- Chapter 7 -

9 3 0
                                    

☁ happy reading ☁

Matahari kini semakin beranjak naik. Waktu menunjukkan pukul tujuh. Namun Cakrawala nampaknya belum bangun dari tidurnya.

Tok tok tok

"Den? Den Cakrawala? Den udah bangun belum? Sudah jam 7 den. Den gak sekolah?" bik Sri, asisten rumah tangga yang bekerja disana mengetuk pintu cokelat tersebut sembari membangunkan Cakrawala.

Samar-samar Cakrawala mendengar itu. Perlahan ia membuka mata dan mengerjapkannya untuk menyesuaikan cahaya yang ada.

Tok tokk.

"Den Cakrawala bangun. Bik takut nanti nyonya pulang terus marahin den lagi." ucap bik Sri kembali dari balik pintu itu.

Cakrawala bangun dari berbaringnya. Kepalanya nampak berkunang. Namun sebisa mungkin ia menyahut ucapan bik Sri.

"Iya bik. Ini Cak udah bangun kok." jawab pemuda itu sembari memegangi kepalanya.

Bik Sri menghela nafas lega mendengar itu.

"Yasudah. Den mandi ya. Habis itu sarapan dan berangkat sekolah."

Cakrawala mengangguk. "Iya bik."

Setelah menjawab demikian, Cakrawala mendengar langkah kaki menjauh dari depan pintu kamarnya.

"Sshh." pemuda itu meringis merasakan pandanganya yang berkunang.

Semalam ia memang tertidur dengan keadaan hati tak tenang karena kejadian semalam saat ia bertengkar dengan Faris.

Cakrawala bangkit dari duduknya lantas menuju kamar mandi untuk bergegas bersiap sekolah. Meski ia bukan anak yang terlalu pintar bahkan mungkin bukan anak emas di sekolah, tapi ia tetap berprinsip untuk tetap sekolah.

Tak butuh waktu lama sampai ia selesai mandi dan memakai seragam. Terakhir sebelum ia meraih tasnya, terlebih dahulu ia mengambil hoodie berwarna abu untuk ia pakai. Dengan berusaha ia menutupi goresan di tangannya yang ia buat semalam. Setelahnya, ia meraih tas sekolahnya dan menyampirkannya di bahu.

Sebelum membuka pintu kamarnya, matanya tertuju pada cutter yang semalam di lemparnya. Dengan cepat Cakrawala memungut benda tersebut dan memasukkannya ke dalam laci lantas menguncinya.

"Bisa gawat kalau bik Sri temuin." batinnya lantas memasukkan kunci laci ke dalam tas nya.

Setelahnya, ia benar-benar keluar dari kamarnya menuju lantai bawah.

Suasana rumah nampak sepi. Cakrawala yakin, Angkasa sudah sedari tadi berangkat. Faris tentu saja sudah berada di kantor. Sementara Maria, mamanya, mungkin saja tengah pergi.

"Den, sarapan dulu den. Bibik sudah simpankan nasi goreng tadi." bik Sri menarik tangan Cakrawala ke meja makan. Ia tau selama ini anak majikannya itu jarang sarapan.

Cakrawala menggeleng. "Cakrawala langsung berangkat aja bik. Takut telat." tolak pemuda itu. Karena jam sudah menunjukkan hampir pukul setengah delapan.

"Eh, Denn tunggu. Kalau gitu bawa ini denn. Bibik sudah siapin dari tadi." tahan bik Sri saat Cakrawala sudah siap melangkah.

Cakrawala melirik kotak makan warna hijau sage itu. Isinya dua buah roti lapis. Cakrawala tersneyum tipis. Ia meraih tuppeware tersebut.

Senja bersama Cakrawala [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang