Seminggu berlalu begitu cepat. Jika ditotal, sudah empat kali persia dan Galen menginap di rumah. Terkadang, Soni ikut menemani. Malam ini katanya mereka semua akan datang. Aku berencana untuk mengadakan bakar-bakar daging di halaman rumah.
Ternyata itu acara yang seru sekali!
Tidak menyesal aku mengusulkannya, kami bersenang-senang malam itu. Namun walaupun begitu, Gina tetap jarang berbicara. Ia selalu membawa buku sketsanya ke mana pun. Mungkin hanya Persia yang dapat mengajaknya bicara. responnya pun hanya mengangguk, atau menggeleng.
Kami menyudahi semua kegiatan tepat di tengah malam.
Setelah membersihkan tempat pembakaran, kami tidur di ruangannya masing-masing. Persia dan Gina tidur di kamar yang dulunya milik ibu, sedangkan yang laki-laki tidur di kamarku.
Namun sekali lagi, aku tidak bisa tidur.
Pukul 01:00, bola mataku masih menatap komputer. Mencoba melanjutkan cerita sembari menghilangkan kebosanan. Sebelumnya aku ke kamar mandi terlebih dahulu.
Langkah kakiku terhenti ketika melihat kamar yang ditempati Persia dan Gina yang masih terang.
"Memang siapa yang belum tidur?" gumamku.
Aku mengintip dari sela-sela pintu yang terbuka, spontan terkejut melihat kepala Gina yang tergeletak di meja. Matanya terpejam.
Aku mengambil selimut di atas kasur lalu menyelimuti Gina.
Bola mataku terfokus pada kertas sketsa yang cukup besar di samping kepala Gina. Aku mengambilnya.
"Whoa...indah sekali!"
Dalam kertas itu, terdapat gambar seorang laki-laki yang berdiri di atas batu dengan background lautan dan seluruh ikan-ikan yang ada.
Gambar ini sangat bagus walaupun masih tahap sketsa.
Aku menjatuhkan sebuah kertas.
'Pameran lukisan internasional'
Aku tersenyum. Mungkin dengan lukisannya yang seperti ini, akan sangat mudah untuk memenangkannya.
Andai aku memiliki bakat sejak kecil seperti Gina.
"Eh..."
Ternyata masih ada bawah kertas sketsa itu, ada kertas lain yang ukurannya lebih kecil. Aku menariknya. Senyumku mengembang ketika melihat gambar seorang laki-laki yang tengah duduk di hadapan komputer. Bulan di balik jendelanya di buat begitu realistis, dengan bintang-bintaang yang begitu banyak.
Tidak salah lagi, ini aku di satu minggu yang lalu.
Ternyata gadis itu sudah tahu jika aku sedang mencoba membuat sebuah cerita. Dasar Gina, Sikapmu itu sangat sulit di tebak.
Aku meletakkan kembali kertas itu di tempat semula. Pergi meninggalkan kamar.
Menghembuskan nafas panjang.
Aku juga harus berjuang.
***
Rasa hangat tiba-tiba saja menjalar ke seluruh tubuh. Rasanya seperti di peluk oleh seseorang. Pelukan yang yang sudah terlupakan.
"Ibu sedang membuat apa?"
Perempuan paruh baya itu melepas pelukannya, tangannya dengan lembut mengacak-acak rambutku, "Ibu sedang menulis cerita, nak."
"Finn, boleh lihat?"
Perempuan itu tersenyum, "Boleh, sini ibu pangku."
Mataku terbinar-binar melihat apa yang sedang Ibu lakukan. Tangan mungilku berusaha menggapai keyboard. Menekan beberapa tombol huruf secara acak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finn an His Word's
RomanceSampah... Kata-kata itu selalu berputar dalam otakku. Kenapa semua orang langsung menyebut kata 'sampah' pada seseorang yang buruk dalam akademiknya. Memang nilai akademik itu menentukan nasib dan masa depan? Kisah ini menceritakan tentang apa itu s...