Di Antara Dua Realita

5 1 1
                                    

Malam itu terasa sangat panjang bagi Aria. Kecemasan tentang ulangan harian matematika dan puisi yang akan dihadapinya esok hari membuat tidur nyenyak menjadi kemewahan yang sulit digapai. Pukul empat pagi, Aria terbangun, keringat dingin membasahi dahinya. Ia memandang jam weker di meja samping tempat tidur, berharap masih ada sisa waktu untuk beristirahat.

"Aku harus tidur lagi, aku benar-benar butuh istirahat," gumamnya sambil menarik selimut lebih rapat. Pelan-pelan, rasa kantuk kembali menguasainya, membawanya kembali ke alam mimpi.

Di dalam mimpi, Aria merasa segar dan penuh semangat. Ia berdiri di kamarnya, menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk sekolah. Seragam sekolah tergantung rapi di lemari, siap untuk dipakai. Ia dengan cermat mengambil buku-buku dari rak dan memasukkannya ke dalam tas. Semua terasa begitu nyata, seolah-olah ia benar-benar melakukan aktivitas pagi hari seperti biasa.

Aria berjalan ke kamar mandi, membasuh wajahnya dengan air dingin yang menyegarkan. Ketika menatap cermin, bayangannya sendiri tampak sedikit berbeda, seperti ada sesuatu yang aneh. Namun, ia mengabaikannya dan melanjutkan aktivitasnya. "Ayo, Aria, kamu harus siap untuk hari ini," katanya pada diri sendiri, mencoba memotivasi.

Setelah mandi, Aria duduk di meja belajarnya. Buku matematika terbuka di depannya, dan ia mulai mengerjakan beberapa soal. Pikirannya tenang, tidak ada lagi kecemasan yang mengganggu. Namun, tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang ganjil. Seolah-olah ada mata yang mengawasinya. Aria menoleh ke sekeliling kamar, tapi tidak menemukan apa-apa.

"Perasaan saja kali," bisiknya, mencoba menenangkan diri.

Saat ia kembali fokus pada soal matematika, ruangan terasa semakin dingin. Aria melihat ke jendela, memastikan bahwa itu tertutup rapat. Namun, hawa dingin itu tidak hilang. Ia mulai merasa gelisah, tangannya sedikit gemetar saat memegang pensil.

"Mungkin aku butuh tidur lebih banyak," pikirnya. Ketika Aria beranjak dari meja, langkahnya terasa semakin berat. Seperti ada yang menahannya, membuatnya sulit bergerak. Ia mencoba berjalan ke arah tempat tidur, namun tubuhnya terasa membeku.

"Ini aneh... aku harus bangun!" pikir Aria panik. Dalam sekejap, ia terbangun, terengah-engah di tempat tidurnya. Kamar itu sama seperti sebelumnya, tenang dan sunyi. Jam menunjukkan pukul lima pagi.

Aria menghela napas lega, menyadari bahwa semua yang baru saja dialaminya hanyalah mimpi.

"Tapi kenapa terasa begitu nyata?" ia bertanya pada dirinya sendiri. Dengan lemas, ia menyandarkan tubuhnya kembali di tempat tidur, mencoba menenangkan diri sebelum memulai hari yang sebenarnya.

Namun, saat Aria berbalik, ia melihat buku matematika terbuka di meja belajarnya, tepat di halaman soal yang ia kerjakan dalam mimpinya. Aria terdiam, merasakan bulu kuduknya meremang. Mungkinkah... ada sesuatu yang lebih dari sekadar mimpi?

Ia memutuskan untuk tidak memikirkannya terlalu dalam.

"Mungkin tadi aku memang sudah membuka buku itu sebelum tidur," bisiknya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Tapi rasa penasaran itu tidak hilang, menghantui benaknya sepanjang hari.

***

A/N

Hey, teman-teman!
Terima kasih sudah membaca cerita ini sampai habis. Semoga kalian menikmati perjalanan Aria di antara dunia mimpi dan kenyataan.
Kita semua pasti pernah merasakan cemas menjelang ujian atau menghadapi hari penting, kan?
Cerita ini terinspirasi dari pengalaman nyata tentang bagaimana pikiran kita bisa bercampur aduk dengan mimpi.

Jangan lupa, kalau kalian punya cerita aneh atau mimpi yang seru, bagikan di kolom komentar ya!
Siapa tahu, bisa jadi inspirasi untuk cerita berikutnya.

Sampai jumpa di cerita selanjutnya!
Tetap semangat dan jangan lupa istirahat yang cukup.

ONE SHOT : Whispers Of TwilightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang