2. Who's Mom?

617 43 2
                                    

Kai, kata orang-orang, kamu adalah pria kecil yang dikelilingi banyak keberuntungan. Tanpa mereka ketahui, kamu adalah orang hebat yang berhasil bertahan hingga sejauh ini. Bertahan dalam kehidupan yang kelam serta duniamu yang kejam.

Kai terbangun dengan tatapan kosong, kepalanya pening bukan main. Lelehan air mata membasahi pipi tirusnya. Sekujur tubuhnya kembali terasa sakit, sakitnya bukan main. Dadanya naik turun tak beraturan, nafasnya tersendat-sendat.

Tolong, tak ada siapapun disini. Kai sendirian. Terbelenggu dalam kilasan mimpi yang kelam. Kai merasa hampa, Kai ketakutan.

"Pa--pa .."

~☆~

Seumur hidupnya, Kaizo belum pernah tau bagaimana sosok mama. Ia hanya tau sebatas nama dan tanggal kelahiran mama. Ah, juga tanggal dimana terakhir kalinya mama ada di dunia. Tepat satu hari setelah Kaizo lahir.

Dalam pejaman matanya, Kaizo menangis pedih. Saat ini, Papa tengah menyuntikkan beberapa cairan pada tubuh ringkihnya. Sudah berapa jarum yang menusuk kulitnya, Kaizo tak tau. Ia hanya menikmati setiap rasa sakit yang muncul saat benda kecil runcing itu menusuk-nusuk permukaan kulit.

"Sudah selesai."

Papa meletakkan jarum-jarum tersebut ke atas baki, kemudian melepas sarung tangan yang ia kenakan. Setelahnya, Papa pergi ke kamar mandi, mencuci tangan hingga bersih.

"Kenapa bisa collapse lagi?" Hakma, mendekati bed yang ditempati adiknya dengan raut wajah sendu. Ditatapnya wajah Kaizo yang pucat, bibir ranum Kaizo kini kembali pucat.

Kaizo mengerjapkan mata, netra sayunya menatap lurus pada langit-langit ruangan. Pandangannya kosong tanpa ada tanda kehidupan. Isi kepalanya tengah berkecamuk.

"Jangan bikin aku takut, Kai." Hakma berucap dengan suara lirih. Ia menahan mati-matian agar tak menangis sedari tadi.

Pemuda tujuh belas tahun itu mendapati sang adik yang terombang-ambing di ambang kesadaran. Instingnya tak pernah salah, beruntung Hakma mengikuti perasaan tak enaknya untuk mendatangi ruangan Kai.

"Mama .."

Lirihan Kai, berhasil membuat air mata lolos dari pelupuk mata Hakma. Tangan Hakma terulur, mengusap surai kecoklatan adiknya penuh kasih sayang.

"Sesakit apapun. Tolong jangan pernah ikut sama Mama. Kakak ada sama kamu, jangan kemana-kemana. Tetap bertahan di raga ini, ya." Hakma, berbisik dengan suara bergetar.

Lihatlah, orang menyebalkan seperti Hakma, juga bisa berada dalam titik lemahnya. Jika Hakma bisa menjadi sosok ceria yang gencar menjahili adiknya, Hakma juga bisa menjadi sosok lemah yang mati-matian berusaha kuat demi adiknya.

~☆~

"Mama itu cantik."

"Kulitnya putih bersih kayak kamu."

"Hum, kayaknya kamu paling beruntung diantara kita berlima deh, Kai. Soalnya, kalau kamu kangen wajah mama, kamu tinggal tatap wajah kamu di depan cermin. Pahatannya sama persis!"

"Mama lemah lembut, kamu juga 'kan."

"Kadang aku heran. Kok kamu gak ada kemiripan sama sekali ya, sama Papa? Sembilan puluh sembilan persen kamu mirip mama! Aku iri!"

"Eh, tapi, kamu ada mirip papa-nya juga deh. Ketawa kamu sama persis kayak ketawanya papa. Lucu, manis!"

"Tapi kembali lagi sama apa yang aku bilang. Kamu hampir seratus persen mirip mama. Semua-muanya! Masakkan kamu aja harum dan enaknya kayak masakkan mama."

"Sungguh, deh. Kamu memang reinkarnasinya mama!"

"Tapi, satu yang aku pinta. Jangan pergi sama mama, ya? Sekangen apapun, sesakit apapun, tolong jangan ikut mama."

"Nggak ada kamu, warna di keluarga kita juga ikut gak ada."

"Tolong tetap hidup, Kaizo Dirgantara."

"Maaf, aku harus egois."

"Maaf, kamu harus ngerasain segala siksaan yang dikasih dia. Karena, dia yang menjamin kalau kamu masih akan tetap membuka mata keesokkan harinya."

"Tapi, aku tetap percaya. Tuhan yang mengkehendakki kamu untuk tetap bernafas hingga saat ini. Bukan dia, bukan si bajingan gila yang haus akan segalanya."

"Kai, perlu kamu ketahui. Aku sayang kamu. Kita semua sayang kamu, Kai. Jadi sekali lagi, tolong jangan pergi."

~☆~

Hi!

Terima kasih sudah membaca <3
Sampai jumpa lagi! 🤍

Secret LabTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang