ELGARD DECLAN GENTALA tak pernah menyangka akan kembali bertemu dengan cinta pertamanya 7 tahun lalu, dengan keadaan dan status yang tidak lagi sama. Elgard membencinya. Elgard menaruh dendam padanya. Elgard menganggapnya tak ubahnya wanita simpanan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Drrtt!! Drrtt!!
Ketika baru saja masuk ke dalam mobil, Alesha tersenyum hangat kala melihat layar ponsel, Elgard lah yang meneleponnya. Tunggu! Bukankah malam ini Elgard sedang dalam perjalanan ke Hongkong? Lantas kenapa sekarang Elgard meneleponnya?
"Hallo, sayang."
Senyuman Alesha kian lebar. "Sayang, bukannya kamu dalam perjalanan ke Hongkong?"
"Karena sesuatu dan lain hal, aku mengundur keberangkatan aku."
Benarkah?
Alesha mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan ia bernapas lega kala tak melihat ada tanda-tanda keberadaan Elgard termasuk dengan mobil Elgard. Itu artinya Elgard tidak tahu apa yang telah terjadi.
"Kenapa Enggak bilang sebelumnya?"
Elgard tak menanggapi.
"Alesha, aku ingin mengundang kamu, Om Alden dan Tante Shania makan malam di rumahku."
Alesha terlihat berpikir. Tunggu! Kenapa ini tiba-tiba sekali?
"Ada apa ini Elgard? Kenapa mendadak kamu ingin kita makan malam bersama?"
"Hanya makan malam keluarga. Sudah lama juga kan kita tidak makan malam bersama?"
Benar, sudah lama sekali mereka tidak makan malam bersama. Kemudian Alesha pun menyetujui ajakan Elgard. Alesha mengajak Elgard bertemu tapi Elgard beralasan masih ada sesuatu yang harus ia tangani.
***
Dengan berderai air mata, Dinda terus melanjutkan langkahnya untuk pulang ke rumah. Setelah Gerald mengancamnya dan memberinya waktu 2x24 jam untuk berpikir, Gerald pun mengusir Dinda dari rumahnya.
"Jangan dengarkan mereka."
Dinda menghentikan langkah kala mendengar suara yang begitu familiar di telinganya. Dinda menoleh dan tangisannya semakin pecah.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dengan air mata yang tanpa bisa ia cegah mengalir di pipi, Dinda menghampiri orang itu kemudian memukuli dadanya dengan kekuatan penuh.
"Semua ini gara-gara kamu," Dinda terus melayangkan pukulannya, "Seandainya saja kamu menghilang dari hidup aku maka aku dan Dilan enggak akan ada di posisi ini."