Chapter 13

208 38 10
                                    

Perempuan itu berjalan lemah ke arah kamar hotelnya. Jantungnya berdetak cepat sampai membuat semua sendi-sendi di tubuhnya terasa sakit saat digerakkan. Dan ketika dirinya sudah sampai di depan kamar hotelnya, tubuh perempuan itu seakan kaku, ia tidak bisa langsung masuk ke kamar karena ia belum siap untuk melihat wajah ibunya. Ia takut kalau nanti saat bertatapan mata dengan ibunya, ia akan menangis di depan wanita yang selama ini terlihat sangat kuat di matanya. Dan ia tidak ingin ibunya melihat sisi lemah dari dirinya. Tidak untuk sekarang.

Tubuh perempuan itu melemah. Ia bersandar di tembok kamar hotelnya agar bisa menyangga tubuhnya yang terasa lemas. Tapi akhirnya perempuan itu memilih untuk jatuh terduduk dan menangis tanpa suara. Ia berusaha keras agar tidak bersuara karena ia takut ada orang lain yang mendengarnya menangis, walaupun lorong kamar hotel itu terlihat sangat sepi.

Perempuan itu menggigit bibir bawahnya dan mengepalkan kedua tangannya agar bisa menahan emosinya, agar suara tangisnya tidak keluar. Tubuh perempuan itu bergetar. Esok yang ia pikir akan menjadi hari paling bahagia dalam hidupnya, berubah total saat ia melihat calon suaminya berada di kamar hotel dengan perempuan lain.

Rasa sakit itu benar-benar terasa. Dan yang paling menyakitkan adalah ingatan tentang trauma masa lalunya kembali muncul di kepalanya.

"Ya Tuhan kenapa?" tanya perempuan itu lirih.

"Kenapa aku harus lihat itu semua? Kenapa aku harus merasakan sakit yang sama?" tanyanya pada Tuhan.

Dari kejauhan terlihat seorang laki-laki yang berjalan mendekat ke arah Elea dengan tatapan bingung. Lelaki yang terlihat membawa sebuah bingkisan di tangan kanannya berdiri di depan Elea yang masih menyembunyikan wajahnya dibalik dua telapak tangannya.

 Lelaki yang terlihat membawa sebuah bingkisan di tangan kanannya berdiri di depan Elea yang masih menyembunyikan wajahnya dibalik dua telapak tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Elea?" panggil lelaki itu yang kemudian ikut berjongkok untuk menyamakan tubuhnya dengan tubuh Elea.

Elea yang merasa namanya dipanggil langsung membuang muka dan menghapus air mata yang mengalir di wajahnya.

"Kamu nangis?" tanya lelaki itu kaget sekaligus khawatir. Ia membantu Elea mengusap air mata perempuan itu dengan lembut.

"Ehmm ehmm," Elea berusaha untuk menetralkan suaranya agar tidak terdengar serak. "Mas Ganin, ngapain?" tanya Elea setelah bisa menetralkan suaranya.

"Kamu yang ngapain. Ngapain kamu nangis di sini? Kamu kenapa?" tanya lelaki itu lembut walaupun nada khawatir tetap terdengar dari nada bicara Ganin.

"Enggak," ucap Elea yang tiba-tiba bingung harus menjawab apa. "Aku... Aku cuma capek aja. Dekor belum selesai sampai siang ini," lanjut Elea bohong.

Ganin mengusap puncak kepala Elea dengan lembut. Lelaki itu memberikan senyum terbaiknya. "Tenang aja, kan acara resepsinya masih buat malam besok. Pasti selesai kok." Kata Ganin menenangkan Elea.

"Emang Juno nggak bantu?" tanya Ganin yang bingung kenapa harus Elea yang merasa capek sendirian.

"Ehm itu, dia lagi urus masalah kantornya. Jadinya hari ini nggak bisa bantuin," jawab Elea yang lagi-lagi berbohong.

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang