(Hai guysss, sembari aku melanjutkan novel fiksi remajaku yang berjudul HItam dan Putih, Aku buat cerita baru nih. Semoga kalian suka dan enjoy membacanya ya...)
Happy reading and staytune untuk kelanjutannya!
***
Cuaca di pagi ini tampak begitu indah. Daun-daun berwarna orange mulai berguguran, menandakan musim salju akan segera tiba. Aku bangkit dari tempat tidur, lantas membuka gorden. Membiarkan hangatnya matahari menerpa tubuh.
Seperti biasa, kota ramai dengan para pekerja kantoran.
Wajah-wajah mereka tampak serius dengan ponsel di tangannya. Apa mereka tidak pernah merasa bosan dengan itu semua? Aku tersenyum saat melihat ada dua pasang remaja yang sedang berpacaran di taman. Taman itu berada di seberang jalan.
Lamat-lamat aku menatap mereka berdua.
Kedua remaja itu sering sekali datang ke taman. Kadang pagi, kadang sore. Mereka berduaan bukan untuk pacaran semata. Beberapa kali aku melihat ada buku pelajaran di antara dua remaja itu.
Bahagia sekali mereka dapat merasakan sensasi romansa yang seperti itu.
Bagaimana tidak? Jarang sekali aku meliat sepasang remaja seperti mereka. Kebanyakan para remaja yang memulai hubungan mereka tapi malah berujung pada hamil di luar nikah.
Jika aku pintar, apa aku bisa mendapatkan kekasih yang seperti itu?
Aku menggelengkan kepala. Beranjak mengabil handuk, lantas masuk ke kamar mandi. Pagi ini aku menerima pesan untuk menemui kepala sekolah, katanya ada hal penting yang ingin mereka bicarakan. Lagi pula, aku tidak ingin memikirkan hal itu lebih dalam lagi. Banyak hal penting yang harus kupikirkan terlebih dahulu.
Contohnya saja, bagaimana cara aku mendapatkan SMA?
Tidak seperti orang pada umumnya. Sejak dulu nilaiku selalu di bawah standar, tidak lebih dari angka tujuh. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Semuanya sudah kucoba, dari mencoba belajar bareng teman, sampai mendaftar bimbingan belajar. Namun, tidak ada satu pun nilaiku yang naik.
Sebenarnya aku ini kenapa?
"Finn Andita. Silakan masuk."
Aku berdiri dari tempat duduk, melangkah masuk ke dalam ruangan pintu yang bertuliskan 'kepala sekolah'. Terlihat seseorang berjenggot tebal, berwarna putih, tubuhnya kurus, inikah kepala sekolah yang katanya gagah itu.
"Silakan duduk."
Aku menunduk, lantas menempati kursi sofa berwarna hijau yang terletak persis dihadapannya. Pintu dengan segera tertutup otomatis, dan kami pun memulai pembicaraannya.
"Finn Andita ya," ucap laki-laki paruh baya itu dengan nada rendah.
Aku mengangguk pelan, "I...iya pak."
"Selamat, kamu dinyatakan lolos seleksi."
Mataku melebar tak percaya.
Beberapa bulan sebelumnya, aku melihat poster PPDB yang menjanjikan beasiswa bagi para pendaftar. Siswa yang mendaftar hanya perlu lolos seleksi agar mendapatakan beasiswa. Syaratnya yang mudah itu membuatku tergiur untuk mendaftar.
Dua minggu kemudian, tes masuk dimulai.
Semuanya berjalan begitu lancar. Saking lancarnya, aku sampai-sampai menggigil setelah mengerjakan semua subtest yang ada.
Saat melihat nama sekolah yang tertera di lembaran poster, aku baru jika sadar sekolah itu ialah sekolah nomor satu di negara ini. Aku syok berat. Malamnya aku demam selama tiga hari, tiga malam.
Pantas saja soalnya sesusah itu.
Namun anehnya, apa yang membuat kepala sekolah ini menerimaku?
Aku bangkit dari duduk lantas menunduk dengan tangan terkepal, sedih bercampur aduk dengan gembira. Setelah keluar dari ruangan kepala sekolah, Aku berlari menuju pintu pintu utama sekolah.
Berteriak sekuat tenaga.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Finn an His Word's
RomanceSampah... Kata-kata itu selalu berputar dalam otakku. Kenapa semua orang langsung menyebut kata 'sampah' pada seseorang yang buruk dalam akademiknya. Memang nilai akademik itu menentukan nasib dan masa depan? Kisah ini menceritakan tentang apa itu s...