(Sorry ya guys, agak telat uploadnya. cerita dalam bab ini cukup banyak, JAdi harus lebih teliti lagi dalam editingnya. Happy reading!)
***
Hari berlibur akhirnya tiba!
Angin kencang mengibaskan rambutku. Ternyata begini rasanya membuka jendela kereta dengan kecepatan tinggi. Mengasikkan sekali!
"Kalian kedinginan atau tidak sih?" tanya Kanaya.
Gadis itu dan adiknya ikut leburan bersama kami.
"Tidak," balas Persia singkat.
Kepalaku menoleh ke sumber suara, lantas tersenyum. Sudah berapa lama aku tidak menaiki kereta ini bersama teman-teman. Kalau tidak salah, empat tahun lalu saat perpisahan sekolah. Walaupun begitu, aku tetap sendirian. Beberapa bulan setelah orang tua berpisah, aku benar-benar susah di ajak berbicara. Itu sebabnya mereka menjauhiku.
"Finn, sekarang kamu yang jalan," ucap Galen, memecah lamunanku.
"Ah iya," Aku mengeluarkan satu kartu plus empat, "Uno!"
"Whoa, cepat sekali!" balas Soni.
"Permainan ini mudah kalau kartrumu bagus. Tadi aku mendapatkan kartu lumayan bagus."
"Hoki," kali ini Pana yang berbicara.
Aku mengangguk.
Galen mengambil empat kartu acak di kanannya. Putaran kembali dilakukan, lalu kembali lagi padaku. Aku sekali lagi mengeluarkan plus empat untuk menyudahi permainan.
"Maaf Galen."
"Argh, kalah lagi!" ucap Kana.
"Kita kurang beruntung."
Aku meringis, lantas mendengar ucapan terima kasih dari kursi sebelah. Kepalaku sekali lagi menoleh.
"Untung ada kamu, Finn jadi bisa dapat nilai bagus di UAS nya."
Memang benar, selama UAS semester pertama berlangsung, Kanaya yang membantuku belajar. Kami satu angkatan, jadi dapat dengan mudah dia mengajariku.
Beberapa kali mereka berdua datang ke rumahku, untuk belajar bersama. Seperti biasa, yang pertama kali Kana cari ialah novel buatan ibuku. Dia sampai meneteskan air liur saat membacanya.
Saat itu, aku juga memberitahu kana soal novel yang kubuat. Laki-laki itu juga sangat antusias membacanya.
"Kamu berhasil menggunakan konsep terbaik milik ibumu, Finn."
"Benarkah?" mataku terbinar-binar.
Kana mengangguk, "Hanya perlu diperbaiki penulisan dan tata bahasanya. Selain itu sudah tepat sasaran kok."
Sepersekian menit kemudian, aku meminta maaf pada kanaya karena telah mengabaikannya. Gadis itu sama sekali tak menghiraukannya, ia malah menyuruhku untuk belajar dengan Kana.
"Yaudah, aku melihat Gina dulu ya."
Aku mengangguk.
Kami berdua menghabiskan waktu di depan komputer hingga sore hari tiba. Hari itu aku benar-benar sangat puas. Karena ada Kana, aku jadi mendapatkan lebih banyak ilmu lagi.
"Aku tidak menyangka Gina akan mendapatkan rangking satu pararel. Saat melihatnya ke kamar waktu belajar bersama di rumah Finn waktu itu, aku melihat Gina hanya melukis. Awalnya aku ingin menyerah, tapi saat melihat buku yang kuberikan untuk belajar matematika. Satupun tidak ada yang salah."
"Awalnya kukira hanya di pelajaran matematika, karena aku hanya mengajarinya pelajaran itu, tapi ternyata semua pelajaran sempurna mendapatkan nilai seratus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Finn an His Word's
RomanceSampah... Kata-kata itu selalu berputar dalam otakku. Kenapa semua orang langsung menyebut kata 'sampah' pada seseorang yang buruk dalam akademiknya. Memang nilai akademik itu menentukan nasib dan masa depan? Kisah ini menceritakan tentang apa itu s...