10

250 25 0
                                    

Jeffrey sedang duduk di pinggir jalan. Bersama Dilan yang memang pernah menjadi supirnya. Sebelum akhirnya menjadi security di gedung apartemen Joanna.

"Menurutmu aku salah? Bukan salahku kalau aku tidak paham soal begituan. Setidaknya aku sudah berusaha, kan?"

"Iya, sih, Pak. Tapi waktunya tidak tepat. Masalahnya Bapak dan Bu Joanna sudah putus sekarang. Beliau juga sudah ada pacar. Tidak sopan kalau tiba-tiba Bapak seperti itu sekarang. Maaf, wajar kalau Bapak ditampar. Karena Bu Joanna pasti merasa sedang dilecehkan."

Dilan berusaha memperhalus bahasa. Karena dalam hati ingin memaki Jeffrey sekarang. Sebab dia begitu bodoh meski lebih tua lima tahun darinya.

"Serius dia merasa seperti itu?"

"Bisa jadi. Masalahnya, Bu Joanna sudah punya pacar, Pak. Anda sudah bukan siapa-siapa. Anda orang asing baginya."

Dilan menarik nafas panjang. Berusaha terus bersabar. Karena dia tidak mungkin memukul pria ini sekarang. Bisa dipecat dia dari pekerjaan yang sekarang. Mengingat pekerjaan ini didapat dari Jeffrey juga.

"Kok bisa semudah itu, ya? Kita sudah tujuh tahun loh. Bisa-bisanya dia seperti itu. Bisa-bisanya dia secepat itu melupakanku!"

"Kalau Pak Jeffrey sendiri bagaimana? Masih cinta? Kalau iya, kenapa Bapak tidak mencoba untuk memperbaiki hubungan sebelumnya?"

"Aku tidak tahu ini namanya cinta atau apa. Awalnya aku melakukan ini hanya karena kesal saja. Karena dia sering kode minta dikenalkan dengan orang tua. Tapi giliran dipertemukan, malah marah-marah. Aku kena tampar. Harga diriku terluka, selama ini tidak pernah ada yang berani memukulku. Apalagi orang tuaku. Mereka tidak pernah sekalipun menyakitiku. Tapi Joanna, bisa-bisanya dia melakukan itu!"

"Wajar kalau Bu Joanna kesal, Pak. Bapak bawa dia waktu pulang kerja. Saat keadaannya berantakan. Beliau pasti malu, Pak. Ingin tampil baik di depan orang tua Bapak juga. Ingin terlihat cantik dan—"

"Dia sudah cantik. Menurutku dia sudah dalam keadaan baik. Meski agak berantakan sedikit. Tapi masih cantik."

"Bu Joanna memang cantik, sih, Pak. Tapi beliau ingin tampil sopan juga. Memangnya Pak Jeffrey pernah bertemu orang tua Bu Joanna dalam keadaan berantakan? Rambut acak-acakan, wajah lebam dan—"

"Ya tidak mungkin, lah! Gila apa! Image baikku harus tetap terjaga!"

"Nah, itu yang Bu Joanna inginkan. Saran saya, Pak Jeffrey minta maaf. Berdoa semoga mereka putus segera, baru setelahnya dekati Bu Joanna pelan-pelan. Untuk trik bercinta, nanti aku kirim linknya."

Dilan pamit pulang. Sebab matahari hampir datang. Karena dia juga perlu istirahat. Setelah semalaman berjaga.

Sedangkan Jeffrey, dia berniat kembali masuk unit apartemen Joanna. Karena ingin minta maaf sekarang. Agar dia bisa segera menuju step selanjutnya.

Tok... Tok... Tok...

Jeffrey mengetuk pintu apartemen Joanna dengan pelan. Cukup lama. Karena dia tidak mau dianggap kurang ajar jika langsung masuk seperti sebelumnya.

"Ada apa lagi?"

Pintu terbuka. Jeffrey melihat Joanna yang sudah memakai setelan olahraga. Kaos putih lengan panjang dan celana pendek warna putih juga.

"Aku minta maaf. Aku tahu tahu aku salah. Aku tidak tahu kalau apa yang kulakukan akan membuatmu merasa terhina. Merasa dilecehkan. Merasa—"

Ucapan Jeffrey terjeda saat melihat Mika yang baru saja keluar dari kamar Joanna. Entah sejak kapan pria itu datang. Padahal Jeffrey berbincang dengan Dilan di warung kopi pinggir jalan dekat apartemen Joanna. Namun dia tidak tahu jika pria itu kembali datang.

LIFE AFTER BREAK UP [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang