legam, matanya tajam, dan senyum tipis tersungging di wajahnya yang rupawan. Arini langsung mengenali siapa dia.

“Adik, kamu sudah bangun,” ucap pria itu, suaranya tenang namun dingin.

Arini tertegun. Pria ini, dia adalah Alaric Elvian—protagonis pria dalam novel yang dulu sering ia baca! Dunia ini... bukan dunia nyata. Ini adalah dunia novel, dan dirinya bukan lagi Arini Pramuti. Kini, ia berada dalam tubuh Arini Elvian, adik tiri dari protagonis pria.

"Selamat datang di neraka dunia yang sesungguhnya, Arini," bisik Alaric, senyum sinis menghiasi wajahnya.

Jantung Arini berdegup kencang. Dia tahu dunia ini. Dia tahu bagaimana jalan cerita ini akan berkembang. Dan sekarang, dia terjebak di dalamnya, terpaksa memainkan peran yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

---

Arini menatap Alaric dengan campuran perasaan takut dan tidak percaya. Dunia yang sebelumnya hanya ada dalam halaman-halaman novel kini menjadi kenyataan di hadapannya. Sejenak, ia berpikir ini semua hanyalah mimpi buruk, tapi setiap detil dari tempat ini terasa begitu nyata—terlalu nyata.

"Kenapa kamu diam saja?" tanya Alaric, tatapannya dingin menusuk. "Apa kau kehilangan suaramu juga sekarang?"

Arini tertegun, berusaha mengingat peran apa yang dimainkan oleh Arini Elvian, karakter yang tubuhnya kini ia tempati. Adik tiri dari protagonis pria. Dalam novel, Arini Elvian adalah sosok yang selalu tersisih, dipandang rendah oleh keluarganya, dan hidup dalam bayang-bayang kakak tirinya yang sempurna. Jalan hidupnya penuh tragedi.

"Tidak... aku tidak bisa seperti ini," Arini berpikir keras. Ia tahu bagaimana alur cerita ini berakhir—sebuah nasib buruk menanti karakter Arini Elvian, dan ia harus mencari jalan keluar sebelum semuanya terlambat.

"A-aku baik-baik saja," akhirnya Arini berbicara, suaranya bergetar karena gugup.

Alaric mendengus, ekspresinya masih dingin. "Jangan membuatku menyesal telah membawamu ke sini, adik. Pastikan kau menjaga dirimu sendiri. Aku tidak punya waktu untuk mengurus orang yang lemah."

Arini menundukkan kepala, menahan napas. Dia harus berhati-hati. Alaric mungkin adalah protagonis, tapi dia jauh dari sosok pahlawan yang baik hati. Dalam cerita, dia sering kali kejam, apalagi pada Arini Elvian, yang tidak dianggap sebagai keluarga sejati.

Setelah Alaric pergi meninggalkan kamar, Arini menarik napas panjang dan duduk kembali di tepi tempat tidur. Ia meremas-remas tangannya, mencoba menenangkan diri.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?" bisiknya, merasa kebingungan. Dunia ini jauh dari apa yang ia bayangkan. Tidak ada cara untuk kembali ke dunia aslinya, dan ia harus hidup dalam tubuh yang bukan miliknya.

Dengan langkah hati-hati, Arini berjalan mengelilingi kamar besar itu, memeriksa setiap sudut. Segala sesuatu terasa asing, mulai dari lemari yang berisi gaun-gaun mewah hingga pernak-pernik antik di meja rias. Di atas meja, terdapat sebuah buku yang menarik perhatiannya. Perlahan, Arini mengambil buku itu dan membukanya.

Mata Arini melebar saat membaca halaman-halaman pertama buku itu. Ini adalah jurnal pribadi dari Arini Elvian—sebuah catatan tentang hidupnya sebelum ia meninggal. Arini membaca dengan cepat, mencoba memahami kehidupan gadis itu sebelum ia menempati tubuhnya. Dari jurnal itu, ia tahu bahwa Arini Elvian sangat menderita, sering kali dihina dan diabaikan oleh keluarganya, termasuk oleh Alaric.

"Jadi... ini bukan hanya cerita," gumam Arini. "Ini adalah kenyataan."

Namun, di akhir jurnal itu, ada satu kalimat yang membuatnya terkejut:

"Jika aku bisa melarikan diri dari semua ini, aku akan melakukan apa saja... bajingan itu sangat menjijikkan"

Arini terdiam. Apakah Arini Elvian juga ingin melarikan diri dari hidupnya? Apakah itu sebabnya jiwanya pergi dan tubuhnya kini dihuni oleh Arini Pramuti?

Sebelum Arini bisa merenungkan lebih jauh, suara ketukan di pintu mengagetkannya. Pintu terbuka, dan seorang pelayan perempuan muda masuk ke dalam kamar dengan anggun.

"Nona Arini, waktu makan malam sudah tiba. Tuan besar ingin melihatmu di ruang makan."

Arini menelan ludah. Ini akan menjadi pertemuan pertamanya dengan keluarga Elvian—keluarga yang bukan keluarganya. Ia tahu cerita mereka, tapi kini ia harus memainkan peran sebagai bagian dari mereka.

Dengan ragu, Arini berdiri dan mengikuti pelayan itu keluar kamar. Di dalam hatinya, ia hanya punya satu tekad ia tidak akan membiarkan takdir yang tertulis untuk Arini Elvian menimpa dirinya.

---

To be continued...

Aku adalah adik tiri protagonis pria Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang