[01] Mengenal Setiap Raga dan Perannya

2.8K 474 261
                                    

"Jika setiap luka harus diterima rasa sakitnya. Maka setiap mimpi perlu terus diamini. Barang kali kumpulan harap itu membuka jalan-jalan lain untuk kita sembuh dan bertumbuh."

- Decoration of Seven Loves -


💜💜💜

Suara air dari dispenser memecah keheningan di ruang tengah. Seorang pria berkaus tanpa kerah menghentikannya ketika botol terakhir di tangan telah terisi penuh. Ia menyejajarkannya di meja dengan enam wadah minum serupa lainnya, lantas menekan sakelar lampu yang kontan menimbulkan keributan.

"Wah, wah, wah, nyalain lagi nggak? Ini menara gue udah hampir selesai, Bang. Jangan sampai rakitan setinggi harapan orang tua ini jatuh gitu aja," gerutu Senan, takut gagal menyelesaikan tantangan membangun Eiffel Tower Lego dari Anan.

"Iya, Bang. Anna sama Elsa juga masih mau main," imbuh remaja yang akan segera menginjak kepala dua.

Arsa mendekat, lalu meraih ponselnya di sofa. "Istirahat. Kita besok harus bangun pagi-pagi buta," ucapnya.

"Bentar, Bang. Satu episode lagi gue tidur," Nico membalas. Matanya masih fokus ke layar laptop yang menampilkan adegan romantis seorang raja dan dayang cantik di drama berjudul The Red Sleeve.

"Manage diri kita sebaik mungkin. Kita nggak cuma kerja untuk cari uang, tapi juga punya peran untuk mewujudkan mimpi orang. Gue ke kamar duluan," tutur Kenjiro sembari membereskan beberapa dokumen milik klien. Kemudian berjalan tenang menuju tempat favoritnya.

"Tumblernya udah Abang isi. Jangan lupa dibawa ke kamar. Segera tidur aja," Arsa menambahi dengan suaranya yang selalu hangat di telinga.

"Iya, Ko, Bang."

Senan, Anan, Nico, dan Fari bergegas membereskan barang-barangnya. Kesadaran sebagai seseorang yang bertanggung jawab atas setiap perayaan berharga orang lain membuat keempatnya menyudahi kesenangan. Mereka lantas masuk ke kamar masing-masing, dan meninggalkan Alfito yang sudah satu jam terlelap di sofa.

Rasanya malam ini sang langit sangat merindukan mentari. Terbukti dari dinginnya angin yang berembus di bawah cemburunya cahaya bulan. Seolah mengajak setiap orang untuk berharap hari segera pagi.

"Kalau siang panas banget, giliran malem dinginnya nggak ketulungan."

Alfito bangkit dari duduknya sambil bermonolog ria. Ia berniat pergi ke kamar untuk melanjutkan penjelajahan mimpi di pulau kapuk, tapi sepertinya semesta memang enggan melihatnya tidur dengan cukup. Ia bersyukur, tapi juga kesal saat tak sengaja melihat ke jam dinding yang sudah menunjukan pukul dua. Itu artinya ia harus segera mandi dan kembali bekerja.

"Widih, Si Kebo tumben udah bangun. Kesambet apaan lo, bangun tanpa drama Ko Jiro ngomel-ngomel?"

Satu lagi yang membuat pagi Alfito menyebalkan, yaitu Senan dan segala ucapannya yang sok asik.

"Bacot lo," ketus Alfito, membuat lawan bicaranya terkekeh kecil.

Hal itu sudah biasa terjadi di antara mereka dan lima saudaranya yang lain. Hanya sekadar candaan yang tidak akan dimasukkan ke dalam perasaan.

"Masih pagi, jangan ribut." Kenjiro keluar dari kamarnya yang berada tepat di samping ruang tengah.

Seperti biasa, laki-laki tersebut sudah mengambil urutan mandi pertama, dan kini siap untuk menginvasi dapur bersama siapapun yang mau diajak memasak.

Decoration of Seven LovesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang