"Katanya, tangan ibu paling ampuh dalam merawat luka. Katanya, kalimat-kalimat ibu adalah suara paling menenangkan di telinga. Katanya selama ada ibu, maka hidup akan baik-baik saja. Iya, katanya. Faktanya, itu semua tidak bertahan lama."
- Alfito Danar A -
( Decoration of Seven Loves )💜💜💜
Gumpalan-gumpalan awan hitam menggelayut di angkasa. Suara belasan pasang kaki terdengar berlari ke sana ke mari, mengangkat banyak perkakas ke dalam truk sebelum diguyur air dari langit. Seorang pria berbalut setelan jas hitam dengan HT di tangan sibuk mengawasi para karyawannya. Sesekali ia mengarahkan dan membantu jika dirasa ada kesulitan.
"Oi, Fito!" panggil seseorang dengan suara berat sedikit serak.
Si pemilik nama sontak menoleh. Bibirnya praktis melengkung, lalu segera melangkahkan kaki ke tepi danau.
"Gimane? Lancar kagak acaranye?"
"Alhamdulillah, lancar, Be. Makasih banyak, karena tanpa izin dari Babe, kami juga nggak bisa pakai tempat ini untuk hajatan," ucap Alfito dengan senyum yang tak luntur.
Babe Sobri turut menarik dua sudut bibir di balik kumis tebalnya. "Namanye juga bisnis. Kalau lu kagak bayar sewa ye gue kagak bakal kasih izin. Dan berhubung lu temen baek Si Jay, bisalah gue kasih murah. Yang penting saling menguntungkan aje walau kagak besar," tuturnya.
"Iya, Be. Mau ketemu sama yang lain dulu nggak, Be?"
"Kagak. Gue cuma mau nengok doang, soalnya mau kontrol asam urat nih ke klinik. Lagian noh, udah ditunggu sama cewek lu," balas pria paruh baya itu. Kemudian mengangkat dagu ke arah belakang Alfito.
Setelah Babe Sobri meninggalkan tempat, Alfito ikut berbalik badan. Pria tersebut sudah tahu sejak awal bahwa Babe Sobri hanya bercanda mengenai kata pacar. Lagi pula dirinya juga sudah tidak memilikinya, kan. Jadi, tidak ada nama siapapun yang ia harapkan ada di sana. Justru perempuan di hadapannya saat ini adalah sosok yang kadang kala tidak ingin ia hadapi.
"Alfitooo," panggil gadis gempal berbalut dress hitam selutut. Dia berlari, lalu menempel di lengan Alfito dengan manja. "Huh, akhirnya kita berhasil mewujudkan pernikahan yang indah. Aku seneng banget," lanjutnya.
"Halu, lo? Pernikahan klien kita kali. Lepas-lepas," ucap Alfito sembari menjauhkan diri dari perancang busana favoritnya. Ya, favorit dalam pekerjaan saja. Tidak lebih.
"Ish, kok kamu selalu ketus sih kalau ngomong sama aku?" Michellia memanyunkan bibir satu centi. Terlihat lucu, tapi menyebalkan di mata lawan bicaranya sekarang.
"Karena lo selalu bersikap kayak gini ke gue. Bisa nggak normal aja kayak kalau kita lagi bahas kerjaan?" beber pria berambut blonde tersebut.
"Enggak, hehe."
Alfito menatap datar gadis yang sedang tersenyum lebar. Binar di mata Michellia tak mampu menerobos dinding es yang Alfito bangun di depannya. Namun, perempuan itu tak peduli dengan segala bentuk respon yang Alfito berikan. Seolah ia sudah biasa dengan kalimat-kalimat dingin, kasar, bahkan jahat.
Manajer Hello Future Decor itu melenggang pergi tanpa sepatah kata. Meninggalkan Michellia yang berdiri dan tersenyum ceria sambil melambaikan tangan. Perempuan berpipi chubby tersebut memang pemuja Alfito Danar garis keras.
💜💜💜
Malam ini Alfito tidak tidur di Sambara's House. Seusai mengevaluasi project bersama enam sepupunya, ia langsung pulang untuk bertemu Jamalio. Papanya ingin makan malam bersama. Kangen ngobrol berdua, katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Decoration of Seven Loves
Fanfiction[Kisah baru 7 cucu Eyang Suro. Bisa dibaca dengan ataupun tanpa mengikuti cerita Terpaksa Mengejar Surga.] Setiap manusia punya cara untuk memperindah kehidupannya. Dengan mengabadikan setiap momen bahagia, berbagi canda dengan orang-orang kesayanga...