8. Dua Hari Terpanjang

377 29 1
                                    

"Ini sama pentingnya kayak pertandingan kamu, Kak."

*

Alma memasukkan ponselnya ke dalam tas. Dia bersiap menghabiskan waktu istirahat bersama Darron, Pram, dan Gisel. Siang ini, mereka akhirnya bisa berkumpul setelah dua minggu terpisah karena jadwal pekerjaan yang berbeda di luar kota.

“Ron, yang nyetir lu ya,” kata Pram sambil menyerahkan kunci mobil pada Darron saat pintu lift terbuka.

“Yang bayar lo ya, Pram?” balas Darron, mengambil kunci dan berjalan mendahului mereka.

“Lah, kok gue yang bayar?” Pram terhenti, menatap Darron dengan ekspresi tak percaya.

“Kan biasanya gitu. Lo yang nyetir, gue yang bayar,” Darron melirik ke belakang, matanya penuh canda. Gisel dan Alma hanya tertawa mengamati perdebatan mereka.

“Iya sih, tapi sekarang lo duduk di depan ya,” sahut Pram, lalu menyusul Darron.

Gisel tersenyum, melirik Alma yang tampak bingung. Di dalam hatinya, Gisel tertawa kecil. Bisa-bisanya Alma nggak sadar kalau dua cowok tampan ini lagi coba deketin dia, pikirnya.

Saat mereka tiba di pintu keluar Lobby, sebuah suara yang familiar terdengar di telinga Alma.

“Raaa…”

Langkah Alma terhenti, mencoba mengingat suara yang didengarnya.

“Araa…”

Dia berbalik, matanya terbelalak melihat sosok pria tegap dan tinggi berdiri tak jauh darinya. Senyum di wajah pria itu, yang sudah sangat lama tak Alma lihat, membuat jantungnya berdegup kencang. Tanpa ragu, Alma berlari dan merangkulnya erat.

“Ka Jay!” serunya, menghamburkan diri ke pelukan Jayendra.

Darron, Pram, dan Gisel hanya bisa memandang takjub. Mereka mengenal Alma dalam berbagai keadaan—ceria, sedih—tapi tidak pernah melihat sisi manjanya seperti ini.

Jayendra membalas pelukan Alma dengan usapan lembut di punggungnya. Pram, yang menyaksikan adegan itu, tiba-tiba membisu. Gisel melihat Darron mengepalkan tangan, tatapannya tak bisa diartikan.

“Aku pulang cuma sebentar, Ra. Besok malam aku udah harus ke Singapura. Kamu udah istirahat kan? Mau makan sama aku nggak sekarang?” Jayendra melepaskan pelukan, menyadari ada tiga pasang mata yang menatap mereka dengan berbagai perasaan.

“Ka, aku udah janji sama temen kantor. Kita juga udah lama nggak ngumpul... Tapi bentar ya,” kata Alma, lalu berlari ke arah teman-temannya.

“Ka Darron, Ka Pram, Sel... boleh nggak aku izin nggak ikut sekarang? Jayendra cuma punya waktu hari ini. Gapapa ya?” Tanya Alma dengan tatapan penuh harap.

“Iya, gapapa Ma. Kita duluan ya,” jawab Gisel, memahami situasinya. Dia kemudian menarik tangan Pram dan Darron menuju mobil.

“Dia yang menang, Ron. Game over buat kita,” kata Pram dengan napas berat, menundukkan kepala.

Darron berjalan cepat ke arah mobilnya, membuka pintu mobil dengan kasar dan duduk seketika. Darron kemudian menoleh ke arah Gisel. 

“Harusnya ajak aja bareng kita, Sel. Kenapa dibiarkan mereka berduaan?” protesnya.

“Biarin, Kak. Mereka udah lama nggak ketemu. Lagian, kita mau ngobrolin apa sama dia?” jawab Gisel cepat, lalu sibuk dengan ponselnya.

“Kan kamu mau kenalan sama dia, Dek. Harusnya tadi pake alasan itu aja,” timpal Pram.

“Kalian kenapa sih? Alma kan bilang Jayendra cuma punya waktu sebentar. Nanti juga dikenalin. Udah, jalan aja. Laper nih,” seru Gisel, menyudahi perdebatan.

TERSIPU | Why do I still have feelings for you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang