Keajaiban Do'a
Nissa yang tertunduk lesu terus memanjatkan do’a untuk Sherina seketika Nissa mendengar rintihan seorang perempuan yang ternyata adalah Mama Sherina. Nissa langsung berdiri dari tempat duduknya kemudian mendekati Sekar untuk menguatkannya.
Bibir Nissa seolah bergetar, “Tante mamanya Sherina, ya?”
“Iya, di mana anak saya? Gimana keadaannya sekarang?” lontar Sekar diselimuti perasaan gelisah dengan telapak tangan yang berkeringat.
“Itu dia, Tan. Dokter yang menangani Sherin belum juga keluar. Tante yang sabar, ya,” ujar Nissa.
“ Gimana kalau terjadi sesuatu sama anak saya?” Sekar terus menitikkan air mata.
“Kita berdo’a terus sama Allah ya, Tan. Cuma itu yang bisa kita lakuin sekarang.” Nissa menggenggam tangan Sekar, Sekar menganggukan kepalanya.
Di tempat Sherina kerja, dalam sekejab resto itu menjadi lebih ramai pengunjung dari hari-hari biasanya. Karena kebetulan hari itu adalah hari sabtu, dan kebanyakkan orang-orang ingin jalan-jalan, quality time bareng keluarga, pacar dan teman mereka, atau sekedar duduk bersantai sembari menyeruput kopi yang khas dari resto Mahendra tersebut.
“Oh, ya si Sherin ke mana? Kok dia belum dateng juga?” celetuk Nana yang sedari tadi sibuk menyiapkan pesanan pelanggannya.
“Iya, Na. Maybe masih di jalan.” celetuk Retta yang tak kalah sibuk dari Nana.
“Enggak disiplin banget!” Nana mengernyitkan kening nan berbisik dalam hati, Awas aja bakal gue aduin lo sama pak Aldi biar sekalian lo enggak usah kerja di sini lagi! –
Setibanya di rumah, bukannya istirahat dan tidur Lea justru mondar-mandir di kamar, ia bertambah tak tenang. Ia takut akan terjadi sesuatu hal yang buruk kepada sahabatnya itu dan kalau sampai hal itu terjadi maka Lea tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri. Beruntung Lea memiliki kedua orang tua yang begitu mengerti Lea, orang tua yang selalu ada di saat Lea butuh, dan orang tua yang selalu berusaha menjadi support system terbaik untuk anaknya.
“Mi ... gimana kalau Sherin enggak baik-baik aja? Nanti Lea harus bilang apa sama orang tua Sherin?” cemas Lea.
“Nak, di dunia ini memang enggak ada orang tua yang mau melihat anaknya celaka atau menderita, tapi semua yang menimpa kita adalah ketetapan Allah. Allah yang ngasih ujian itu ke setiap hamba-hambanya, dan kalau kita yang dikasih cobaan itu berarti kita mampu melaluinya begitupun Sherina,” jelas Alma.
“Mi ... Lea takut,” Lea menangis terisak.
Alma memeluk erat putrinya itu. Alma tahu dengan memberikan pelukan hal itu dapat menenangkan hati Lea yang gundah meski hanya sesaat.
***
Selang kurang lebih dua jam akhirnya sang dokter yang menangani Sherina keluar dari ruang UGD, sang dokter tersebut langsung diserbu berbagai pertanyaan dari Sekar dan juga Nissa. Sampai-sampai sang dokter bingung harus menjawab pertanyaan yang mana dulu?, “Tenang ya Bu, Dek. Pasien dalam keadaan baik-baik saja, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” ujar sang dokter.
“Alhamdulillah ... ” timpal Sekar dan Nissa serentak, mereka sontak mengusapkan kedua telapak tangan mereka diwajah. Mereka amat bersyukur sebab do’a mereka telah diijabah oleh Allah SWT.
“Pasien hanya perlu menjaga pola makan, jangan terlalu lelah ataupun berpikir terlalu keras, pasien harus istirahat yang cukup. Untuk sekarang pasien kita pindahkan dulu ke ruang rawat.” pesan sang dokter kemudian berjalan pergi meninggalkan Sekar dan Nissa.
Terlintas wajah Lea di benak Nissa, Nissa lalu berucap. “Tan, Tante duluan aja, ya ke ruangan Sherinanya. Nissa ada urusan sebentar,”
“Yaudah kalau gitu Tante duluan ya, Nak,” Sekar bergegas ke ruangan Sherina, Nissa lalu menganggukkan kepala sebanyak tiga kali.
Nissa lalu mengeluarkan ponsel yang ada di dalam tas kecilnya, tasnya berwarna abu-abu. Kemudian ia segera menghubungi Lea. Nissa lantas memberitahu kabar terkini tentang Sherina dan Lea amat merasa lega.
“Gimana, Nak? Apa temen mu baik-baik aja?” mata Alma terfokus pada Lea.
Lea menarik napas dalam-dalam lalu berkata, “Iya Mi ... kata Nissa alhamdulillah Sherina baik-baik aja,” senyum terbit diwajah Lea.
“Syukurlah, Nak. Mami lega ngedengernya,” tambah Alma kemudian tersenyum bahagia.
“Mi kita ke rumah sakit lagi, ya,” pinta Lea sedikit memohon pada maminya.
“Iya sayang, Mami dan Papi temenin,” tutur Alma dengan amat lembut.
“Makasih Mami ... ” mata Lea berkaca-kaca.
Lea diperlakukan sangat baik oleh orang tuanya itulah mengapa Lea bak gadis manja. Keluarga mereka begitu harmonis, nan jarang diterpa berita miring. Meskipun terkadang Pak Erik sering sibuk kerja, sering dinas keluar kota tetapi hal itu tak menjadikan Pak Erik jauh dari keluarganya. Pak Erik selalu menjadikan Bu Alma dan Lea sebagai rumah, yang bisa menjadi penghapus rasa lelahnya setelah bekerja, teman bertukar pikiran, dan Pak Erik benar-benar tahu cara memanfaatkan harta kekayaannya bukan hanya dinikmati oleh mereka saja tetapi dengan membantu orang lain seperti Sherina dengan memberikan beasiswa kepada Sherina.
Di dalam mobil, Erik merasa seolah nama Sherina itu tak asing lagi telinganya. Ia lalu bertanya pada Lea, “Temenmu itu namanya Sherina El-Elza itu, Nak?”
Lea menganggukkan kepalanya seraya menjawab, “Iya bener Pi, namanya Sherina Elzavira ... ”
“Berarti temenmu itu salah satu orang yang nerima beasiswa dari perusahaan Papi?” tambah Erik.
Seketika dahi Lea berkerut, “Iya Pi, masa Papi lupa.”
“Maklum, Nak. Papimu, kan udah tua ha-ha,” canda Alma sambil tertawa tipis.
“Mami ini!” kelakar Erik.
Mereka bertiga lantas hanyut dalam kebahagian nan kehangatan keluarga. Lea benar-benar beruntung diusianya yang sekarang masih punya keluarga yang lengkap. Kadang teman sebayanya sudah kehilangan sosok orang tua dalam hidup mereka. Bisa ayah atau ibu atau bahkan keduanya. Semoga kedepannya kebahagiaan akan terus menerpa Lea.
***
Setibanya di rumah Aiden, suasana di sana nampak seperti hari-hari biasa. Tak ada Lian hanya ada Ami di rumah yang sebesar dan semegah itu. Untungnya ada Narendra yang tetap setia menemani Aiden dan bersedia menghabiskan waktu yang cukup lama di rumah Aiden meskipun kadang Naren seperti benalu he-he.
“Assalamu’alaikum Bik, Bibik cantik banget deh hari ini,” rayu Naren seraya mengedipkan mata.
Ami lantas memasang wajah curiga, “Wa’alaikumsallam, tumben muji Bibik biasanya kalau kayak gini nih, ada udang di balik bakwan.”
“Bibik tahu aja,” senyum terbit di wajah Aiden.
“Naren laper banget Bik pengen makan. Bibik masak apa hari ini?” ramah Naren.
“Tuh, kan ada maunya ... tenang aja hari ini bibik masak banyak buat kalian ... ” terang Ami.
“Asyik ... gitu dong Bik,” celetuk Naren bahagia.
“Den buruan makan, perut gue udah keroncongan banget nih!” bujuk Naren.
Seketika Aiden tertawa menyaksikan tingkah laku dari teman karibnya itu, “Lo duluan aja Ren, kayak di rumah siapa aja,” singkat Aiden.
“Yaudah,” sontak Naren tanpa rasa ragu kemudian melahap makanan yang sudah disiapkan Ami.
Gue, kan harus ke pergi.- gumam Aiden dalam hati, “Ren gue pergi bentar, ya,” pamit Aiden.
Naren lantas tersedak kemudian berucap, “Lo enggak mau makan dulu?”
“Nanti aja!” timpal Aiden, kemudian beranjak ke kamarnya, dia bersiap-siap untuk pergi ke suatu tempat.
Ami datang dari arah dapur, “Loh-loh, Aden mau pergi ke mana?”
“Tahu Bik, belum juga makan main pergi-pergi aja!” oceh Naren lantas lanjut makan.
Di ruang rawat Sherina, Sekar sedari tadi terus mengenggam tangan putrinya. Dan Nissa terus menbacakan ayar-ayat pendek berharap agar Sherina segera membuka mata indahnya. Selang sepuluh menit akhirnya Sherina perlahan menggerakkan jari tangannya.
“Rin ... sadar sayang,” rintih Sekar.
“Sher, ayo bangun,” bujuk Nissa dengan mata berkaca-kaca.
“Ma--ma, Nis ... sa, ” tutur Sherina terbata.
“Panggil dokter sekarang!” perintah Sekar pada Nissa.
“Baik, Tan.”
Nissa bergegas keluar ruangan dan mencari dokter. Lantas Sherina diperiksa lagi oleh sang dokter dan alhamdulillah hasilnya baik. Senyum haru kian merekah diwajah Sekar dan Nissa. Baik Sekar maupun Nissa mereka selalu memeluk Sherina. Sherina merasa kebahagiaannya begitu nyata, ia sangat bersyukur sebab ia masih diizinkan oleh Yang Maha Kuasa berkumpul dengan orang-orang yang baik nan tulus kepadanya.
***
Di sebuah mall, nampak Clarissa dan Bella sedang jalan-jalan. Bella sampai kuwalahan membawa barang belanjaan si Clarissa. Seperti tas, sepatu, koleksi baju terbaru, jajanan dan lain-lain.
“Duh Sa stop bentar, ya. Tangan gue rasanya pegel banget,” wajah Bella berubah melas.
“Gitu aja udah nyerah! Yaudah deh.” sinis Clarissa, mereka kemudian duduk di atas kursi dekat sebuah tiang.
Tak begitu lama, Bella membuka media sosialnya lalu ia membaca berita terbaru kalau ada seorang gadis yang celaka gara-gara membantu temannya yang sedang kena begal. Pas tahu nama korban itu adalah Sherina membuat Bella kaget tak kepalang, “What?”
“Apa sih, Bell? Lo ngagetin gue aja!” tatapan Clarissa begitu dingin.
Bella lantas menunjukkan handphone-nya kepada Clarissa, “Seriously? Ini Sherina yang kecentilan itu,.kan?” mata Clarissa melebar.
“Iya, Sa. Soalnya di sini ditulis si Sherina bantuin temennya, namanya Lea.” Bella tampak cerah.
“Syukurin, makanya jangan sok jadi orang!- Clarissa menyeringai.
Lima menit kemudian Aiden lalu memutuskan memanggil salah seorang karyawati di resto itu yang tak lain adalah Retta. Sembari memberi isyarat dengan mengangkat tangan kanannya. Seusai mendengar panggilan Aiden, Retta bergegas mendekat ke arahnya, “Iya Mas ada apa? Apa Mas mau pesen minuman yang lain?” tutur Retta.
“Oh enggak, saya cuma mau kasih info soal rekan kerja lo yang namanya Sherina,” timpal Aiden.
