4

454 40 40
                                        

Matahari baru saja tenggelam. Joanna tengah menatap Jeffrey yang berbincang dengan orang tuanya. Sembari membersihkan sampah. Karena acara syukuran baru saja terselesaikan. Sehingga sampah mulai bertebaran.

"Bantu bawa ke depan! Nanti aku yang buang!"

Seru Jeffrey saat mendekati Joanna. Lalu memberikan satu kresek besar yang berisi sampah. Sebab dia baru saja memungut sampah plastik yang ada di halaman rumah. Bersama kedua orang tua Joanna.

"Ogah! Aku ke sini bukan untuk jadi babu!"

"Lalu kamu pikir aku di sini untuk jadi babu?"

Joanna mulai bangkit dari duduknya. Lalu meraih kresek pemberian Jeffrey dengan kasar. Lalu dilempar ke gerobak yang sudah berisi sampah.

"Ambil sapu! Orang tuamu sudah lelah bersih-bersih di dalam! Tapi kamu hanya duduk-duduk dan diam saja!"

"Bukan aku yang minta dibuatkan acara ini! Merepotkan sekali!"

"JOANNA!"

Bentak Jeffrey pada Joanna. Membuat Rendy dan Liana terkejut tentu saja. Sebab baru kali ini mereka melihat Jeffrey dan anaknya bertengkar.

"Sudah, Nak Jeffrey. Tidak apa-apa. Setelah ini selesai. Kamu kalau lelah duduk saja. Tinggal nyapu sedikit saja."

Ucap Liana sembari mengusap lengan Jeffrey. Agar pertikaian ini tidak berlanjut lagi. Apalagi keduanya tampak saling marah dengan mata berapi-api.

"Tidak apa-apa, Tante. Aku belum lelah sama sekali. Tante dan Om masuk saja, saya yang akan membersihkan sisanya."

Rendy dan Liana akhirnya menurut saja. Mereka juga menatap Joanna yang kini kembali duduk di kursi teras. Enggan memegang sapu seperti apa yang Jeffrey perintahkan. Membuat pria itu sendiri yang akhirnya membersihkan. Meski agak kaku karena hanya di sini dia bersih-bersih rumah. Sebab biasanya, ada orang yang merapikan apartemennya setiap pekan.

"Mau sampai kapan kamu seperti ini? Mereka orang tuamu sendiri!"

Tanya Jeffrey setelah melempar sapu di pojok rumah. Dia mendekati Joanna yang kini mulai memainkan ponselnya. Sembari memangku salah satu kakinya.

"Aku seperti ini juga karena mereka Jeffrey! Jangan pura-pura lupa masalah ini!"

"Ini sudah lama sekali! Sudah tujuh tahun lebih! Kamu masih mau mengingat semua ini? Kamu mau menyimpan kebencian ini sampai mati?"

"Berisik! Kamu tidak tahu bagaimana rasanya punya saudara! Kamu tidak tahu rasanya dinomorduakan! Kamu tidak tahu Jeffrey! Jadi berhenti menghakimi! Jangan mentang-mentang kamu banyak berkontribusi di keluarga ini kamu jadi bisa seenaknya sendiri! Kamu orang luar! Kamu tidak tahu apa-apa! Jadi berhenti bertingkah! "

Joanna mulai bangkit dari kursi. Meninggalkan Jeffrey. Sebab dia enggan berdebat lagi. Karena akhir-akhir ini pria itu memang mengesalkan hati.

Jeffrey mulai masuk rumah. Lalu kembali berbincang dengan orang tua Joanna yang kini baru saja selesai mengepel dalam rumah.

"Kamu mandi di kamar belakang dulu, ya? Seprei di kamar depan belum diganti. Barang-barang kalian sudah ada di dalam."

"Iya, Tante. Aku mandi setelah ini. Ada yang perlu aku lakukan lagi?"

"Tidak ada. Kamu mandi dan istirahat, lalu makan kalau lapar. Anggap rumah ini seperti milikmu seperti biasa. Tidak perlu sungkan."

