Pukul 00:10
Aku mengambil gelas dan termos di dapur. Sembari memasak air, aku menuangkan beberapa sendok kopi bubuk dan dua sendok teh gula pasir.
Tiga menit kemudian, termos menimbulkan suara seperti peluit. Itu tandanya air yang kurebus tadi sudah panas. Aku mematikan kompor, menuangkan air termos ke dalam gelas. Mengaduknya beberapa kali.
Aku menguap, "Padahal sudah mengantuk, tapi kenapa tidak bisa tidur ya."
"Finn..."
Aku terkejut melihat kepala Gina mengintip dari sela-sela pintu kamar, "Kenapa belum tidur Gina?" tanyaku sembari mendekatinya.
"Emmm...kenapa belum tidur?" Gadis itu bertanya balik.
"Tidak tahu. Rasanya tidak bisa tidur saja. Kamu kenapa belum tidur?"
"A...aku ingin ke kamar mandi."
"Oh yaudah, hati-hati. Aku masuk ke kamar duluan ya."
Gadis itu mengangguk pelan.
Aku duduk termenung di atas kursi belajar. Sesekali menatap keluar jendela.
Hari ini bulan terlihat begitu indah, bulat sempurna. Tidak ada satu pun awan yang menutupinya. Ditambah dengan bintang yang bertaburan layaknya pernak-pernik yang berserakan.
Beruntung sekali aku dapat melihatnya malam ini. Entah butuh berapa bulan lagi sampai menjadi bulan purnama sesempurna ini.
Bulan purnama, bintang yang bertebaran di langit...
Entah mengapa aku terpikirkan sesuatu.
Aku beranjak dari kursi, lantas mengambil buku berjudul 'Orion'. Di dalam buku itu tertulis fakta-fakta tentang rasi bintang dan julukan-julukannya. Aku juga mengambil buku the book's. Membuka halaman-halaman tertentu yang mernarik perhatianku.
Novel itu bergenre Science Fiction dan fantasi.
Setelah membacanya ulang, aku memiliki ide cerita yang menarik. Aku akan menggabungkan buku 'Orion' ini dengan the book's.
Dengan gambaran adegan action yang dilihatkan dalam buku itu, pasti bagus jika di tambah unsur kekuatan, seperti mutasi genetik. Lagi pula aku juga tidak pernah melihat cerita yang seperti ini.
Aku pintar sekali!
Dimulai dari membuat karakternya. Contohnya seperti sifat, kegemarannya, dan masalah yang akan mempertemukan mereka di awal cerita.
Dari artikel yang kubaca kemarin, para remaja lebih menyukai cerita dengan prolog yang tidak bertele-tele.
Aku membuka komputer, menuliskan kata-kata yang berhubungan dengan jalur cerita yang kubuat di kolom pencarian.
Semangatku membara sekali!
Selamat tinggal kebosanan, selamat datang dunia kepenulisan.
***
Besoknya, kami bertiga berangkat setelah sarapan. Pagi ini Persia memasak balado terong. Bumbu-bumbunya langsung meresap begitu menyentuh lidah, menciptakan rasa yang sangat sedap.
Sampai di kelas, aku langsung terlelap hingga sore tiba. Persia yang membangunkanku.
"Sudah sore Finn, kasihan Gina nungguin tuh."
Mataku mengerjap, "Jam berapa?"
"Jam lima."
Aku bangkit dari duduk, menggeliat. Sekilas, terlihat Gina dengan wajah datarnya sedang mengintip di balik badan Persia.
"Kamu tahu, persia dari tadi berusaha membangunkanmu."
"Iya kah? Maaf-maaf, aku ngantuk sekali karena semalam tidak bisa tidur."
"Ti...tidak apa-apa."
Aku tersenyum, "Makasih ya..."
Gadis itu membalikkan badan, mengambil tasnya yang sudah siap untuk di bawa pulang. Ia terlebih dahulu keluar dari kelas.
"Finn, jangan lupa tugasmu ya."
Aku mengangguk, "iya-iya."
"Sip, yok pulang."
Sebelum berpisah di trotoar, Persia memberitahu jika dirinya sesekali akan menginap lagi di rumahku. Aku mempersilahkannya. Yah...hitung-hitung dapat makan enak yang gratis.
Sampai di rumah, aku langsung membersihkan diri di kamar mandi. Niatnya, setelah ini aku ingin membuatkan omurice untuk Gina.
Namun, niatku itu langsung buyar ketika mencium aroma sedap dari arah dapur. Bola mataku membesar saat melihat Gina memasak.
"Gin..."
Eh tapi, apa dia akan mendengarkanku? Mungkin dibiarkan sajalah.
Aku masuk ke dalam kamar, membuka komputer lantas melanjutkan proyek novel yang kubuat. Hari ini sudah mulai membuat prolog ceritanya.
Lima belas menit berlalu. Karena tidak enak dengan Gina, aku keluar kamar untuk mengeceknya. Gadis itu sudah mulai meletakkan piring di meja makan.
"Whoa..."
Gina terkejut.
"Eh, maaf-maaf."
Ia menggeleng.
"Kamu masak apa?"
"Ma...masak kari ayam, sama sup wortel."
Aku mengendus aromanya, "Hmm...sepertinya enak. Aku coba ya..."
Gadis itu mengangguk.
Tanganku menggapai piring yang sudah tersedia di samping penanak nasi. Aku mengambil segumpal nasi, lantas menuangkan kari ayan dan supnya.
Bola mataku membesar saat kuahnya terasa di lidah. Ini sangat sedap! Sama seperti yang dimasak Persia.
Aku mengicipinya lagi, "Enak sekali! Ternyata kamu pintar masak ya."
Untuk pertama kalinya, gadis itu tersenyum, "Syu...Syukurlah kalau kamu suka."
Tubuhku mematung cukup lama. Ya ampun, lihatlah senyumnya—manis sekali.
Baru kali ini aku melihatnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Finn an His Word's
RomanceSampah... Kata-kata itu selalu berputar dalam otakku. Kenapa semua orang langsung menyebut kata 'sampah' pada seseorang yang buruk dalam akademiknya. Memang nilai akademik itu menentukan nasib dan masa depan? Kisah ini menceritakan tentang apa itu s...