BAB 3

65 8 4
                                    

Antara Cinta dan Benci

          Semenjak papa Sherina meninggal dunia, Sherina yang menjadi tulang punggung keluarga. Ia bahkan harus rela meluangkan waktunya untuk bekerja ketika ia pulang sekolah. Sherina pun harus berjuang lebih keras untuk bisa menghasilkam uang demi menebus obat-obatan untuk Sekar, tidak seperti anak-anak seusianya yang masih benar-benar bergantung dengan orang tua mereka. Sekitar pukul 02.00 WIB tengah malam, saat Sherina sedang tertidur pulas seketika terdengar suara jeritan yang cukup keras dari arah kamar Sekar, Mama Sherina.

“Ya ampun, Mama ... ” Sherina menjadi gelisah.

         Dengan langkah gemetar Sherina terus meneguhkan hatinya untuk menemui mamanya. Sesampainya di depan kamar Sekar, dengan bismillah Sherina lantas membuka pintu kamar berwarna hijau tersebut. Sherina melihat kondisi kamar mamanya sangat berantakan, selimut, bantal, guling, baju, peralatan makeup,  kaca semuanya berserakan. Keadaan mamanya juga sangat mengkhawatirkan.

“Mas bohong katanya mas enggak bakal ninggalin aku, tapi apa?” berontak Sekar sembari menatap lirih foto Adam, almarhum papa Sherina.

Dengan mata yang melesat Sherina lalu berucap, “Ma, Mama yang tenang, ya .... ”

“Mas tega pergi gitu aja ... ” ungkap Mama Sherina begitu menyayat hati.

Sherina bilang dengan terisak, “Ma ... papa enggak pernah ninggalin kita, papa selamanya akan selalu ada dihati kita, Ma,” Sherina kemudian melangkah mendekati mamanya.

“Ini begitu berat untuk ku mas, aku mau ikut mas aja!” putus Sekar.

Tanpa ragu Sherina lalu mendekap mamanya sambil berucap dengan bibirnya yang bergetar, “Ma--Mama enggak sendiri, ada Sherin di sini, Sherin sayang sama Mama."

Mama yang sabar ya, kalo nanti Sherin udah ada uang, Sherin bakal bawa Mama berobat. -  ucap Sherin dalam hati seraya memeluk mamanya dengan erat.


        Sepuluh menit kemudian, Sekar akhirnya kembali tenang. Sekar terlalu lelah menangis jadi matanya pun mengantuk. Tak begitu lama, Sekar akhirnya terlelap. Sherina lantas memakaikan selimut pada tubuh mamanya itu, dan tetap menjaga mamanya sepanjang malam. Setelah kepergian Adam, Sherina bukan hanya harus bisa menerima kenyataan jikalau papanya sudah tidak ada, lalu keluarganya jatuh miskin melainkan ia pun harus kuat menerima kondisi mamanya yang terkena ganguan mental. Sekar belum bisa berdamai dengan keadaan, Sekar belum bisa menerima kenyataan kalau suaminya telah pergi meninggalkannya untuk selamanya. Penyakit Sekar sering kali kumat, apabila ia melihat segala sesuatu  yang berkaitan dengan Adam. Seperti misalnya foto Adam. Sherina sejujurnya juga tak kalah hancur di tinggal ayahnya, tetapi Sherina ingin mamanya sembuh. Sherina ingin mamanya sehat seperti sedia kala itulah kenapa Sherina harus terlihat lebih kuat walau sejujurnya hatinya benar-benar rapuh.

       Pagi-pagi sekali, arunikasudah beranjak menembus kamar Sekar. Sekar sempat terkejut melihat putrinya yang tertidur di sampingnya.  Sekar lantas  berucap sembari mengelus lembut rambut  Sherina, “Loh Nak, sejak kapan kamu ada di sini?”

“Eumm ... Mama,” timpal Sherina seraya mengusap matanya tiga kali.

“Semalem Sherin-- Sherin pengen aja tidur di deket Mama, emangnya enggak boleh?” canda Sherina mencairkan suasana.

Seketika sudut mulut Sekar terangkat sembari bilang, “Boleh dong sayang. Mama malah seneng.”

“Udah ah Ma, Sherin mau siap-siap ke sekolah dulu nanti Sherin telat,”  dengan mata berbinar dan senyum terpampang jelas diwajahnya.

Sherina ElzaviraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang