6. Psycho

743 37 1
                                    

Dirga berjalan lesu, ia menghampiri mobilnya yang terparkir di parkiran depan rumah sakit tempatnya bekerja. Pria paruh baya itu melepas snelinya, kemudian memasuki mobil untuk segera bergegas pergi.

Hari ini, ia menjalani hari yang cukup buruk. Operasi besar yang Dirga lakukan bersama timnya berakhir gagal, pasien yang ia tangani tak bisa diselamatkan. Dirga selalu merasa bersalah, walaupun sebetulnya, itu semua sudah berdasarkan kehendak Tuhan.

Pajero putih itu melaju, membelah lalu lintas kota yang tak begitu padat sebab hari beranjak siang. Orang-orang pasti masih sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Jalanan tak sepadat pagi ataupun sore.

Menempuh waktu tiga puluh menit, Dirga menghentikan laju mobilnya. Ikut masuk pada jejeran kendaraan yang terparkir di halaman luas bertanah merah.

"Sayang, aku datang."

Dirga bergumam, menumpukan kaki di sisi kanan pusara mendiang Sang istri. Satu tangannya meletakkan buket bunga primrose yang ia rangkai sedemikian rupa.

"Aku ayah yang gagal."

Dirga, membuang nafas lelah. Hari-harinya selalu terasa berat semenjak istrinya dinyatakan meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu. Dia sama sekali tak tertarik untuk mencari pendamping baru. Dirga rasa, cintanya sudah benar-benar habis untuk mendiang Sang istri. Sisanya, Dirga hanya berusaha melanjutkan hidup.

Demi ke-lima putranya, demi masa depan mereka, dan demi kebahagiaan mereka. Dirga akan melakukan apapun. Tapi, Dirga juga bisa lemah jika berhadapan dengan hal yang berada di luar kehendaknya.

Jiwa rapuh itu bersimpuh. Mencurahkan segala keluh-kesahnya seraya memeluk nisan Sang istri. Dirga lelah, benar-benar lelah. Ia tak tau harus dengan cara apalagi ia menyelesaikan permasalahan yang menimpa keluarga kecilnya.

Hingga dering ponsel terdengar, Dirga membangkitkan tubuh. Menyeka air mata yang membasahi pipi. Dadanya bergemuruh hebat, separuh jiwanya seolah dikuasai hal lain. Dengan langkah cepat, tanpa kata pamit yang manis seperti biasanya, Dirga melajukan langkahnya.

"Arghh! Sialan!" teriaknya seraya memukul setir sekuat tenaga. Tak memperdulikan laju mobilnya yang terbilang gila.

~☆~

Mesin EKG di sisi kiri ranjang berbunyi nyaring, sepasang tangan yang memegang jarum itu masih sibuk melancarkan aksinya dengan tenang. Bibirnya menyunggingkan senyum, usai berhasil memasukkan zat bahaya yang ia campur itu ke dalam seonggok tubuh yang terbaring lemah di atas bed.

"Berhasil. Hanya perlu menunggu hasil. Saya puas, anak baik." Pria tua tersebut meletakkan alat yang ia pakai di atas baki.

"Terimakasih sudah tunduk seperti ibumu. Saya suka kelinci kecil yang lemah. Mudah ditindas, bisa mati kapan saja." Ia berbisik, seringaian licik terbit di wajahnya.

Tangan itu kembali bergerak gencar, kini, ia memasangkan oxygen mask pada wajah pucat Kaizo. Setelah membiarkan anak itu hampir kehilangan nafas selama beberapa menit.

Ia tersenyum puas. Mengakui bahwa apa yang ia lakukan dapat menimbulkan perasaan menyenangkan dan kepuasan tersendiri. Dasar pria tua gila.

"Lihatlah, wajahmu sama persis seperti Keisha. Sama-sama seperti boneka hidup yang alurnya bisa Ku atur semauku."

Pria tua bernama Darka itu menyeringai. Jika putrinya mati di tangannya, salah satu putranya pun harus sama. Sebab, Darka memang berbeda dari manusia lainnya. Darka itu penuh kegelapan. Dunianya tak lagi bisa didobrak untuk diberikan cahaya sebagai penerang. Dunia yang Darka sukai sudah benar-benar gelap.

Brak!

"Bajingan! Kenapa lagi?!"

Pintu ruangan terbanting kuat, namun pintu tersebut masih terpasang kokoh. Dirga melangkah dengan rahang mengeras, kedua netranya menajam bak elang. Hal itu mengundang kekehan remeh dari Darka.

Sudah ia duga, Dirga pasti mengetahuinya. Menantunya itu pasti akan melawan seperti biasanya. Namun, Darka sudah tau, Dirga akan berujung kalah dan tertunduk lemah.

"Anak lemahmu itu tidak akan mati, Dirga. Aku masih memberinya kesempatan." Darka, berucap.

"Apa lagi yang ayah masukkan? Tubuhnya sudah mulai lemah. Ayah mau Kaizo seperti apa lagi? Dia sudah sakit." Dirga, menatap ayah mertuanya nyalang.

"Aku tidak akan berhenti. Kepuasanku belum terpenuhi. Ingat Dirga, ancamanku selalu sama. Kau dan anak-anakmu itu tak akan bisa melakukan apa-apa. Tetap tunduk padaku, maka nyawa Kaizo akan tetap berdetak pada raganya."

"Kau gila, ayah. Benar-benar gila." Dirga, menggeleng lemah. Tak tau lagi harus mengatakan apa. Sebab, Dirga merasa tak memiliki tenaga untuk melawan sifat bajingan mertuanya.

"Ya, aku tau itu. Kau hanya perlu menurut, dan jangan pernah berharap kalau keluargamu itu akan baik-baik saja." Darka, beranjak. Meninggalkan Dirga yang kini dikuasai amarah yang membuncah.

"Pria tua gila. Karma itu nyata, Tuan Darka." Lirihnya.

~☆~

GA TAU AKU BINGUNG T_T
TERSERAH DEH INI CERITA ALURNYA
MAU GIMANA.

INI CHALLENGE BUAT DIRIKU NULIS
CERITA ABNORMAL KAYAK GINI.

JAUH DARI ILMU MEDIS YANG SEBENERNYA
JAUH DARI KENYATAAN DI REAL LIFE

POKOKNYA SUKA-SUKA APA YANG ADA
DIPIKIRAN KU AJA T_T

DAH YAA, TERIMAKASII!! <3

Secret LabTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang