Sembilanbelas

869 102 13
                                    

    Hari-hari berjalan seperti neraka bagi Bakugou setelahnya.

   Midoriya hanya datang untuk memberinya makan, mengambil baju kotornya, memastikan tissue toilet tersedia dan memastikan stok air minum berlimpah bagi Bakugou.

   Tapi itu tidak cukup, nafsu makan Bakugou telah berkali-lipat sejak mengandung. Dan dia selalu merasa lapar setelah memakan makanan-nya.
    Jika Bakugou terus merasa sangat lapar, perutnya akan terasa melilit dan sangat amat sakit. Seakan anaknya protes mengapa porsi makan ibunya sedikit.
   Dan Bakugou akan jatuh tertidur setelahnya.

   Saat ini sudah jam satu lewat lima belas menit-atau bahkan lebih, Bakugou belum makan malam. Entah kenapa Midoriya telat memberinya makan.
    Bakugou duduk di atas ranjangnya dengan tatapan iba saat melihat dirinya sendiri didepan cermin lemari besar yang terletak dihadapan-nya, seakan cermin itu mengejeknya.

    Dua bulan-atau bahkan lebih sudah berlalu dari saat itu, saat dirinya dan Midoriya saling mengungkapkan rasa benci di ruangan ini. Yang mungkin membuat emosi keduanya telah tersalurkan dan hanya menyisakan keheningan sejak saat itu.
   Bakugou merasa ini penebusan yang haruslah dia lakukan jika menurut Midoriya itu sepadan.

   Bakugou memegang perutnya yang berangsur membesar, mengelusnya pelan dan tanpa henti merapalkan kata maaf dalam hatinya. Anaknya turut merasakan penderitaan yang tidak seharusnya, bahkan Midoriya pun menatap pertumbuhan perut Bakugou selayaknya hal yang paling tercela di seluruh dunia.

   Dilihatnya lagi pantulan dirinya didalam cermin.

  Midoriya benar, dia tampak sangat menyedihkan.
   Tubuhnya sangat kurus, bahkan tulang pipinya terlihat menonjol.
  Lingkaran hitam mengelilingi kedua belah matanya yang dulu indah, kulitnya yang pucat karena kurang sinar matahari, dan bahkan kakinya terlihat seperti tidak bisa menopang tubuhnya lagi.
    Hanya perutnya yang membesar, bahkan terlihat lebih besar daripada usia kandungan-nya saat ini.
    Sesekali Bakugou menelfon ibunya, tentu saja Midoriya yang menyuruh. Namun Bakugou tidak pernah menceritakan tentang kandungan-nya.
 

   Matanya kembali melirik jam dinding, sudah akan jam 2 pagi namun Midoriya belum juga datang.
   Diliriknya kulit buah apel yang menjadi penutup makanan-nya siang hari tadi.

    Bakugou menelan ludahnya berat, haruskah?

Kenapa dia harus mengalami semua hal menyedihkan ini?

   Bakugou dengan berat hati mengambil tumpukan kulit kotor itu dan menyantapnya, memaksa mulutnya untuk mengunyah dan menelan hal yang seharusnya menjadi sampah.


    Pintu terbuka beberapa waktu setelahnya.

   "Apa- menurutmu apa yang kau lakukan!?"

  Itu Midoriya, dia melangkah lebar dan mencengkram dagu Bakugou untuk memaksa membuka mulutnya. Jari panjangnya memasuki mulut itu dan mengeluarkan sampah yang tadi dikunyahnya, "Keluarkan!" Perintahnya.

   Bakugou hanya terdiam saat jari Midoriya memasuki mulutnya.

  Setelah hari dimana dia menangis dan menerima penghinaan dari Midoriya, suaranya tidak bisa dikeluarkan karena kebanyakan menangis, dia merasakan sakit pada pita suaranya saat mencoba untuk bicara. Jadi dia telah jadi bisu untuk sekarang.
   Midoriya melemparkan kulit apel kotor yang telah terkoyak dari mulut Bakugou, "Kau sudah gila, ya!?" Cacinya kemudian.

   Lalu Midoriya menggeser kantong-kantong makanan yang dia bawa saat dia datang, kantong penuh makanan yang langsung Bakugou buka dan Bakugou santap isinya dengan tergesa.

    Midoriya melihatnya dengan tatapan tercela, lihatlah bagaimana mahluk sombong itu begitu tidak berdaya sekarang.

  Sebenarnya Midoriya membeli makanan itu sebagian untuk dirinya sendiri, namun dia kehilangan nafsu makan ketika melihat Bakugou mencoba memakan sampah.
   Namun Midoriya kembali dibuat terkejut ketika dia melihat Bakugou mampu menghabiskan semua makanan itu seorang diri.

💥Young Marriage (DekuKatsu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang