BAB 15

33 6 0
                                    

Dinner

Di perjalanan menuju rumah Aiden, Aiden berhenti di tengah-tengah jembatan. Ia turun dari motor dan berdiri di sana, ia seperti melamun dan tanpa sadar kakinya hampir saja tergelincir ke bawah, beruntung Naren dan Genta buru-buru memegang tubuh Aiden.

"Den, gue tahu lo kecewa. Tapi bukan ini jalan terbaiknya!" teriak Naren
.
"Iya, Den. Perjalanan hidup lo masih panjang, dan selama janur kuning belum melengkung itu tandanya lo masih ada waktu buat dapetin Sherina," jabar Genta.

"Kalian ngomongin apa, sih? Ya kali gue mau bunuh diri, lagi pula gue sengaja ngebiarin Kenzo menang tadi," terang Aiden cukup mengagetkan kedua sahabatnya itu.

"Kenapa?" kompak Genta dan Naren, "bukannya lo, enggak mau Sherina dimainin sama Kenzo?" lanjut Naren.

"Di moment terakhir tadi, gue natap wajah Sherina. Dia kayak ketakutan banget kalau gue sampai menang. Dan dari sana gue berpikir, mungkin Sherina bener-bener pengen gue jauh-jauh dari hidupnya," terang Aiden dengan mata seolah menyimpan luka.

"Ahh mungkin aja lo salah, Den. Kayaknya Sherina juga enggak begitu nyaman deket sama Kenzo. Buktinya, kalau di deket Kenzo dia kayak melamun, beda pas dia sama lo, kalau Sherina sama lo dia kayak bebas dan enggak ada canggung-canggungnya. Tapi mungkin Sherina belum sadar aja sama perasaannya," urai Genta.

"Bisa jadi yang dikatakan Genta itu bener, Den. Lo jangan nyerah," tambah Naren.

"Untuk sekarang gue lebih percaya sama apa yang ada di pikiran gue, Ta. Tapi thanks, mungkin di lain waktu gue akan percaya sama pendapat kalian ini," Aiden kemudian kembali ke motornya, kemudian meninggalkan Genta dan Naren begitu saja.

"Kita kejar lagi, Ta!" ajak Naren.

"Enggak perlu Ren, gue rasa Aiden butuh waktu untuk sendiri dulu."

"Ok."

Genta memilih untuk memberi ruang dan waktu untuk Aiden sendiri sebab Genta percaya bahwa Aiden sudah cukup dewasa dalam menghadapi masalah ini. Genta yakin, seiring berjalannya waktu, perlahan Aiden akan sembuh dari luka dan rasa kecewanya ini.

***
Tiga hari berlalu, sejak peristiwa pertandingan itu dan Aiden dinyatakan kalah. Aiden benar-benar menepati janjinya. Aiden bahkan tak ingin menampakkan wajahnya lagi di depan Sherina. Di kantin sekolah, Aiden telah duduk berdua dengan Clarissa. Sementara Bella duduk bersama dengan Naren dan Genta.

"Kenzo mana, Rin? Tumben kalian enggak bareng?" teriak Clarissa.

"Eumm Kak Ken--" jawab Sherina terpotong.

"Maaf gue telat, Rin. Tadi gue habis nemuin anak-anak futsal dulu," terang Kenzo.

"Romantis bangettt ... " ceplos seorang siswi, seketika ada teman yang memukul tangannya.

"Sini join sama kita," ajak Clarissa tak seperti biasanya.

Meskipun sekarang Kak Aiden udah enggak deket sama Sherina lagi, ternyata masih ada Kak Clarissa yang jadi penghalang terbesar gue buat deket sama Kak Aiden. - lamun Lea menatap Clarissa dan Aiden dari arah luar kantin.

"Enggak pa-pa, Kak. Kita duduk di tempat lain aja," elak Sherina.

Namun dengan anehnya, Clarissa seolah begitu baik nan manis menarik tangan Sherina dan menganjaknya untuk duduk berdekatan, "Enggak salah tuh, Clarissa kok mau-maunya aja megang tangan Sherina," sontak Bella namun tak terdengar oleh Clarissa dan lainnya sebab tempat duduk mereka agak berjauhan.

Sherina ElzaviraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang