1

502 41 8
                                    

Terik matahari begitu panas menyentuh bumi, pucuk pucuk kepala manusia berkeringat, mengeluh panas dan gerah diwaktu yang bersamaan.

Nabila menghela nafas, ia baru saja turun dari Bis yang ditumpanginya, sudah seminggu ia merantau jauh dari tempat kelahirannya ke Jakarta, sudah dua hari ini pula ia beradaftasi dari segala jenis hal yang belum ia temukan di kota kelahirannya Aceh.

"Huft". Gadis itu mengusap keringat di dahinya, ia butuh air, cuaca Jakarta benar benar tak bersahabat itu dengan dirinya, benar kata orang Jakarta itu keras.


Kamera terkalung di lehernya, Rompi kebanggannya ia pakai, Rompi dengan tulisan pekerjaan itu selalu Nabila kenakan ia amat menyukai Rompi sekaligus pekerjaanya, ya baginya menulis dan memotret adalah keinginan yang bisa ia capai sejauh ini.


"Aduh!". Nabila mengeluh, mengusap bahunya yang baru di tabrak seseorang, lelaki dengan perawakan acak acakan, memakai kacamata hitam dengan kamera yang serupa dengan Nabila terkalung di lehernya.


"Sorry Sorry, Lu gak papa?". tanya lelaki itu memastikan, ia menatap lekat lekat gadis dihadapannya, takut takut ia butuh bertanggung jawab atas kejadian tadi.


"Ga papa". Nabila tersenyum tipis, ia menggeleng, memberikan gesture baik baik saja.


"Lu bukan anak jakarta?, baru kejakarta eh?". Orang tadi kembali bertanya, bahkan mengikuti Nabila yang kini duduk diarea taman.



"Ah, Aku orang Aceh baru seminggu ngerantau di jakarta, hehe". Nabila menanggapi dengan sopan, sedikit risih dengan lelaki yang tiba tiba duduk mengikutinya, ia harus waspada karena lagi lagi bagaimanapun, Jakarta itu keras, ia tak akan tau apa  yang akan terjadi selanjutnya jika menurunkan sedikit kewaspadaannya.



"Jurnalis?". lagi, Nabila merasa risih, lagi lagi orang itu kembali bertanya.




"Iya, Dari koran Harian Terbit".




"Wah bagus dong, hebat!". Nabila diam, orang itu tersenyum tak canggung sama sekali, berbeda dengan gadis itu yang sudah sangat canggung tak nyaman.



"Jangan tegang, gue bukan orang jahat".



"Kenalin Gue Rony!". lelaki itu menurunkan sedikit kacamata hitam miliknya, mengedipkan sebelah matanya genit lalu memakai kembali kacamatanya seperti semula.


"Ah, Rony, Salam kenal, Nabila". ucap gadis itu sopan.



"Jurnalis juga?". Nabila tak tahan untuk bertanya, ia melirik leher Rony yang terkalungkan kamera yang sama dengan miliknya yang kini ia bawa.


"Hahahahahah". Rony tertawa, ia mengusap ujung matanya yang tak berair sedikitpun, lalu kembali tertawa dengan memegang perutnya saat ini.



Nabila mencebik, ia ingin pulang saja kalo begitu, biar saja, lagipula ia tak kenal dengan lelaki itu, salah sendiri ditanya malah ketawa.



Melihat Nabila yang akan berdiri, Rony dengan segera menahan tangan gadis itu, "Gue Photografer lepas, Gue biasa jual Foto foto gue disitus berbayar yang beli foto, jelas banget pekerjaan kita gak sama". jelas Rony.


"Nabila salam kenal, karena lu orang baru mari tuker kontak, lu bisa minta bantuan apa aja ke gue kalo lu butuh, gue udah tinggal dari kecil disini, gue hafal betul seluk beluk jakarta!". ucap Rony, ia menyodorkan ponselnya pada Nabila yang diam.


Ah, Nabila ingin marah kurang ajar sekali lelaki ini, ia ingin menghajarnya, baru kenal sudah lancang, lalu meminta bertukar Nomor telpon, namun demi kesopanan dan kenyamanan gadis itu mengambil ponsel Rony, menuliakan Nomornya yang ia apal di luar kepala, gadis itu sudah mempertimbangkan, lagi pula tak buruk juga, ia belum mempunyai seorangpun teman asal jakarta selama dua hari ini, selain tetangga kostnya yang rajin sekali menyapanya tiap pagi.


Raksa Frasa.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang