bab 7

10.2K 425 14
                                    

Keesokan harinya.
Naina menaruh kotak bekal ke dalam tas Giselle. “Sayang bekalnya di habiskan,” ucap Naina. Dia sering melihat sisa nasi Giselle. 

“Iya Bunda.”

“Belajar yang rajin ya sayang.” Bi Rohya mencium Giselle. Dia pun mengantarkan Giselle sampai naik ke atas motor. 

Setiap harinya Naina mengantars Giselle dengan naik motor. Katanya Naina motor lebih cepat sampai. Kalau macet bisa lebih leluasa menyelinap mobil yang mengantri.

“Pakai helmnya, hati-hati Nai.” 

“Iya Bi.”

Naina pun melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Kini sampailah di lampu merah. Naina melihat kanan kiri untuk menyelinap lebih mendahului mobil yang berjajar rapi itu. Ia tidak ingin terkena lampu merah lagi karena antrian yang panjang. 

Dia pun berhenti di samping mobil hitam. Sedangkan di dalam mobil itu seorang pria tengah memeriksa laporan perusahaannya di tabletnya. Naina sedikit maju hingga seorang pria mengamati lekat wajah Naina dari samping.

“Nyonya.”

Tit

Sebuah klakson berbunyi dari belakang. Sekertaris yang sekaligus sopir Andreas pun melajukan mobilnya dengan berjalan lurus. “Tuan Andreas tadi nyonya Naina.”

Deg

Andreas mengangkat wajahnya. “Dimana?” tanya Andreas. Jantungnya berdetak lebih cepat dari pada sebelumnya. 

“Dia berbelok ke kanan tuan?”

“Kenapa masih diam? Cepat cari ikuti dia!” Bentak Andreas. Hatinya merasa tidak karuan, ada rasa senang dan haru. Ia berharap wanita itu memang Naina. Ia tidak sabar untuk menemuinya. “Naina.”

Ckit

Alden menghentikan mobilnya dadakan saat melihat helm pink dan yang ia yakini itu Naina. “Tuan itu nyonya.”

Andreas mematung, dia melihat dengan jelas wajah Naina yang menggunakan sebuah helm warna pink. Wanita itu melihat kanan kiri dan melajukan mobilnya.

“Tuan.” Panggil Alden. Andreas malah diam dan tidak menghampiri Naina. “Kenapa Tuan diam?”

“Apa yang harus aku katakan pada Naina?” Tanya Andreas. Ia merasa tak mampu untuk menemui Naina entah apa yang harus ia tanyakan. Mungkin kepergian Naina tanpa memberitaunya karena Naina tidak ingin berhubungan dengannya.

“Sebaiknya kita ke lokasi pabrik.”

Alden kembali melajukan mobilnya. Dia melihat Andreas lewat kaca spion mobilnya. Sedangkan Andreas, ia merasa bersalah ia tidak tau harus apa. Padahal selama ini ia memang mencari Naina namun setelah menemukannya ia ragu, apakah Naina mau bertemu dengannya atau tidak.

Sepanjang hari ia tidak enak makan, ia hanya memiliki satu pikiran pertemuannya dengan Naina. Bayangan saat bersama Naina menghantuinya. Ia merindukan saat-saat bersamanya. Ingin sekali ia memeluk Naina, mendekapnya dengan erat dan menciumnya. Ingin sekali ia mengurung Naina dan hanya melihat dirinya. 

“Tuan apa sebaiknya tuan menemui nyonya Naina. Saya yakin nyonya juga merindukan tuan.”

“Tapi selama lima tahun ini dia tidak mengabari ku. Mungkinkan dia merindukan ku atau membenci ku?”

“Tuan harus menemuinya nyonya dan minta maaf. Mungkin nyonya mencintai tuan, tapi lebih baik menjauh karena tuan sudah menikah.”

Dia semakin merasa bersalah dengan apa yang telah di lakukannya dulu pada Naina. Hatinya terasa berat dan dadanya terasa sesak. 

“Tadi saya melihat nyonya Naina membonceng seorang anak perempuan. Apa nyonya Naina sudah memiliki anak dan menikah?”

Nyut

Andreas memegang dadanya yang terasa sesak, rasanya sakit. Hatinya seakan di ikat oleh rantai yang panas. Rasanya ia tidak merelakan Naina untuk menikah. “Aku akan menemuinya.” Ia harus menanyakannya dengan jelas. Kenapa Naina tidak menghubunginya jika wanita itu sudah menikah.


Benih Rahasia Mantan SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang