BAB 4

53 8 2
                                    

Sebuah Tragedi

Seusai dari pasar, Sherina berjalan menuju rumahnya. Dia terkejut melihat warga sudah berkerumun, dan hendak menghakimi seseorang yang diduga adalah pelaku yang menabrak seorang anak kecil berusia sekitar delapan tahunan. Karena penasaran Sherina lantas bergegas mendekat ke arah warga tersebut. Sherina seolah membeku dan menatap dengan mata lebar ketika ia mengetahui pelaku yang terduga itu adalah Aiden.


"Berhenti!" teriak Sherina lantas memasang badan membela si pelaku tadi .

Warga sempat menahan tangan mereka yang sudah bersiap-siap melayangkan sebuah pukulan tepat mengenai wajah Aiden, "Ada apa, Neng Sherin? Dia ini udah nyelakain, Nak Attar!" timpal seorang bapak-bapak bernama Jajang yang bertubuh kekar dengan kumis yang tebal.

"Maaf, Pak. Orang ini adalah temen sekolah Sherin. Sherin yakin dia pasti enggak sengaja," Sherina bernapas dengan cepat dan wajahnya menjadi tegang.

"Tapi dia ini sudah membahayakan nyawa anak saya! Gimana kalau terjadi sesuatu sama anak saya, apa kamu bisa tanggung jawab?" tegas ibu Attar yang bernama Winda.

Sherina mengangkat kepalanya dan meyakinkan semua orang yang ada di sana dengan bilang, "Tapi saya berani jamin, Tante. Kalau temen saya ini pasti beneran enggak sengaja dan dia bakalan tanggung jawab dan bawa Attar berobat."

"Bu, badan Attar sakit. Kakak itu enggak sepenuhnya salah kok Bu. Tadi Attar aja yang kurang hati-hati pas mau nyebrang ngambil bola." jelas Attar terbata.

"Tapi Nak--" sanggah Winda.

Mata Sherina melesat sambil berucap, "Maaf Tante, keselamatan anak Tante itu jauh lebih penting dari sekadar berdebat. Lebih baik kita bawa anak Tante ke rumah sakit sekarang!"

Setelah mendengar pengakuan Attar kalau dia juga salah karena kurang waspada, emosi warga akhirnya reda. Dan warga setuju dengan pendapat Sherina. Warga juga membantu mencarikan taksi agar Attar bisa sesegera mungkin dibawa ke rumah sakit terdekat. Aiden juga dengan sigap menggendong tubuh Attar sendirian.

Sebelum pergi Sherin sempat berpesan pada Pak Jajang, "Pak saya titip motor temen saya dan belanjaan ini, ya Pak. Kalau semuanya udah beres nanti saya ke rumah, Bapak."

"Iya, Neng hati-hati," timpal Pak Jajang.

Di dalam taksi, terlihat sekali jika Winda sangat mencemaskan keadaan putranya itu. Winda tak pernah berhenti menangis, Sherin pun tak kuasa menatap mereka. Sementara Aiden hanya terduduk lesu diam seolah membisu.

"Tante yang kuat, ya," tutur Sherin dengan gemetar.

"Awas aja kalau terjadi sesuatu sama anak saya!" ketus Winda.

Rasa takut melintas diwajah Sherina, "Saya yakin anak Tante bisa melewati ini semua."

Selang lima belas menit kemudian mereka tiba di rumah sakit. Dan Attar akhirnya bisa mendapatkan perawatan. Winda, Sherin dan juga Aiden selalu berdoa untuk kesembuhan Attar. Tak begitu lama akhirnya dokter yang merawat Attar keluar ruangan dan menjelaskan kalau Attar hanya mengalami luka memar saja karena tadi tubuhnya sempat terbentur ke aspal. Terpancar senyum dan perasaan lega diwajah mereka bertiga.

"Bu, Attar mohon Ibu mau maafiin Kakak yang tadi ya."

"Tapi Nak--" Winda mendengus.

"Kakak itu enggak sepenuhnya salah Bu, Attar juga salah," pungkas Attar.

"Udah dek enggak pa-pa, yang penting adek fokus sama kesembuhan adek aja," sahut Aiden.

Mulut Sherina melengkung membentuk senyuman seraya bilang, "Iya dek ... semangat ya! Kakak yakin adek kuat."

Sherina ElzaviraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang