09

1.6K 133 5
                                    

Naru memegang gagang pintu itu dengan erat. Pandangannya membuyar, ia hanya bisa melihat samar-samar orang-orang yang menatapnya dengan khawatir. Naru tersenyum getir, tiba-tiba pandangannya menggelap dan suara-suara yang terus memanggilnya terasa menghilang dengan perlahan. Ia pun terhuyung, namun ditangkap Kurama lebih dulu sebelum ia menyentuh tanah.

"Ugh, gomen ne." Lirihnya. Lalu shappire itu menutup.

.

.

Matahari dan bulan memang tidak pernah bisa bersatu, tapi lain halnya jika terjadi gerhana. Matahari dan bulan berada disatu garis lurus dan seakan terlihat bersama. Meski gelap yang akan terlihat, tapi itu adalah kejadian yang langka.

Naruko terdiam. Baginya, hal yang paling menyebalkan adalah saat membujuk Naruto. Kerasnya pendirian Naruto membuat Naruko harus berfikir ekstra untuk bisa membujuknya. Sudah cukup lama bagi Naruko meminjam raga Naruto. Dan kini saatnya ia harus mengembalikan raga yang telah dipinjamnya. Tapi apa? Naruto bersikukuh tidak ingin kembali.

"Ne, kau tau?" Suara Naruko melunak, ia duduk disebelah Naruto dan menatap lurus danau yang ada didepannya. "Bagi seorang malaikat, tidak ada kata membujuk didalam kamusnya."

Naruto menoleh, "Ya aku tahu, bangsa-Mu terlalu dingin untuk bisa membujuk seseorang." Ucap Naruto pelan.

Naruto benar, malaikat memang tidak sebaik yang banyak orang fikirkan. Seorang malaikat memiliki sifat yang minim ekspresi. Mereka ditugaskan untuk membantu seseorang yang sangat membutuhkan pertolongannya. Namun, pertolongan itu hanya bisa digunakan sekali saja. Seorang malaikat telah ditugaskan untuk menjaga dan menolong seseorang sejak orang itu baru lahir dan setelahnya malaikat itu akan menghilang. Malaikat itu bisa dibilang seperti bagian yami dalam kehidupan seseorang karena mereka memang bertugas sebagai peran jahat.

Banyak orang yang memang tidak mengetahui keberadaan malaikat seperti itu. Karena malaikat akan muncul ketika seseorang yang harus dilindunginya benar-benar membutuhkannya.

"Tugasku sudah selesai. Aku harus pergi."

Naruko menoleh, sekali lagi ia menghela nafas lelah. Naruto tidak bergeming sedikitpun. Apa dia tidak mendengar ucapannya tadi?

"Naruto?!" Desis Naruko. Ia menatap dingin wajah Naruto yang mulai terlihat memucat.

"Aku akan kembali, tapi nanti." Gumam Naruto.

"Kalau begitu, kau memang berniat untuk mati."

Dengan cepat Naruto menoleh, Ia memang menyukai tempat ini tapi bukan untuk selamanya.

"Waktumu semakin berkurang, Naruto. Kalau kau disini terus, berarti kau memang ingin mati." Ucap Naruko pelan.

Naruko tersenyum hangat, ia menatap Naruto dengan sendu. "Pergilah. Kembalilah pada Sasuke. Dia sangat menyayangimu."

Tiba-tiba Naruto menangis, ia menerjang tubuh Naruko dan memeluknya dengan erat. Namun perlahan tubuh Naruko menjadi butiran-butiran cahaya kecil. Hingga Naruto semakin sulit untuk memeluknya.

"Kembalilah.."

Ucapan itu menjadi ucapan terkahir Naruko yang dapat Naruto dengar. Akan tiada lagi celotehan menyakitkan dari Naruko. Akan tiada lagi seseorang yang dapat menemaninya ketika penyakitnya sedang kambuh. Dan akan tiada lagi seseorang yang mirip dengannya itu.

"Naruko!" Naruto berteriak. Butiran-butiran itu menghilang dengan cepat. "Akankah aku bisa bertemu denganmu lagi, Naruko?" Gumam Naruto pelan.

Naruto menghapus air matanya kasar. Mengetahui bahwa Naruko adalah malaikat tentu membuatnya ingin tertawa keras. Bagaimana bisa sosok yang begitu dingin dan menyebalkan itu menjadi malaikat? Kenyataan ini membuatnya harus meneguk ludahnya, diantara percaya dan tidak. Naruko.. Sosok malaikat yang sangat mirip dengan dirinya, dan dengan berbaik hati membantu menyelesaikan semua masalahnya. Err.. kecuali satu, penyakitnya. Penyakit yang ia idap sekarang belum menemukan jalan keluar. Bahkan menurutnya penyakit itu semakin menjadi-jadi jika ia terlalu lelah. Sangat menyusahkan.

LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang