07 Tidak ada usaha

2 0 0
                                    

"Lo cemburu?"

Haekal langsung berbalik, mengangkat piring-piring itu bersamanya ke dapur. Tidak tinggal diam, Tasha mengikutinya karena belum mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Ia tidak dapat menolak fakta, bahwa lelaki itu cukup membuatnya penasaran dengan kepribadiannya yang sok misterius ini. Dia tidak ingin kalah dan tidak berkutik lagi di hadapannya. Posisinya lebih tinggi darinya, ia ingin mengajarkan sopan santun kepadanya.

Haekal menyimpan piring kotor di tempat cuci piring, meninggalkannya saat Ridwan datang dan kembali ke tugas utamanya sebagai kasir. Ia dengan cepat melayani pelanggan yang memesan, terlihat baik-baik saja setelah mengatakan kalimat ambigu di depan tadi. Tasha masih memperhatikannya, sampai Ridwan memintanya untuk bergeser karena tidak dapat menjangkau kerjaannya. "Punten, Teh. Saya mau cuci-"

"Dia emang nyebelin, ya? Gak sopan banget."

Ridwan menatapnya tidak mengerti, maksudnya siapa? Haekal? Rekannya itu telah melakukan apa sampai membuat atasannya kesal seperti ini? Entahlah, ia hanya ingin segera membereskan pekerjaannya dan bergegas pulang ke kontrakannya untuk beristirahat. Hari ini lebih padat dari kemarin, lelaki itu mulai merasa lelah dengan rutinitas yang telah dilakukan selama dua tahun terakhir ini. Tapi, kalau tidak bekerja di sini, ia tidak dapat bertahan hidup. Tidak ada pilihan lain selain sabar dan menjalankannya.

Tasha pergi ke ruangannya, menelepon Maminya.

"Yang namanya Haekal bisa aku pecat aja, gak?!"

"Alasannya apa?"

"Gak sopan banget ke aku tau! Nyebelin."

"Kamu ini baperan banget. Dia orangnya gitu emang."

"Tapi, Mi-"

"Dia hebat kok kerjanya. Sabar aja, nanti terbiasa!"

"Ah, gak beresin apa-apa. Nanti aku lanjut, dah!"

Segala kesibukan di hari pertama kerjanya ini sampai membuatnya tidak sadar kalau sudah saatnya untuk tutup. Para karyawan membereskan kursi dan meja, sedangkan ia memperhatikannya dari atas. Semuanya bekerja dengan sangat baik, terkecuali Haekal yang tetap saja cuek kepada pelanggan. Hal itu masih membuat Tasha kesal, ia masih memikirkan cara bagaimana memperbaiki sikapnya itu. Padahal, keramahan itu harus dimiliki oleh seorang kasir.

"Teh, ayo pulang!"

Suara Ridwan menghancurkan lamunan panjangnya. Gadis itu mengambil tas kecilnya, turun ke lantai bawah untuk menghadap para karyawannya yang sudah siap pulang juga. Setelah berpamitan singkat, mereka keluar dari tempat tersebut. Haekal yang bertugas mengunci pintu, Tasha menunggunya sampai selesai. Sedangkan rekan yang lainnya sudah pulang lebih dahulu.

"Udah?"

"Udah, Teh. Perlu saya anterin?"

"Apanya?"

"Udah malem soalnya, Teh. Mami Teteh juga-"

"Gapapa, gue bisa pulang sendiri. Lo pergi aja."

Tidak memberikan penolakan, lelaki itu langsung saja pergi menuju motornya dan benar-benar meninggalkan gadis itu sendirian di sana. Melihat itu, Tasha masih tidak percaya dengan apa yang didapatkannya. Sebuah pengalaman pertama baginya.

"Dia gak ada usaha banget anjir! Kesel gua!"

189 hours : killin' me goodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang