Rumi gak mau sekolah

465 104 5
                                    

Sebagai seorang ibu dan bapak, Ayu dan Pram ingin anak - anaknya tumbuh sebagai anak yang pintar seperti keinginan orang tua pada umumnya. Berbagai sumber parenting sudah mereka cari tahu dan terapkan kepada kedua anaknya. Ada yang berhasil dan ada juga yang tidak.

Sekolah sejak dini sudah mereka lakukan kepada putri sulung, Hazel. Dan hasilnya berhasil, Hazel mulai sekolah di umur 3 menuju 4 tahun. Selain karena Ayu sudah tidak punya waktu banyak untuk mengurus Hazel dirumah, ia juga ingin Hazel belajar banyak diluar rumah.

Namun, apa yang berhasil diterapkan kepada Hazel bukan berarti berhasil juga pada Rumi. Berbanding terbalik dengan kakanya, Rumi lebih suka bermain.

"Gak mau," tolak Rumi kepada Ayu, "gak mau sekolah bu."

Ayu menghela nafas, "sekolahnya juga banyak main kok. Nanti kalau di sekolah Rumi bisa main sama banyakkkk temen.," Ayu terus meyakinkan kepada Rumi jika sekolah tidaklah menyeramkan.

Tapi tetap, jawaban Rumi adalah tidak. 

"Yaudah kalau belum mau, nanti aja masuk TK umur 5 tahun," ucap Pram. "Kalau di paksa juga gak akan bagus ke anaknya, biarin dia main aja sesuka dia."

"Kamu tau kan sekolah Hazel waktu itu kayak gimana? Gak belajar doang, banyak mainnya juga, jadi bermain sambil belajar."

Pram menarik tangan Ayu, mengelusnya lembut agar Ayu bisa tenang. Setelah agak tenang, Pram kembali menyampaikan pendapatnya mengenai Rumi yang tidak mau masuk sekolah. 

"Coba kamu bawa Rumi ke sekolahnya, survei kecil - kecilan lah biar dia tahu maksud kamu belajar sambil bermain tuh kayak gimana. Kali aja setelah itu dia tertarik."

Akhirnya Ayu mengangguk setuju dengan ide Pram.

𓆝 𓆟 𓆞 𓆝

Keesokan harinya, Ayu membawa Rumi berkunjung ke sekolah Hazel dulu. Mereka melakukan mini tour disekitar area sekolah, bermain juga di taman bermain sekolah agar Rumi mau untuk memberikan keputusan yang sama dengan Ayu.

Tapi saat mereka tiba di kelas - kelas, Rumi menangis di pelukan Ayu. Baru kali ini Rumi tidak mau berinteraksi dengan orang - orang. 

"Kenapa Rumi gak mau sekolah? Kan seru taman mainnya besar, ibu gurunya juga baik - baik kan?" 

Ayu dan Rumi duduk di taman sekolah, berteduh dibawah pohon besar sambil menikmati angin hangat di siang hari. Tangis Rumi sudah mereda. 

"Hiks, gak mau bu," tangisannya kembali terdengar.

"Sstt, gak boleh nangis ah, berisik nanti ganggu yang lagi sekolah," Ayu menyeka air mata yang membasahi pipi Rumi lalu memeluknya sampai benar - benar tenang.

Survei sekolah akhirnya Ayu akhiri lebih cepat dari prediksinya. Mereka hanya mampu mendatangi satu sekolahan saja, padahal rencana awalnya Ayu mau berkunjung ke beberapa list sekolah yang menjadi pilihan Ayu untuk sekolah Rumi kelak. 

𓆝 𓆟 𓆞 𓆝

Di rumah, Ayu menceritakkan kepada Pram apa yang terjadi siang tadi. Dan Pram merasa, reaksi berlebihan Rumi seperti harus dipertanyakan. Tidak seperti biasanya Rumi menangis saat melihat anak - anak sebayanya. Rumi termasuk anak yang cukup friendly.

"Rumi takut sekolah ya?" tanya Pram yang langsung diangguki oleh Rumi. "Takut kenapa? Emang apa yang bikin Rumi takut?"

Rumi menggelengkan kepalanya, memanyunkan bibirnya. "Takut," ucapnya lalu menyandarkan badannya di pangkuan Pram.

"Iya bapak tanya, takutnya karena apa?"

"Nanti ... Rumi sendirian aja ... semuanya udah main."

Pram mencerna kata - kata Rumi beberapa menit, namun berakhir tetap tidak paham. "Maksudnya gimana? Kan nanti kenalan dulu."

Rumi menggeleng lagi, "nggak, semuanya udah temen."

"Semuanya udah jadi temen kecuali Rumi gitu?" Rumi mengangguk.

Sebenarnya selain keluarganya, Rumi tidak punya teman lain sebayanya. Jika sedang bermain bersama Hazel dan Jupi pun Rumi merasa terasingkan, karena Hazel dan Jupi sudah berteman lama katanya. Rumi tidak suka diasingkan, jika bermain dengan orang lain ia ingin hanya berdua saja bukan bersama - sama. Makanya dia lebih memilih sendiri jika sedang ramai.

"Nggak akan dong, harus berani dong anak bapak main sama - sama ya? Percaya deh sama bapak kalau Rumi temannya banyak, mainnya juga bakal seru."

"Tapi gak mau belajar," tambah Rumi lagi, dengan topik alasan lain tidak mau sekolah.

"Rumi, belajar itu gak harus ngerjain pr kayak kakak. Kan Rumi baru masuk sekolah, paling belajarnya nyanyi, mewarnai, menghitung. Gak susah kok."

Setelah beberapa percakapan tentang 'sekolah' dengan bapak. Rumi tidak menangis lagi saat diajak survei sekolah bersama Ayu. 

"Pokoknya anak bapak sama ibu harus percaya diri, oke?" janji Pram kepada Rumi.

Sejak obrolan dengan bapak, Rumi mulai menumbuhkan rasa percaya dirinya di lingkungan luar rumah. Sedikit - sedikit belajar untuk persiapan masuk sekolah di tahun ajaran baru nanti. 


(sequel) My Heart Calls Out For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang