Sekarang aku melihatnya, sebuah karya yang sangat indah. Karya yang tidak ada sangkut pautnya dengan akademik. Gambar ini hobinya, bakatnya. Aku yakin jika bukan ahli, tidak ada yang bisa menggambar sebagus ini.
"Ayo pulang," gadis itu berjalan keluar kelas.
Aku melepas lamunan, "Eh. Ahh. . .iya, ayo kita pulang."
Kenapa aku jadi gugup begini.
Kami berdua turun melewati tangga utama. Satu-satunya akses jalan menuju yang menghubungkan antara kelas dengan jalan raya.
Mataku diam-diam menatapnya.
Aku penasaran dengan sifat gadis ini. Kenapa sejak tadi ia hanya duduk diam di kursinya? seakan memiliki dunianya sendiri dalam bentuk gambar. Setidaknya berbicaralah dengan yang lain agar tidak membuat khawatir.
"Finn. . ."
Aku menoleh. "Iya?"
"GINA CEPAT TURUN!!!"
Terdengar suara teriakan seorang wanita dari ujung tangga. Kepalaku spontan mendongak. Terlihat sebuah mobil hitam terpakir tepat di depan tangga dan seorang perempuan berjas rapi berdiri di depannya.
Ah, itu ibunya Gina. Eh... namanya Gina.
"Selamat tinggal, Finn."
Sebelum dapat membalasnya, gadis itu sudah berlari.
Aku ikut menuruni tangga.
Perempuan itu tampak seperti marah-marah kepada Gina, percakapan mereka terdengar berdua sangat tegang. Kepalaku menunduk saat melewatinya.
Plak
Satu tamparan terdengar. Aku terkejut, spontan mematung. Apa yang telah terjadi di sana? Apa Gina dimarahi hanya karena terlambat keluar kelas.
Plak
Aku mengatupkan gigi. Apa aku harus membantu gadis itu?
Aku membalikkan badan. Hendak memukul wajah perempuan itu, "Kenapa kau memukulnya hah!"
Dia dengan cepat menangkisnya lantas menendang perutku hingga terpental beberapa meter. Aku terbatuk-batuk.
"Heyy, siapa ini yang datang..." Dia mendekat, menarik kerahku, "Kamu mau ngapain tadi? Melakukan ini," Perempuan itu melepaskan pukulannya ke arah perut.
Aku merintih kesakitan.
"Kalau kau sampai membuat Gina terlambat lagi, aku kubuat lukamu lebih parah dari ini."
Ternyata benar. Gina dipukul hanya karena telat pulang. Kejam sekali wanita ini. Andai saja kaki ini tidak bergerak sendiri. Aku tidak akan berjalan sempoyongan sampai rumah nanti.
Namun, Aku bersyukur telah melakukannya.
"Ayo pulang, Gina, keluarga sudah menunggumu di rumah."
Tanganku menarik celana hitam perempuan itu. Melepaskan pukulanku ke arahnya, "Jangan kasar sama Gina. Kamu ini hanya pembantu kan?" ucapku sembari berusaha bangkit.
Perempuan itu menggeram, lantas kembali memukul perutku tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.
"Saya memang pembantu. Tapi saya punya semuanya yang kubutuhkan. Sedangkan kamu apa?! Hanya anak kecil yang tidak punya apa-apa. Masih berani menantang saya hah!"
Aku mendengar semuanya. Tidak punya apa-apa ya. Kenapa perempuan itu bisa tahu?
"Ayo Gina!"
Dengan tubuh lemas, aku mencoba bangkit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finn an His Word's
RomanceSampah... Kata-kata itu selalu berputar dalam otakku. Kenapa semua orang langsung menyebut kata 'sampah' pada seseorang yang buruk dalam akademiknya. Memang nilai akademik itu menentukan nasib dan masa depan? Kisah ini menceritakan tentang apa itu s...