Sore ini, langit Kota Kembang cukup bersahabat. Tidak begitu terik ataupun terlalu berawan, cocok sekali untuk menikmati waktu di luar ruangan. Seperti Tasha, gadis itu berada dalam perjalanan menuju tempat kerja barunya. Sampai, di sini ia berada, sebuah cafe populer yang tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya. Saat mengunjunginya, banyak pelanggan di sana, memadati ruangan nyaman tersebut. Namun, hal tersebut tidak membuat dirinya terus berdiri saja menyaksikan itu semua. Seorang lelaki dengan apron coklatnya datang, menyambutnya dengan sederhana. Bahkan, gadis itu tidak menemukan senyuman di sana. Benar-benar sangat cuek, pikirnya.
"Gue Tasha, manager baru kalian. Salam kenal!"
Perkenalan singkat itu mendapatkan tepuk tangan dari lima karyawannya. Mereka berempat tersenyum cerah, lain halnya dengan lelaki yang pertama ditemuinya tadi. Sepertinya, dia memang seperti itu, pikirnya. Tidak ingin menghabiskan waktu mengurus yang tidak penting. Setelah pertemuan mendadak tadi, mereka kembali ke pekerjaan masing-masing. Tidak ingin ada pelanggan yang protes karena tidak dilayani dengan baik dan menurunkan kualitas dari tempat tersebut. Tasha bersyukur di tempatkan di sini, ia hanya perlu melanjutkan tanpa harus memulainya dari awal lagi. Ia kembali berterima kasih kepada Maminya.
"Jadi, kendala kalian di sebelah mana?"
"Sejauh ini, gak ada kendala Teh."
Tasha hanya mengangguk, membantu karyawan berkacamata bulat itu merapikan gelas-gelas yang baru dicuci olehnya. Gadis itu diam-diam memandang lelaki tadi yang sibuk dengan mesin kasir di depan, tidak begitu banyak bicara dan sangat fokus dengan tugasnya.
"Kenapa? Ganteng ya, Teh?" Tanya Ridwan, bercanda.
"Iya, tapi bukan tipe gue." Jawab Tasha, singkat.
Ridwan terkekeh, ikut memandangi lelaki di seberang setelah menyelesaikan tugasnya mencuci tumpukan gelas dan piring kecil tadi. "Haekal emang gitu orangnya, Teh. Gak suka banyak omong, tapi kerjanya paling bagus di sini. Dia lebih dipercaya sama Mami Teteh, dulu sempet ditunjuk jadi wakil manager tapi dia gak mau. Maunya di kasir atau buat kue aja cenah. Gak tau kenapa, dia gak pernah obrolin alasannya." Jelasnya, suaranya pelan.
Lagi, Tasha hanya mengangguk. "Gapapa, aman."
Ridwan pamit ke belakang untuk menata gelas, membuat gadis itu beralih ke karyawan yang lainnya. Ia mendatangi satu per satu dari mereka, mengajaknya berbicara agar bisa lebih akrab dan kenal satu sama lain. Pada akhirnya, dia sampai ke orang terakhir, Haekal.
"Gimana kerajaannya? Ada kendala?"
"Aman, Teh."
"Nama lo siapa tadi? Haikal?"
"Haekal."
"Sama aja. Oiya, lo asal Bandung asli?"
"Saya dari Sumedang, Teh. Merantau."
Tasha mengangguk, dalam jarak sedekat ini ia makin bisa melihat wajah tegas itu lebih jelas. Tiba-tiba, ia menyeletuk. "Gue rasa, lo lebih pantes jadi polisi dengan wajah kayak gitu. Lo udah dilatih jadi kasir sebelumnya, kan? Setidaknya, ekspresi lo lebih disesuaikan lagi. Biar-"
"Justru ini yang menjadi daya tarik, Teh."
Haekal menoleh, membuat siswi-siswi dengan segaram SMA itu menjeris histeris. Hal itu membuat Tasha merinding, ternyata penglarisnya ada di hadapannya. Meskipun demikian, ia ingin membuat lelaki itu lebih serius lagi dalam melayani pembeli.
"Coba lebih ramah lagi, bisa?"
"Saya usaha-."
"Tasha?"
Gadis itu menoleh saat mendengar namanya dipanggil dari belakang. Di sana, ia menemukan tetangganya tengah melambaikan tangan ke arahnya, jangan lupakan wajah cerianya itu. Tanpa diminta, Tasha mendatanginya. Mereka duduk di kursi yang kosong.
"Lo sendirian ke sini?"
Dewangga mengangguk, "iya. Daniel gak mau ikut."
"Yaudah, mau gue temenin?"
![](https://img.wattpad.com/cover/370191301-288-k64375.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
189 hours : killin' me good
Mystery / Thriller"aku tidak bisa menjamin kamu bisa mati, ataupun sebaliknya. Berdoa saja, minta yang terbaik pada Tuhan. Aku hanya boneka, menuruti perintah-Nya. Semoga, hari ini kamu beruntung lagi, Tasha."