"Capeknyaaa..."
Aku mengusap keringat di dahi. Tubuhku langsung terkapar lemas ketika sampai di ujung tangga. Tangganya panjang sekali. Tidakkah ada jalan yang lebih mudah? Contohnya jalan aspal, atau yang dapat dilewati kendaraan.
Di hari sabtu, aku mendapatkan surat dari karyawan sekolah bagian TU. Surat itu berisi ucapan selamat dan alamat kelas yang akan kutempati. Hari senin, tahun ajaran baru dimulai. Awalnya aneh saja saat surat tersebut.
Mengapa kemarin pihak sekolah tidak memberitahukannya secara langsung? Jadi mereka tidak perlu repot-repot mengirim surat ini.
Lagi pula mengapa harus diberikan alamat?
Saat melihat urutan kelasnya, aku mendapatkan kelas D. Entah kelas terbaik, atau terburuk aku cukup tidak peduli. Dapat masuk ke sekolah ini saja sudah cukup bagiku.
Bola mataku melihat langit. pagi ini sangat cerah.
Sayangnya perasaanku hari ini tidak cerah.
Karena apa?
Karena ternyata lokasi kelas D berada di atas bukit, lebih tepatnya bukit yang berada persis di samping gedung kelas utama. Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh ialah tangga dengan panjang ratusan meter.
***
"dia masih hidup atau tidak ya?"
Aku membuka mata
"Selamat pagi," Seorang laki laki tersenyum ramah.
Nafasku tersenggal-senggal, bola mata spontan menatap seluruh sudut ruangan yang ada. Eh, apa aku tadi tertidur?
"He tenang-tenang. Sekarang kamu ada di kelas. Tadi aku menemukanmu terbaring di halaman kelas. Kupikir murid baru, jadi kubawa kemari."
Ini ruang kelas? Rasanya berbeda sekali dengan kelas pada umumnya. Ruangan ini seperti gubuk. Bedanya hanya lebih luas dan temboknya memakai papan kayu yang cukup tebal.
"Hai, Finn, kudengar kau murid baru di sini ya?"
Aku mengangguk, lantas menyadari sesuatu. Wajahku seketika memerah. Turun dari meja.
Gadis itu tertawa, "Santai aja Finn. Angap rumah sendiri. Perkenalkan namaku Persia, aku dari desa di pinggrian kota," Persia mengulurkan tangannya.
Mataku membesar mendengarnya. Desa pinggiran? Maksudnya desa kumuh yang seluruh penghuninya orang miskin itu kan. Hebat sekali bisa sampai sekolah elit ini. Perlahan kubalas uluran tangan itu.
"Ini namanya Galen. Dia satu desa denganku. Sejak kecil kami berdua selelalu bersama," gadis itu meringis.
Galen tersenyum, "Salam kenal, adik kelas. Untuk semester ini, aku yang bertanggung jawab mengurus kalian. Semoga cept betaah ya."
Aku perlahan mengangguk.
"Oh iya. Sebelumnya, aku kenalkan yang lain dulu."
"Laki-laki kekar di sampingku ini bernama Soni dia ahli dalam permesinan, Jadi kalau kendaraanmu rusak tinggal berikan saja ke Soni," laki-laki itu terkekeh, "Sedangkan yang rambutnya panjang itu namanya Nukpana. Kamu bisa memanggilnya Pana. Ia specialis programer. Kalau masalah hacker dan game, dia jagoannya."
"Soni, Persia, dan Pana satu angkatan denganku, kelas kami berada sebelah. Sejauh ini kelas tiga hanya ada kami bertiga, sedangkan anak barunya hanya kalian berdua."
"Lalu, yang kelas dua bagaimana?"
"Tidak ada yang masuk ke kelas D tahun kemarin."
Mataku membesar tak percaya. Berarti di kelas ini hanya berisikan lima orang saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finn an His Word's
RomanceSampah... Kata-kata itu selalu berputar dalam otakku. Kenapa semua orang langsung menyebut kata 'sampah' pada seseorang yang buruk dalam akademiknya. Memang nilai akademik itu menentukan nasib dan masa depan? Kisah ini menceritakan tentang apa itu s...