"Yuhuuu...shopping!"
Mulutku dan kana ternganga melihat mall sebesar dan seramai ini. Saat Persia mengajak kami berbelanja kukira itu untuk kebutuhan rumah dan dirinya.
"Kalian semua bebas ingin berbelanja apa. Aku yang membayarnya!" teriak persia, berusa mengalahkan ramainya suara pengunjung.
Mataku terbinar-binar.
"dua jam setelah ini, kita kumpul lagi ya. Aku ingin mengajak kalian ke satu tempat lagi."
Kami mengangguk, lantas membentuk beberapa kelompok agar tidak tersasar. Aku, Kana, dan Gina menjadi satu kelompok. Kami mengunjungi toko sepatu terlebih dahulu. Itu yang diinginkan Kana. Setelah itu lanjut kemana Gina akan berkunjung.
"Selamat siang, selamat berkunjung kak." Ucap salah satu seller yang berjaga, "Ada yang bisa saya bantu?"
Kana terlebih dahulu masuk untuk melihat-lihat sebelum menjawab pertanyaan dari seller itu.
"Teman saja sedang mencari sepatu."
"Kalau boleh tahu, sepatu untuk apa ya kak? Sekolah atau kegiatan diluar itu?"
"Kana, kamu cari sepatu apa?"
"bebas, yang penting bagus dipakai untukku."
"Maaf, tolong dijarikan ya mas."
"Baik kak, mohon di tunggu."
Aku mengangguk, membiarkan Kana memilih senidir sepatu yang ia inginkan, lantas keluar dari ruko. Mencari Gina yang sudah tidak ada di tempat terakhir kali kita bersama.
Bola mataku berputar ke punjuru ruangan, mencari ruko yang kemungkinan besar akan dikunjungi Gina.
'Pameran lukisan'
Tubuhku mematung saat menatap tulisan tersebut di tengah-tengah mall. Acara itu berlangsung di lantai satu. Pantas saja tadi ramai sekali pengunjungnya.
Sepersekian detik kemudian, aku teringat dengan Gina.
Tidak mungkin gadis itu dapat sampai di sana tepat waktu, padahal kami sendiri berada di lantai lima. Aku memutar badan, kembali mencari Gina. Pasti di sekitar sini ada toko peralatan seni.
Mataku mendapati satu ruko yang bertuliskan toko peralatan tulis. Ruko itu berada di barusan kanan, tepatnya selisih tiga ruko dengan toko sepatu yang Kana kunjungi tadi. Aku coba memasukinya. Benar saja, Gina terdiam di sana dengan buku beberapa peralatan lukis di tangan kanan dan kirinya.
"Gina!"
Gadis itu menoleh.
"Finn, Aku ingin beli ini," Ia menunjukkan alat pensil yang di depannya terdapat besi lancip. Setahuku nanti diteteskan terlebih dahulu tinta pada besi baru dapat digunakan untuk menulis.
Aku pernah melihat hasil tulisan dari alat itu. Sangat indah.
"Boleh, beli saja. Sama ingin apa lagi?"
"Emm..."
"Cie...yang lagi berduaan."
Wajahku spontan memerah. Suara itu terdengar seperti Persia. Saat membalikkan badan, benar saja persia dan Kanaya baru saja masuk ke ruko. Kedua lengan mereka sudah penuh dengan tas belanja.
"Duh, kenapa kalian ini..."
Kanaya tertawa, "Kalian sedang beli apa?"
"Gina yang beli, bukan aku."
"Oh oke-oke. Eh Kana kemana ya? bukannya tadi jalan bareng kalian berdua?"
Aku mengangguk, "Kana lagi di toko sepatu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Finn an His Word's
RomanceSampah... Kata-kata itu selalu berputar dalam otakku. Kenapa semua orang langsung menyebut kata 'sampah' pada seseorang yang buruk dalam akademiknya. Memang nilai akademik itu menentukan nasib dan masa depan? Kisah ini menceritakan tentang apa itu s...