Pagi yang mendung setelah pertemuan karan dengan mantannya semalam. Untuk kesekian kalinya pagi minggu di temani sejuknya hujan.
Karan sudah siap dengan setelan jas mahalnya. Menuruni tangga sambil bersiul. Sangat tampan.Berbeda dengan aciel, dia masih dengan piamanya keluar dari kamar dengan rambut acak-acakan, muka bantal yang sangat menggemaskan. Saat hendak turun tangga, aciel melihat punggung lebar sang abang sangat gagah dan berwibawa.
"Suatu saat nanti aku juga mau kayak abang io"
Aciel tersenyum, lalu menuruni anak tangga sedikit lebih cepat. Hingga di anak tangga terakhir kakinya kehilangan keseimbangan hingga dia tersungkur ke lantai.
Aaww...
Karan terkejut mendengar suara seseorang jatuh di belakangnya. Lebih kaget lagi ketika melihat kalau itu adalah aciel.
"Adek!"
"Aawww....." Aciel merintih sambil memegang lutut dan dadanya
"Kok bisa jatuh sih dek?, Astaga, mana yang sakit?" Tanya karan sangat khawatir
"Lutut sama dada aku" lirih aciel dengan wajah yang memerah karena menahan tangisannya.
"Coba abang lihat" karan langsung menarik celana piama aciel hingga menampilkan lutut adeknya yang sudah memerah. Karena aciel punya kulit yang putih jadi memar merahnya sangat terlihat. Karan meringis, pasti itu sangat sakit.
Lalu karan juga membuka kancing baju adeknya untuk melihat dada aciel. Benar, di sana juga muncul memar kemerahan. Pasti jatuhnya cukup keras. Meskipun karan tidak melihat ketika aciel jatuh tapi karan bisa tau seberapa keras adeknya terjatuh tadi. Karena suara benturan itu terdengar jelas di tambah memar di lutut dan dada aciel.
"Bisa bangun gak dek?, Pindah di sofa, biar abang kompres dulu memarnya" karan membantu aciel bangun untuk pindah ke sofa.
"Tunggu sebentar" karan langsung cekatan pergi ke dapur untuk mengambil air dingin dan handuk kecil. Bunda yang sedang menyajikan sarapan jadi heran melihat anaknya mengambil es batu, buat apa pagi-pagi malah mengonsumsi yang dingin-dingin.
"Abang minum dingin pagi-pagi?, Padahal bunda udah bikin kopi buat abang"
"Bukan bunda, ini untuk adek" jawab karan sambil mengambil baskom kecil untuk dia isi es batu kecil di sana, lalu memberikan air secukupnya. Dan terakhir dia mengambil handuk kecil yang selalu bunda simpan di lemari dapur.
"Hah?, Emang adek kenapa?!" Tanya bunda panik
"Jatuh bunda, dari tangga, jadi memar lutut sama dadanya"
"APA?!, ya tuhan anakku" bunda langsung berlari mencari si bungsu. Karan menyusul di belakang.
"Adek, anak bunda kenapa sayang?" Bunda panik sekali, apa lagi saat melihat lutut aciel yang memar.
"Ya tuhan, kok bisa?, Sakit banget nak?"
"Gak papa bunda, ini cuma memar, jangan panik, adek gak papa" aciel tersenyum untuk menenangkan bunda, tapi nihil bunda tidak bisa mengusir rasa khawatirnya.
"Memar gini loh dek, adek gimana sih kok bisa jatuh?, Dari mana jatuhnya?, Apa kita kerumah sakit aja, periksa takut ada apa-apa"
"Bundaaa" panggil aciel lembut, meraih tangan bundanya, dan memegang dengan lembut.
"Gak perlu bunda, ini cuma jatuh biasa, cuma di anak tangga terakhir adek salah ambil langkah, jatuh deh, adek rasa juga gak papa, ini udah gak sesakit tadi, udah gak papa, bunda tenang ya" aciel masih tersenyum.
"Tetap aja bunda khawatir" lirih bunda.
Karan yang sejak tadi terus mengompres lutut adeknya, hanya diam. Sebenarnya dia juga sangat khawatir tapi lebih sangat ingin memarahi sang adik karena tidak berhati-hati. Tapi di urungkannya.
Setelah mengompres lutut, karan beralih ke dada sang adik. "Sandaran dulu" titah karan dan Langsung di patuhi oleh aciel.
"Bunda masak apa pagi ini?" Tanya aciel mencoba mengalihkan perhatian bunda yg terlihat masih sangat panik.
"Bunda bikin nasi goreng aja tadi, gak papa kan dek?, Atau adek mau bunda masakin yg lain?"
"Gak papa bunda, nasi goreng aja, aduuhh jadi laper banget nih, ayo bunda, abang, kita sarapan, udah laper banget, ayooo" aciel merengek seperti anak kecil.
"Ini udah gak sakit?" Tanya karan menunjuk memar sang adik
"Udah enggak abang, ayo makan, ayooo" aciel menarik bunda dan karan ke meja makan.
"Waaahh, enak banget" aciel sangat senang melihat nasi goreng yg sudah di siapkan oleh bunda. Tanpa menunggu lama lagi, aciel langsung melahap nasi goreng. Matanya membulat lucu.
"Enak, enak banget bunda" aciel menggoyang-goyangkan badannya senang, sesekali memejamkan matanya merasakan betapa enaknya masakan bunda.
"Iya enak sekali bunda" tambah karan, dia juga tersenyum manis untuk bundanya.
"Habisin ya abang, adek, kalo mau tambah lagi, masih ada kok" bunda senang, suatu kebahagiaan yang sangat besar bunda rasakan jika kedua buah hatinya menyukai masakannya. Inilah alasan bunda untuk selalu memasak, menolak adanya pelayanan atau pembantu yang mengambil alih urusan masakan. Bunda senang memasak, meskipun kadang-kadang karan mengusulkan bunda untuk santai-santai saja, tapi bunda tidak pernah setuju. Biarlah soal bersih-bersih rumah saja yang di kerjakan para pelayan.
"Abang, aku mau ikut abang ya hari ini ke goldensea, boleh ya?"
"Boleh, tapi abang hari ini ada rapat, agak lama mungkin"
"Gak papa, aku mau keliling sendiri aja nanti, udah lama gak main-main kesana"
"Okey" karan mengangguk setuju
"Kalo gitu bunda mau pergi jalan-jalan nanti sama Tante dewi"
"Jalan-jalan terus nih bunda" ucap aciel
"Loh gak papakan, toh bunda sama tante dewi punya anak yang banyak duit, tiap hari di kasih duit, rugi dong kalo cuma di simpan hehehe"
"Senengnya tuh bunda"
"Iya dong" bunda tersenyum
Karan juga ikut tersenyum.
🌷Tbc🌷
Aciel si Langganan nyungsep😂
Segini aja dulu ya, kapan-kapan aku lanjut lagi, sekarang aku mau ngedrakor dulu.
Maaf y kalo ada typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Brother
FanfictionDemi adek kesayangannya, Karan rela jika harus memberikan seluruh dunianya pada sang adek Daffin Aciel. SEBELUM BACA FOLLOW DULU YA GUYS.