Happy reading!!
Sebuah kamar sewaan tanpa kedap suara dari luar, kerasnya suara musik dari club murahan ini tak mengganggu aktivitas dua orang pria yang saling memakan bibir satu sama lain tersebut.
Khaotung Thanawat, membiarkan seorang Podd melepaskan pakaiannya satu persatu kemudian mendorongnya ke kasur sempit yang untungnya empuk itu.
Tubuhnya yang berbau alkohol diendus dengan lapar oleh Podd, tak hentinya pria itu memuji tubuh Khaotung yang molek tanpa cacat sedikitpun.
Sama sama dikuasai oleh nafsu, Khaotung pun segera melucuti pakaian Podd hingga tidak tersisa satu pun, Khaotung hanya menyisakan kaos kakinya. Podd suka Khaotung yang telanjang namun menggunakan kaos kaki, itu kesan imut katanya."Kau terlihat semakin bagus saja," puji Podd sembari menarik kedua kaki Khaotung untuk semakin dekat dengan pangkal pahanya.
"Benarkah? Baguslah." Khaotung kemudian menggoda Podd dengan langsung mengusap kesejatiannya yang menantang saat ini.
"Ugh, milikmu semakin besar juga."
Sudah lama keduanya tidak bertemu, Podd yang sibuk sih, Khaotung bisa datang kapan pun Podd mau.
Khaotung suka bagaimana Podd menyentuhnya, memperlakukannya dengan lembut seolah dia adalah sosok berharga untuknya."Im yours tonight, Podd."
Hentakan demi hentakan itu terasa surga dunia bagi Khaotung, dia merindukan momen ini.
Momen dimana Podd melepaskan seluruh nafsunya, sembari memuji dia tanpa henti."Kau suka lebih dalam seperti ini? Biarkan aku memuaskanmu malam ini." Podd kecup seluruh tubuh Khaotung, tubuh cantik yang bagaikan di pahat itu menjadi hal yang paling ingin dia lihat sejak dua Minggu lalu.
----
"Jack dimana?"
Terlihat Podd yang bertanya sembari memakai kembali pakaiannya, lalu menatap Khaotung yang katanya masih ingin lebih lama lagi di kamar ini.
"Dibawah, kau tak bertemu dengannya tadi?" Tanya Khaotung balik.
Podd menggelengkan kepalanya. "Sepertinya dia melihatku, tapi aku tidak. Aku tidak sabar menemuimu jadi tidak melihat kesana kemari," balas Podd, kemudian mendekati kasur untuk memberikan kecupan selamat tinggal pada Khaotung.
"Bayaranmu sudah ada di Jack. Kalo ini uang tips," ujar Podd sembari menyelipkan beberapa lembar uang ke dalam kaus kaki Khaotung dan mengecupnya sekilas.
"Terimakasih, mari bertemu lebih sering."
Podd menganggukkan kepalanya, dan pamit untuk pergi lebih dulu.
Setelah Podd keluar dari kamarnya, Khaotung kemudian mengirimkan pesan pada Jack bahwa dia telah selesai melayani pelanggan hari ini.
Benar, Khaotung menjual dirinya dan Podd adalah salah satu pelanggan setianya.
Lalu siapa Jack?
Mucikari? Mari sebut dia seperti itu.
Jack memiliki beberapa pria manis termasuk Khaotung, dimana mereka bisa dipesan lewat darinya."Mau langsung pulang?" Tanya Jack.
"Iya, aku lelah sekali."
Jack hanya mendecih, dia yakin jika Khaotung melakukan lebih dari satu ronde, padahal aturannya hanya satu ronde.
"Kau akan pulang juga?" Tanya Khaotung balik.
"Tidak, Boom belum selesai."
Jack dan Khaotung kemudian berjalan beriringan menuruni tangga di lantai dua.
Ah, keduanya itu seumuran, dan bahkan berteman jauh sebelum Jack masuk ke dalam dunia gila ini.
Khaotung jauh lebih gila saat ini, dia tergiur dengan pendapatan Jack dan salah satu 'anak' Jack yang begitu besar, Khaotung yang hidup pas-pasan jelas langsung memohon pada Jack untuk membiarkannya bergabung, terhitung 1 tahun lamanya kini dia bekerja di tempat Jack.
.
.
.
."Apa kau korupsi? Kau makan penghasilan perusahaan propertiku?"
Seorang pria tinggi itu mendatangi sebuah ruangan kerja seseorang, dimana pria yang terlihat lebih pendek itu hanya menatapnya dengan datar.
"Apa masalahnya?" Tanyanya, mencoba lebih tenang.
"Data pendapatan yang dikirim oleh Mery berbeda dengan hasil akhir milikmu!"
Aou, nama pria itu. Segera ia keluarkan data penghasilan hasil pendataannya, yang belum di berikan pada sang kakak sepupu karena bos besarnya tidak ada di kantor sejak kemarin.
"Itu data yang belum aku hitung, idiot."
First Khanapan kemudian mengambil pendataan Aou, dan membandingkannya dengan hasil Mery.
"Baiklah," katanya, tanpa dosa.
Andai saja, perusahaan ini bukanlah milik First, dan ia tidak hidup dari gaji yang diberikan First, bahkan rumah dan kendaraan mewahnya berasal dari hadiah percuma dari First, sudah pasti Aou akan menendang wajah First saat ini.
"Apa kau sedang memiliki banyak masalah? Sepertinya mudah sekali emosi akhir-akhir ini," ujar Aou, sembari membereskan barangnya, siap untuk pulang.
"Aku sedang mengerjakan beberapa proyek diluar kota. Sial, mereka semua bodoh padahal sudah diberi contoh pembuatan barang baru," balas First.
First kemudian menatap Aou yang terlihat bersiap-siap, kemudian menolehkan kepalanya pada jam di meja kerja Aou.
"Kau mau kemana? Jam pulang masih lama."
"Phi, aku ada urusan."
"Apa?" Tanya First, dan Aou hanya tertawa garing.
"Kau memesan jalang lagi?"
"Sialan, phi. Dia bukan jalang!"
"...."
Aou kemudian menggaruk lehernya. "Bisa dibilang begitu juga sih, tapi aku tidak bisa menyebutnya seperti itu."
First menghela napas. "Dia memberikanmu tubuhnya dan kau memberikan uang, apalagi?"
Tak lama kemudian, terdengar suara pesan masuk ke dalam ponsel Aou.
'Apa kau sudah dalam perjalanan? Aku sudah di apartemenmu~ Datanglah dengan cepat yaaaa.'
Aou terlihat tersenyum seperti orang bodoh mendengar pesan suara tersebut.
First kemudian pergi dari ruangan Aou, terlalu muak melihat adik sepupunya yang kecanduan jalang.
TBC.