“Okey. Ada apa dengan Sherinanya, Mas? Apa, Mas kenal?” sahut Retta.
“Kenal sedikit, barusan saya baca berita katanya Sherina baru aja ngalamin kecelakaan dan mungkin dia sekarang lagi dirawat di rumah sakit,” papar Aiden.
Mulut Retta ternganga, “Ya Allah, Rin ... semoga lo baik-baik aja,” Retta menggigit bibir.
“Aamiin ... Oh ya gue boleh minta tolong enggak sama lo?” tanya Aiden.
Retta mengatur napasnya seraya bilang, “Iya boleh.”
Aiden terdiam sejenak, “Eumm ... gue-gue, kalau boleh gue mau minta tolong sampaikan juga berita ini keatasan lo, biar Sherin enggak kena masalah nanti,” pinta Aiden.
Retta kemudian mengangguk sambil menjawab, “Dengan senang hati, Mas.”
“Terima kasih,” Aiden tersenyum lega.
“Kalo gitu, saya permisi dulu ya, Mas,” pamit Retta, Aiden lalu mengangguk dan mengiyakan perkataan Retta.
Ketika Retta hendak membuka pintu ruangan Aldi tak sengaja dia berpapasan dengan Nana. Tatapan Nana begitu dingin kepada Retta. Sebab Retta seolah selalu memihak pada Sherina.
“Lihat aja, enggak akan lama lagi temen kesayangan lo itu bakal di keluarin dari resto ini!” bisik Nana tepat ditelinga Retta.
Retta menarik napas panjang kemudian bergumam dalam hati, Sabar Retta, jangan kesulut emosi. –
Selang lima menit dan Retta sudah menjadi lebih tenang, Retta kemudian memberanikan diri menemui atasannya. Retta yakin jika dia berbuat baik kepada orang lain, maka kebaikan itu akan kembali juga kepadanya nanti.
“Assalamu’alaikum Pak, permisi ...” tutur Retta.
“Wa’alaikumsallam, masuk!” singkat Aldi tetap fokus memperhatikan data di komputernya.“Iya kenapa, Tak?” sambung Aldi.
Seketika telapak tangan Retta berkeringat, hal itu terjadi karena selama ini Retta selalu tak mau berurusan dengan Aldi, dan saat itu menjadi kali pertamanya, “Ini Pak, eumm ... Sher-Sherin--”
“Iya Sherin kenapa?” sela Aldi namun matanya tetap tertuju pada komputernya saja.
“Sherin enggak masuk hari ini karena dia baru aja kecelakaan Pak,” beber Retta.
“Kecelakaan? Sherin kecelakaan kenapa?” raut wajah Pak Aldi tiba-tiba berubah menjadi gelisah.
“Untuk jelasnya Retta juga kurang tahu, Pak. Soalnya Retta tahu info itu dari salah satu customer kita, Pak,” ujar Retta.
“Oh ya udah. Sherin enggak bakal dipecat!” spontan Aldi seolah menutupi sesuatu
Retta menatap Aldi dengan mata lebar, “Serius, Pak?”
“Iya! Clear, kan? Silakan keluar!”
“Alhamdulillah ... Baik, Pak,” senyum terbit diwajah Retta.
Paling tidak Retta sudah merasa sedikit tenang karena ia mendengar sendiri dari mulut Aldi kalau Sherina tidak akan dipecat. Walaupun sejujurnya ada rasa takut terlintas dihatinya bila Nana akan terus meracuni pikiran atasannya, sampai keinginan busuk Nana terwujud yaitu menyingkirkan Sherina dari resto tersebut.
***
Berbuat baiklah kepada siapa saja ~
KAMU SEDANG MEMBACA
Sherina Elzavira
Teen FictionSherina Elzavira merasa kehilangan pegangan hidup, ketika ayahnya meninggal dunia. Kondisi keluarganya semakin memburuk ketika ibunya mengalami ganguan mental dan mereka jatuh miskin. Di tengah keputusasaan, Sherina bertemu sang idola di sekolahnya...