Rendy menepuk pundak Jeffrey. Membuat pria ini mengangguk kecil. Dia juga terkekeh geli. Karena memang sejak dulu selalu diperlakukan baik.

"Aku memang sudah menganggap rumah ini sebagai rumahku, Om."

Rendy dan Liana ikut terkekeh sekarang. Lalu melanjutkan masing-masing kegiatan. Melupakan Joanna yang kini menyusuri jalanan sendirian.

Entah mau ke mana. Namun yang jelas, wanita itu enggan berlama-lama di rumah. Karena tidak suka suasana yang ada di dalam. Sebab ada peristiwa buruk yang masih belum bisa dilupakan sampai sekarang.

Joanna punya adik laki-laki. Namun dia sudah pergi meninggalkan dunia ini. Karena ditabrak mobil. Setelah bertengkar hebat dengannya pada tujuh tahun terakhir.

Sehingga orang tuanya sempat memarahi Joanna saat si adik mati. Menyalahkan dirinya atas insiden ini. Membuat si wanita begitu membenci orang tuanya hingga detik ini.

Di saat itulah awal Joanna bertemu Jeffrey. Karena dia yang menjadi saksi kecelakaan ini terjadi. Sebab supirnya yang menabrak adik Joanna saat menyebrang tanpa melihat kanan kiri. Sehingga pria itu merasa ikut bertanggung jawab akan hal ini.

Membayar kompensasi. Mengurus pemakaman si adik. Memberi pengertian Liana dan Rendy jika hal ini bukan salah Joanna. Sehingga mereka mulai dekat dan akhirnya berpacaran.

Joanna ikut Jeffrey ke Jakarta. Karena awalanya, dia ingin mencari kerja di Semarang. Ikut teman-temannya yang bekerja di perusahaan outsourcing di sana.

Namun Jeffrey yang merasa bertanggungjawab jawab akan Joanna tentu melarangnya. Apalagi keadaan mental Joanna sedang tidak baik-baik saja pasca disalahkan orang tua.

Karena dia sempat diusir dari rumah dan tidur di mushola karena tidak mau merepotkan tetangga. Hingga Jeffrey melihat dan berhasil membujuk pulang. Tentu setelah dia berhasil menghasut Rendy dan Liana untuk meminta maaf pada si anak.

Jeffrey memperlakukan Joanna sangat baik. Dia sangat sabar menghadapi Joanna yang masih labil. Hingga wanita itu perlahan tumbuh menjadi wanita mandiri. Bisa mengurus bisnisnya sendiri. Tanpa campur tangan Jeffrey lagi.

Jika ditanya apa Jeffrey mencintai Joanna? Tentu jawabannya tidak. Karena sejak awal, pria itu memang hanya merasa kasihan saja. Merasa bertanggung jawab karena supirnya yang menabrak adik Joanna. Hingga membuat wanita itu disalahkan orang tua.

Padahal pertengkaran bersama si adik untuk membela orang tua. Karena mendiang adiknya ketahuan menggadaikan sertifikat rumah untuk judi bola. Bahkan Rendy dan Liana juga yang meminta Joanna memarahi adiknya, karena mereka tidak berani melakukan. Namun mereka juga yang menyalahkan saat si adik kecelakaan ketika kabur dari rumah.

"Mau sampai kapan dia pura-pura mencintaiku?"

Joanna mulai duduk di pinggir jembatan. Dia menatap air sungai yang mengalir deras. Dengan perasaan gundah.

Selama ini Jeffrey selalu ada di samping Joanna. Menemani setiap langkahnya. Namun tidak pernah menghangatkan hatinya.

Iya. Selama ini mereka jarang melakukan skinship berlebihan. Karena Jeffrey selalu menghindar saat diminta.

Bahkan, mereka hanya pernah ciuman sekali saja. Karena Joanna yang memaksa. Saat tahun ke lima anniversary mereka. Sebab Joanna yang sudah menginjak kepala tiga mulai tidak lagi bisa menahan hasrat.

Mau mature scene? Ramein dulu chapter 1-4 ya kawan.

Tbc...

LIFE AFTER BREAK UP [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang